Share

Bab 6

Keesokan paginya, sesuai dengan apa yang sudah ditentukan oleh Dimitri, Persephone dan Aphrodite bangun lebih awal, sekitar pukul 03.30. Hal tersebut membuat salah satu dari mereka berlaku cukup kontras.

Persephone yang terbiasa bangun di waktu dini hari langsung bergegas membersihkan diri dan berganti pakaian sederhana sehingga dirinya tidak begitu tampak seperti seorang dewi. Sementara, Aphrodite melakukan kegiatan membersihkan diri dengan malas sembari menggerutu dalam hati.

"Hmm, kayanya aku salah strategi deh, udah bilang setuju buat nemenin Persephone untuk bertugas kaya gini," ujarnya dalam hati sembari menggosok giginya dan menatap pantulan dirinya di cermin dengan mimik wajah masam seperti jeruk lemon.

Setelah selesai berganti pakaian dan merapikan rambut coklatnya, Aphrodite melangkah keluar kamar dan menatap sosok Persephone yang sedang menikmati kentang rebus sebagai menu sarapan pagi.

"Engga ada olahan daging ya?" Kedua manik mata cantik Aphrodite menelisik pemandangan menu makan pagi yang sederhana, roti panggang, telur rebus, kentang, dan susu."

"Kita lagi engga di Olympus, Aphrie. Makan aja apa yang sekarang udah disediakan sama Dimitri," tandas Persephone sembari menuntaskan kegiatan makannya dan meraih segelas susu hangat. Aphrodite yang mendengar hal tersebut tersenyum lesu, menyambar sehelai roti panggang, dan melahapnya pelan.

Meski dalam hati tersemat rasa kecewa akan menu makan pagi, Aphrodite tetap melahap apa yang telah terhidang di atas meja makan. Dalam hatinya, ia berkata, "Oke, ini cuman permulaan. Nanti kalau aku sudah melarikan diri ke kota, semuanya akan jauh lebih baik. Aku cuman perlu mencari celah, saat Perssie lengah dan tak menyadari hilangnya diriku."

-**-

Di saat waktu menunjukkan pukul 07.15, Persephone dan Aphrodite telah tiba di area persawahan bersama warga setempat yang memang telah diberitahukan oleh Dimitri untuk mengikuti ritual yang sebentar lagi akan dijalankan.

Di saat itu juga, paras dari kedua dewi itu mencuri perhatian dan melahirkan sejumlah penilaian dan prasangka dari warga yang menatap keduanya.

"Lihat lah wanita dengan rambut hitam bergelombang dan panjang itu. Wajahnya sangat anggun," tutur wanita berambut pendek keriting dengan mata biru pada temannya yang jauh lebih muda dan memiliki rambut lurus berwarna kekuningan.

"Tapi teman yang berdiri di sebelahnya jauh lebih menawan, Pat," balas wanita berambut lurus sembari membersihkan debu yang melekat pada kaos abu-abu yang dikenakannya.

"Entah kenapa, aku lebih suka dengan tampilan wanita berambut hitam yang sekarang sedang memimpin ritual, Nona Alice," jelas Nyonya Patricia dengan suara lirih.

Wanita muda yang biasa disapa sebagai Alice itu mengulum senyum tipis sebagai tanggapan untuk lawan bicaranya. Ia justru fokus pada Persephone yang kini sedang memerciki area persawahan dengan air sembari merapalkan mantra melalui bibir pinknya.

Tanpa disadari oleh warga setepat, seiring dengan bertaburnya percikan air yang dilakukan oleh Persephone, taburan emas menyertai tanah dan juga warga setempat. Hal itu hanya bisa dilihat oleh Persephone, Aphrodite, dan Dimitri, para dewa-dewi.

Akan tetapi, di tengah ritual tersebut, Aphrodite terlihat bukannya menyaksikan atau turut mendoakan agar lahan kering itu bisa segera menghijau, ia justru melirik ke sekitar jalan raya. Sepertinya, ia sedang menanti kereta kuda yang lewat, sesuai dengan apa yang pernah diceritakan oleh Joe tentang kereta kuda yang dikendarainya dapat sesekali melewati desa tempat dirinya menjejakkan kaki saat ini.

"Apa hari ini Joe engga lewat sini ya? Aku sungguh memerlukan bantuannya untuk ke kota saat ini," manik mata berwarna hijau emerald milik Aphrodite mengedar dan menyisir ke seluruh penjuru, mencari keberadaan kereta kuda yang tampak lusuh di luar namun bersih di dalam saat ditumpangi.

Beberapa menit kemudian, terdengar lah suara sepatu kuda menghentak, beradu dengan aspal jalan yang kasar, "TAP..TAP..PLEK..TAP..TAP.."

Suara tersebut sukses mengalihkan manik mata Aphrodite yang terlihat lesu. "Joe?" gumamnya dalam hati.

Tanpa berpamitan pada Dimitri atau pun Persephone yang masih menjalankan ritual, Aphrodite pun bergegas keluar dari kerumunan warga yang turut mengucap syukur pada berkat yang diturunkan oleh Persephone.

"DRAP..DRAP.." Dengan langkah cepat dan berderap, Aphrodite menyusul kereta kuda milik Joe. Namun, pada akhirnya, ia memilih untuk berlari dan berteriak, "TUNGGUU!!"

Joe yang awalnya fokus memacu kuda kesayangannya menghentikan kegiatan. Ia kenal betul dengan suara alto milik Aphrodite. Dalam sekejap, kereta kuda yang dikendarainya berhenti di tengah jalan.

Aphrodite pun berhasil memperkecil jarak dan memegang pinggiran kereta kuda sembari mengatur napasnya yang terengah. "Haah..hufft.." Aphrodite mengembuskan napasnya secara perlahan, merasakan degup jantung masih berpacu tak karuan usai berlari.

"Lho, April? Kamu bukannya di desa?" Joe membulatkan kedua mata hazel dan sedikit tak percaya dengan kehadiran sosok elok yang kini berdekatan dengan kereta kuda miliknya. Ia memanggil Aphrodite dengan sebutan April sebagai nama samaran yang digunakan oleh sang dewi saat berkenalan kemarin.

"Hah, nanti aja kalau mau tanya. Sekarang, bawa aku pergi," ujar Aphrodite yang kini naik ke atas kereta kuda secara perlahan.

"Hm, baiklah," ucap Joe singkat. Ia pun memacu kudanya kembali dan roda dari kereta kuda kembali bergulir, meninggalkan area pedesaan secara perlahan.

-**-

Dalam perjalanan, Aphrodite dan Joe kembali berbincang guna mengusir rasa hening yang mendera di antara keduanya. "Jadi, kamu cuman diminta untuk menemani Penny, temanmu itu?" tanya Joe sembari memahami cerita dari Aphrodite tentang dirinya yang menemani Persephone untuk meredakan kekeringan di lahan Desa Woodstock.

"Iya. Jujur saja, waktu tadi aku kejar keretamu, aku kabur dari ritual menyuburkan lahan persawahan," terang Aphrodite dengan senyum miring. Diam-diam, ia merasa bangga atas tindakan kaburnya yang menurutnya nekad sekaligus cerdas.

"Memang, Penny engga nyariin?" Joe kembali bertanya dengan kening berkerut sembari menoleh ke arah Aphrodite yang duduk di kursi penumpang bagian belakang.

"Urusan Penny nyari atau engga, belakangan. Yang jelas, aku jenuh kalau disuruh ngikutin kegiatan penyuburan lahan kaya tadi. Aku pikir, Penny akan ditugaskan di area perkotaan," jelas Aphrodite dengan nada kesal. Ia menjabarkan cerita tersebut sesuai dengan kamuflase yang diterangkan oleh Persephone sebagai mahasiswa yang sedang membuat makalah untuk kepentingan kelulusan.

Kemudian, Joe pun mengalihkan obrolan dengan menawarkan, "Kalau kamu aku turunkan di New England mau?"

"Boleh. Yang jelas, bukan pedesaan yang membosankan." Aphrodite menyetujui ide yang ditawarkan oleh Joe dengan senyum simpul.

Kemudian, ia berujar dalam hati, "Lebih baik sementara aku di New England. Tentang bagaimana cara aku sampai di kota New York, akan ku pikirkan nanti."

Sementara itu, di Gunung Olympus, Zeus sedang memantau apa yang dilakukan oleh Aphrodite dan Persephone melalui layar LCD berlapis emas dengan ukuran sedang.

"Yang Mulia Dewa, apa tidak sebaiknya kita jemput paksa Aphrodite? Sang dewi mulai berulah meski terlihat sudah berubah saat dihukum di Kastil Demeter," saran salah satu penasehat Zeus sembari meneliti kegiatan yang dilakukan oleh Aphrodite.

"Tidak sekarang. Biarkan saja terlebih dahulu. Aku punya cara lain untuk menghukum sang dewi cinta yang tidak tahu diri itu," ucap Zeus dengan sorot mata kesal.

TO BE CONTINUED..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status