"Maksudnya?" Aphrodite yang mendengar respon dari Persephone menaikan sebelah alis, berusaha mencerna perkataan dari lawan bicaranya namun gagal.
Persephone pun mengulurkan tangannya ke kanan dan muncul lah cermin berukuran besar dalam sekejap mata. Melalui cermin itu, Aphrodite dapat melihat jelas tampilan dirinya yang elegan dan manis layaknya seorang wanita yang fashionable."Engga, Perssie. Ini baju yang pantas 'kan, sesuai dengan tempat kita mendarat," ujar Aphrodite dengan penuh percaya diri sembari bergaya layaknya model professional."Aku tahu itu, Aphrie, tapi aku akan bertugas di area pedesaan." Persephone menjabarkan detail tugasnya yang berkaitan dengan kesuburan lahan dan hal-hal yang berkaitan dengan dunia kematian.Aphrodite yang mendengar hal itu terlihat tenang dan biasa saja. Ia masih fokus memandangi kecantikan dirinya yang terpantul pada cermin seraya tersenyum, bagai disanjung oleh sejumlah lelaki berparas tampan dan gagah.Akan tetapi, hal itu tak menyurutkan Persephone untuk meyakinkan jika dirinya memang bertugas di daerah terpencil. "Aku serius, Aphrie. Kita akan memasuki daerah pedesaan yang kering dan panas," paparnya dengan tatapan serius pada Aphrodite yang masih sibuk bercermin.Mendengar kata 'panas', Aphrodite yang mengunci tatapan pada pantulan dirinya menatap Persephone tajam dan bertanya dengan nada menekan, "Panas??""Iya, panas dan kering. Kamu yakin mau pake pakaian kaya gitu?" Persephone mengangguk pelan dengan tatapan ragu, mengirim sinyal pada rekannya untuk mengubah gaya berpakaian yang lebih sesuai dengan situasi dan kondisi.Kata-kata yang terlontar untuk kali kedua dari bibir Persephone itu akhirnya membuat kedua mata sang dewi cinta membulat sempurna. Seketika, kepercayaan dirinya luruh dan merasa dirinya telah mengenakan pakaian tidak sesuai dengan tempat serta situasi."Hmm, aku pikir di kota," sesal Aphrodite dengan bibir mengerucut.Di saat yang sama, Persephone pun mengayunkan dua tangannya. Cahaya biru berwarna keunguan pun menyelimuti tubuhnya dan juga Aphrodite. Dalam sekejap, keduanya telah berganti pakaian dengan gaya yang lebih santai dan kasual.Lalu, Aphrodite yang kini mengenakan kaos berwarna pink dengan celana jeans biru muda selutut berkomentar, "Setidaknya, engga terlalu kuno pakaiannya.""Aku juga berusaha menyesuaikan sama selera busanamu, Aphrie," sambung Persephone dengan senyum simpul.Aphrodite yang mendengar ujaran dari salah satu sahabat terbaiknya itu cukup tersanjung. Awalnya, ia mengira jika Persephone mungkin saja melupakan selera berpakaiannya yang terbilang cukup bergaya dibanding sesama dewi lain. Akan tetapi, dugaannya itu terpatahkan dengan pakaian yang melekat di tubuhnya dan tubuh ramping Persephone yang mengenakan kaos lengan panjang berwarna abu-abu dan celana jeans selutut."Not bad. Lagipula, aku cuman nemenin kamu bertugas, otomatis, aku bukan bossnya di misi kali ini." Aphrodite mengingatkan dirinya sendiri sembari menatap sahabatnya sekilas."Hmm, baiklah. Saatnya, fokus dengan tugas pertama," ujar Persephone sembari mengeluarkan notes kecil dari saku celananya dan menatap rincian tugas yang menyatakan jika dirinya harus menemui seseorang yang bernama Dimitri. Pada lembar catatan itu juga tertulis alamat lengkap dan transportasi yang harus digunakan untuk mencapai tujuan.-**-Sekitar pukul 13.20, kereta kuda yang ditumpangi oleh Persephone dan Aphrodite tiba di sebuah desa yang berlokasi di Kota Woodstock, salah satu kota dari Republik Vermont yang lebih dikenal sebagai "The Green Mountain State"."TAP..TAP.." Derap langkah dari kedua dewi berkulit putih itu terdengar usai turun dari kereta kuda yang mereka tumpangi."Terima kasih untuk tumpangannya, Joe," ucap Persephone yang kini menyamar dengan nama Ashley sembari menyerahkan beberapa koin perak pada pemuda yang mengantarnya.Joe menerima koin-koin tersebut sembari tersenyum dan menanggapi, "Sama-sama. Kapan pun kalian membutuhkan tumpangan, aku siap membantu."Kemudian, Joe pun berlalu dari hadapan mereka dalam hitungan menit. Tanpa membuang waktu, Persephone pun segera mengetuk pintu rumah yang berada di hadapannya perlahan, "TOOKK..TOOKK.."Sementara, Aphrodite memilih untuk mengamati pemandangan kering di sekitar yang membuat dirinya jengkel daripada prihatin atau pun sedih. "Kenapa Perssie harus bertugas di tempat seperti ini? Sungguh menyebalkan! Kalau situasinya begini, gimana caranya aku cari hiburan? Cuman di kota aku bisa menemukan laki-laki tampan dan makanan khas Bumi yang otentik," keluhnya dalam hati sembari mengerucutkan bibir."CKLEEK.." Pintu rumah pun dibuka oleh seorang pria berambut putih dengan kumis berwarna senada. "Persephone dan rekan ya?" tanya Dimitri sang tuan rumah."Benar, Pak. Maaf mengganggu waktu di siang hari ini," ucap Persephone sembari menganggukkan kepala dan menyunggingkan senyum ramah. Akan tetapi, hal tersebut tak dilakukan oleh Aphrodite.Dimitri pun hanya menatap dan tersenyum tipis. Pria yang merupakan jelmaan dewa dari Gunung Olympus itu mempersilakan dua dewi di hadapannya masuk. "Maaf jika kondisi rumah masih berantakan," ujar Dimitri, merasa sungkan pada dua dewi yang kini duduk pada dua kursi yang berdekatan dengan maja makan berbahan kayu yang tersedia."Tidak masalah, Pak," jelas Persephone dengan nada ramah.Lalu, saat dua cangkir teh tersaji di hadapan dua dewi itu, Dimitri membuka obrolan pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang akan ditangani oleh mereka berdua, "Baiklah. Apa saja rencana kalian untuk membuat sawah di desa ini kembali subur?""Pertama, menanam bibit tanaman dari Gunung Olympus. Setelah itu, mengadakan ritual untuk menurunkan hujan di desa ini selama tiga hari," terang Persephone singkat."Oke. Apa ada cara tambahan? Karena kekeringan dan ketidaksuburan di desa ini membuat seluruh warga kehilangan sumber daya. Banyak juga dari mereka yang kelaparan," jelas Dimitri dengan sorot mata kecewa meski sesekali dirinya telah membantu untuk mengadakan bahan makanan dalam jumlah kecil. Namun, hal tersebut tak dapat terus dilakukan mengingat dirinya bukan termasuk golongan dewa dengan pangkat tinggi sehingga ia tak boleh terlalu sering membantu manusia."Mungkin, aku akan menyertai lahan-lahan di desa ini bergantian. Semoga saja kekeringan bisa segera berlalu," papar Persephone dengan tatapan penuh harap.Kemudian, Dimitri pun mengangguk pelan sembari melayangkan tatapan pada Persephone secara bergantian. Ia menanggapi, "Kalian berdua bisa mulai bersiap untuk kegiatan tersebut besok pagi, sekitar pukul 05.00. Mungkin, dewi kecantikan bisa turut membantu daripada hanya sekadar menemani. Aku tahu apa yang sedang dirimu pikirkan Aphrodite."Aphrodite merasa tersentak dengan sindirian yang meluncur dari bibir Dimitri. Namun, ia memilih diam dibanding harus menanggapi ucapan dewa tua dan berkulit kisut tersebut. Ia berujar dalam hatinya, "Sial! Kenapa juga aku dibawa-bawa. Soal apa yang aku pikirkan dan apa yang aku lakukan di sini, itu bukan urusannya. Selama aku engga merugikan dia, engga jadi masalah besar 'kan? Dasar dewa tua cerewet! Beraninya, dia menceramahiku."Begitu lah keluh kesah sang dewi asmara yang tak sadar jika dirinya sudah berulang kali merugikan manusia, khususnya kaum adam.TO BE CONTINUED..Hari berganti hari, April dengan pekerjaan dan kesibukannya dalam menangani client yang memiliki masalah asmara dan hubungan awalnya berpikir jika saran dan solusi darinya tak membuahkan hasil apa pun. Bahkan, di kala blog tempat curhat miliknya mulai sepi dan tak begitu banyak pengunjung, ia berminat untuk menutup blog tersebut. Namun, di bulan keenam, saat April kembali membuka blog website miliknya, kedua matanya melebar dengan sorot tak yakin. Pasalnya, aneka ucapan terima kasih serta review positif yang dituliskan oleh para client berderet rapi di kolom komentar. Selain itu, kedua manik indahnya juga menangkap jumlah tips yang nilainya hampir mendekati dua ribu dollar. "Apa aku sedang bermimpi? atau jumlah tips yang tertera ini hanya sebatas halusinasi, mengingat aku sangat terobsesi untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari jasa dadakan yang sedikit memakan tabunganku ini?" April bertanya-tanya sambil memeriksa cara penarikan uang tips melalui bank. Setelah memakan wak
April pov "Selamat sore. Selamat datang di Lockey Brewery. Dengan April, ada yang bisa dibantu?" Aku menyapa pelanggan laki-laki dengan rambut hitam bergaya potongan fox hawk. Di saat yang sama, aku meneliti alis tebal yang melengkapi kedua mata hitamnya, dari wajah orientalnya yang terbilang memikat. Sepertinya, laki-laki ini baru pertama kali kemari. "Pesan ice espresso shaken ukuran medium ya." Laki-laki dengan kaos polo putih yang membalut tubuh tegap dan tinggi itu berujar. "Gula dan esnya normal?" Aku kembali memastikan. "Gulanya sedikit, tapi esnya normal ya," ucapnya seraya mengeluarkan kartu kredit dari dalam dompet kulitnya yang berwarna hitam. "Baik," tandasku sambil mendata pesanan pada mesin kasir. Kemudian, aku bertanya untuk kesekian kalinya, "Atas nama?" "Dave," ujarnya singkat. Nama tersebut segera aku tuliskan dengan pena pada cup plastik yang berada di genggaman tangan kiriku. "Pembayaran dengan credit card bisa?" suara tenor yang terbilang kon
Jacob pov Sepintas, aku pernah membayangkan bagaimana bila suatu hari April tak lagi merasa nyaman denganku. Penyebabnya adalah sifatku yang cemburuan dan sangat posesif padanya. Namun, bayangan tersebut hanya melintas sekilas di pikiran. Selebihnya, aku tak pernah berharap jika hal itu menjadi kenyataan. Akan tetapi, di malam ini, waktu yang paling aku harapkan untuk meminta maaf dan mencari solusi dengan orang yang sangat aku pentingkan berubah menjadi malam yang kelabu. Kata-kata bermakna tak menyenangkan itu terlontar dari bibir wanita yang selalu aku dambakan kehadirannya. Di saat yang sama, aku dapat merasakan rasa perih di hati ini. Rasa tak terima juga turut muncul, seakan aku telah melakukan kesalahan fatal terhadap dirinya. Maka dari itu, aku melayangkan protes, "Tapi kenapa? apa karena masalah-masalah yang datang silih berganti?" Wanita dengan rambut cokelat keemasan itu menatapku dingin dan menanggapi, "Bukan tentang masalahnya, Jac, tapi sifat posesif dan cembur
Sementara itu, di Gunung Olympus, Zeus sebagai dewa tertinggi mengawasi pergerakan April alias Aphrodite melalui monitor yang terinstal di ruang kerjanya. Monitor itu menampilkan setiap kejadian yang dialami oleh sang dewi cinta. Di saat yang sama, dewa Dyonisus turut hadir sembari membawa beberapa botol anggur untuk dinikmati oleh Yang Mulia Dewa Zeus. Sembari mengecap rasa asam dari anggur merah yang baru saja diteguknya, Dyonisus berkomentar setelah melihat adegan yang menampilkan Aphrodite di monitor, "Sepertinya, dia memang tak ingin pulang. Lihat lah, dia terlihat senang membaur dengan makhluk fana, khususnya laki-laki." Lalu, Zeus mengusap kumis putih yang menyelimuti dagu serta rahangnya perlahan dan berkata, "Apa pun itu. Kalau memamg dia tak ingin pulang kemari, dia akan tetap berada di bumi, tanpa kekuatannya sebagai seorang dewi." Dyonisus mengulum senyum simpul dan menanggapi, "Tapi dia tahu sendiri 'kan bahwa hidup di bumi sangat berbeda dengan di sini. Harusnya A
April pov Seminggu kemudian, aku dan Jacob sudah mulai berinteraksi seperti biasa. Bahkan, kami berdua terlihat bersenda-gurau saat istirahat makan siang tiba. Hal itu tentunya mengundang sejumlah pasang mata dari orang-orang yang berlalu lalang. "Lebih baik, kita tuntaskan makanan di piring masing-masing, Jac," pintaku seraya menyikut lengan Jacob perlahan. Jacob pun menanggapi seraya berbisik, "Santai saja, April. Masih ada dua puluh menit lagi kok." Bersama dengan ucapannya itu, laki-laki dengan rahang tegas ini melahap sisa sup macaroni di mangkuknya dengan lahap. Lalu, aku menjelaskan, "Kamu engga takut kalau kita disangka memiliki hubungan?" "Kenapa harus takut? ditambah lagi, hal yang biasa bagi seorang atasan memiliki hubungan dengan sekretarisnya. Bukan sesuatu yang mengherankan, April." Jacob memaparkan. Meski aku adalah seorang dewi, tak berarti aku mudah dikelabuhi. Selain itu, aku sudah cukup membaur dengan manusia, khususnya dengan sejumlah pekerja di per
Di ruang meeting, pukul 08.10 AM Dengan suasana serius dan terarah, seluruh karyawan dari J Company mendengarkan penjelasan dari Louis selaku perwakilan dari Benoit Enterprise. Setiap kata dan lafal yang diujarkan oleh laki-laki berusia dua puluh enam tahun itu menambah daya tarik dan kharismanya. Hal itu lah yang membuat April terus memusatkan pandangan pada pria yang notabene baru ditemuinya sebagai rekan bisnis Jacob. "Sekian presentasi dari saya. Jika ada yang mau ditanyakan, kalian bisa bertanya satu per satu dengan tertib." Louis mulai menekan tombol pause pada laptop miliknya agar slide presentasi dari komputernya tidak berganti menjadi background desktop. Kemudian suasana yang semula hening di ruang meeting berubah menj