Share

Bab 7

Jika Aphrodite sedang merasa senang setelah kabur, lain halnya dengan yang dirasakan oleh Persephone, selaku teman dekatnya. Dewi kesuburan yang menjadi incaran Dewa Hades itu kini sedang panik dan khawatir akan hilangnya Aphrodite.

"Bagaimana ini, Pak? Aphrie itu cuman menemaniku bertugas. Dia malah hilang seperti ini," ucap Persephone sembari menyisir pandang ke segala arah, berharap jika temannya itu masih berada di sekitar pedesaan atau di area sawah tempat dirinya mengadakan ritual.

Dimitri pun berusaha menenangkan Persephone, "Tenang dulu, Persephone. Aku yakin Aphrodite masih ada di sekitar sini."

"Tapi kalau misalnya dia sudah jauh, bagaimana, Pak?" Persephone semakin tak yakin jika Aphrodite masih berada di area pedesaan. Kedua kakinya terus melangkah, menelusuri rumah-rumah warga dengan kedua pandangan mata yang menyisir ke segala sudut, mencari keberadaan Aphrodite yang memang sudah jauh dari Desa Woodstock.

"Mau tidak mau, kita susul dia di Kota Woodstock." Dimitri menyarankan sembari mengimbangi langkah Persephone yang jauh lebih cepat daripada dirinya.

"Apa memang Aphrodite pergi ke kota itu? Kalau masih engga ketemu, aku bisa dimarahi Yang Mulia Dewa," ucap Persephone dengan mimik wajah meragukan. Ia semakin tak yakin jika temannya itu pergi ke kota tersebut.

"Itu merupakan kota terdekat dari desa ini. Aku yakin, Aphrodite tak akan pergi terlalu jauh," papar Dimitri yang masih terlihat tenang sembari menoleh ke segala arah, membantu mencari keberadaan sang dewi cinta.

-**-

Sementara itu, Aphrodite baru saja mendaratkan kakinya di Kota Woodstock. Ulasan senyum pada wajah cantiknya menyihir para pejalan kaki yang berada di sekitarnya. Beberapa dari mereka juga mulai berkomentar di tengah bisikan satu sama lain.

"Wanita itu cantik sekali," ucap seorang pria bermata besar dengan hidung mancung yang menatap dari kejauhan sembari duduk di salah satu cafe bersama seorang temannya.

Lalu, temannya yang memiliki warna mata keabu-abuan layaknya batu topaz menoleh dan menatap Aphrodite yang tengah meneliti kondisi jalan raya dan pertokoan. "Sepertinya, dia tersesat," tambahnya.

"Tapi, hal itu terlalu langka untuk ukuran seorang wanita cantik paripurna. Kamu tahu 'kan maksudku, Steve?" tanya pria bermata besar dengan kumis tipis yang menghiasi wajahnya dengan kulit kecoklatan itu. Dari fitur wajah tersebut sangat jelas terpampang jika pria itu berasal dari daerah Timur Tengah.

"Maksudmu, wanita itu menggunakan modus tersesat untuk menipu atau memeras, Al?" tanya pria bermata abu-abu yang disapa sebagai Steve.

"Exactly, Steve. Kalau bukan seperti itu, terus apa? Dia beneran tersesat? Oh, come on, dia engga sebodoh kelihatannya." Al menanggapi dengan senyum meremehkan.

Lain halnya dengan dua pria tersebut, dua wanita berusia di kisaran dua puluh tahunan yang memilih untuk mengobrol dan mengabadikan visual Aphrodite yang bagi mereka mempesona dan berkharisma.

"KRIK..KRIKK.." Suara kecil dari kamera ponsel dari wanita berambut pirang dan berwajah kecil berbunyi saat ia mengambil potret Aphrodite dari beberapa sudut.

"Dia seperti bukan wanita biasa, Vic," ujar wanita berambut bergelombang coklat dengan wajah sedikit chubby dan iris mata kehijauan pada sahabatnya yang biasa dikenal sebagai Victoria Williams.

"Maka dari itu, dia ku abadikan, karya seni yang langka." Victoria merespon ujaran sahabatnya sembari menatap lekat pada hasil potret pada galeri ponsel miliknya.

"Jangan katakan kalau wanita asing itu objek editanmu selanjutnya, Vic," sambung wanita yang merupakan sahabat dari Victoria tersebut.

Victoria pun menorehkan senyum tipis dan menanggapi, "You really know me, Amy."

Amy yang mendapati seulas senyum pada bibir sahabatnya itu hanya bisa menggelng pelan. "Duh, tak heran jika hobimu ini selalu membuat dirimu bertengkar dengan Joe, Vic," tambahnya.

-**-

Sementara itu, Aphrodite yang masih terkagum-kagum dengan pemandangan di Kota Woodstock kini memasuki salah satu department store yang menjual pakaian khusus wanita dan laki-laki. Segala jenis pakaian tertata rapi pada rak yang tersedia. Pada gedung yang memiliki dua lantai itu juga tersemat beberapa patung manekin yang memperagakan pakaian-pakaian yang sedang diskon.

"Wah, variasi bajunya juga engga kalah dari kota tempat dulu aku menetap," ujar Aphrodite dalam hati sembari menyentuh cardigan berwarna putih yang dikenakan oleh manekin perempuan yang memiliki tinggi setara tubuhnya.

"Silakan dilihat dulu, Nona," ucap salah satu pramuniaga wanita dengan kaos putih crop-top yang memperlihatkan perut ramping dan dipadukan dengan jeans tujuh per delapan yang terlihat trendy dan modis.

"Ini udah potongan harga ya?" tanya Aphrodite sembari meraih atasan berwarna merah yang terlipat di rak dan membolak-baliknya, berusaha meneliti jika ada cacat atau lubang pada pakaian yang diincarnya.

"Belum, Nona. Biar saya hitung harganya setelah diskon ya," tandas sang pramuniaga sembari meraih kalkulator kecil dan mulai berhitung dengan jemarinya yang lincah.

Lalu, pramuniaga itu memberitahukan, "Harga setelah diskon jadi seratus dua puluh dollar, Nona. Bagaimana? Apakah Nona tertarik untuk membeli?"

Aphrodite yang mendengar hal tersebut mengembangkan senyum dan mengangguk pelan. Ia tak begitu menyadari akan kondisinya saat ini yang tak membawa uang sepeser pun.

"Baik kalau begitu. Biar saya tampung dulu atasan ini. Mungkin, Nona ada tambahan belanja yang lain," ucap pramuniaga sembari meraih keranjang berwarna coklat tua dan meletakkan atasan merah pilihan Aphrodite dengan senyum merekah. Si pramuniaga diam-diam merasa senang karena atasan merah yang awalnya jarang dilirik itu akan dibeli oleh seorang wanita cantik yang ada di hadapannya saat ini.

Kemudian, Aphrodite pun melanjutkan kegiatannya untuk melihat beberapa jenis pakaian yang mungkin saja ditambahkan pada keranjang belanja yang saat ini digenggam oleh pramuniaga yang berjalan di belakangnya. Manik matanya yang berwarna emerald terus menelisik dress maupun kaos yang terpampang di tubuh manekin wanita yang tak kalah ramping dari tubuhnya itu.

Namun, di tengah kegiatannya itu, ia dikejutkan dengan tumpahan minuman yang mengenai kaosnya. "PLUKK.." Suara gelas jatuh mengiringi tumpahan yang membasahi kaos milik Aphrodite.

"Ah, bagaimana ini?" Aphrodite mengerang kesal dan mendapati noda coklat pada kaos miliknya.

"Eh, ma-maaf, a-aku engga sengaja," ucap laki-laki dengan mata coklat gelap dan kumis tipis yang kini berdiri di hadapannya dengan setelan jas abu-abu formal dan dasi berwarna merah marun yang menghiasi kemeja biru langit di balik jas tersebut.

Mendengar permintaan maaf tersebut membuat Aphrodite melayangkan pandang pada pria yang berusia di kisaran tiga puluh tahun ke atas dengan paras berkharisma itu. Dalam sekejap, tatapan kesal sang dewi cinta berubah melembut.

Ia pun menanggapi, "Ah, engga masalah kok. Ini cuman noda biasa, nanti dicuci juga hilang 'kan."

"Tapi ini noda dari minuman coklat yang tadi ku sesap, sepertinya cukup membandel, Nona. Maafkan kelalaianku sekali lagi," jelas sang pria yang kini mengatupkan kedua tangan dengan tatapan tak nyaman dan teralih dari pandangan mata emerald milik Aphrodite.

"Sungguh, aku tak masalah." Aphrodite kembali merespon. Rupanya sang dewi luluh akan pesona pria yang tak dikenalnya itu.

"Jangan berkata seperti itu. Sebagai permintaan maaf, ijinkan aku membelikan pakaian baru untukmu, Nona," balas pria dengan suara tenor yang terdengar cukup seksi bagi seorang Aphrodite.

Bagai memenangkan undian lotre, Aphrodite pun melonjak girang dalam hati. Ia yang tak membawa uang akhirnya memperoleh bantuan secara kebetulan dari pria asing yang mungkin saja akan menjadi target hati berikutnya.

TO BE CONTINUED..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status