Kedatangan Zee di cafe langsung disambut oleh Erland yang duduk di kursi kesayangannya, Zee tersenyum ke arah Erland dengan melangkah ke arahnya sedangkan Erland sendiri belum menyadari kehadiran Zee.
“Sudah lama, mas?.”
Erland menatap Zee yang tersenyum ke arahnya “jangan tersenyum seperti itu karena membuat aku semakin terpesona denganmu” Zee memutar kedua matanya malas membuat Erland tertawa melihat reaksi Zee “bukunya bagaimana?.”
“Mereka suka banget” Erland tersenyum ketika melihat wajah bahagia Zee “lalu temanmu yang lain mana?.”
“Irfan masih ada di sana membantu mereka belajar sedangkan dua lagi biasa pacaran” Erland mengangguk “bagaimana pekerjaan?.”
“Apa itu penting?” Zee menggelengkan kepala “sudah masuk sana kasihan pegawai kamu itu kesusahan.”
Zee menganggap Erland sebagai seorang kakak meski berkali – kali mengatakan perasaannya tetap tidak membuat Zee jatuh dalam pesonanya karena bagaimana pun Zee memiliki kekasih yang meski dirinya tidak yakin bagaimana perasaan mereka masing – masing. Zee melakukan tugasnya sedangkan Erland masih sibuk dengan pekerjaannya, Zee terkadang heran bagaimana bisa Erland dan Boy lebih menyukai bekerja di cafenya dibandingkan berada di kantor.
Zee mengalihkan pandangan ke arah lain seketika dirinya membeku melihat seorang pria menatap kearahnya tajam seolah saling mengenal dan juga telah melakukan kesalahan, Zee mencoba mengingat pria tersebut tapi tidak mendapatkan apa – apa karena pada dasarnya tidak mengenal atau mungkin rekan dari masa lalu saat dirinya kecil tapi melihat pria itu jelas bukan orang yang seusia dengan dirinya atau pun Lucas dan Leo.
“Melamun apa?” Zee menatap sumber suara yang ternyata Romeo “kejutan.”
Zee berlari untuk memeluk Romeo karena cukup lama mereka tidak bertemu karena sibuk dengan kegiatannya, Romeo sendiri baru saja masuk ke perusahaan untuk mengejar cita – citanya menjadi pengacara. Zee selalu mendukung semua kegiatan Romeo karena baginya itu untuk masa depannya dan tidak ingin Romeo gagal mencapai apa yang dirinya cita – citakan. Zee menatap Romeo penuh cinta yang langsung dibalas dengan ciuman lembut dari Romeo membuat Zee mengalungkan tangannya pada leher Romeo, mereka berdua melupakan keberadaan saat ini bahkan Zee tidak menyadari ada dua pria yang menatap dengan cara berbeda.
“Bagaimana keadaanmu?” Zee menatap Romeo yang tampak berbeda dari sebelumnya “apa kabar semua?.”
“Baik dan merindukanmu tapi sayangnya kamu sibuk terus” Zee cemberut mendengar perkataan Romeo “ada yang ingin aku bicarakan” Zee menatap Romeo bingung “hubungan kita sepertinya harus diakhiri” Romeo memegang tangan Zee “kamu tahu jika orang tuaku tidak menyetujui hubungan kita jadi sepertinya kita lebih baik berpisah.”
Zee melepaskan genggaman tangan dari Romeo “sampaikan salam untuk mereka dan mengenai hubungan kita mungkin lebih baik seperti apa yang kamu katakan” Zee menatap Romeo lembut “semoga kamu sukses dengan pekerjaan baru ini.”
Zee berdiri meninggalkan Romeo setelah mengatakan hal tersebut dan berjalan ke ruangannya untuk menenangkan diri, Zee hanya diam meratapi apa yang terjadi pada hubungannya. Romeo mengatakan hal sebenarnya hanya saja bukan itu alasan utama karena sepertinya kehadiran wanita lain yang menjadi penyebab semuanya, Zee bukan tidak tahu hanya saja tidak ingin membahas hal itu pada Romeo dan membiarkan semuanya mungkin karena Zee tidak mencintai Romeo.
“Mas” Zee terkejut Erland masuk ke dalam ruangannya “ada yang bisa dibantu?.”
Erland langsung menarik Zee dalam pelukan “kamu gak papa?” membelai rambut Zee pelan membuat Zee tersenyum atas semua yang Erland lakukan “lupakan pria macam itu karena masih banyak yang lebih baik dari dia.”
“Termasuk mas?” Zee melepaskan pelukan dengan memberikan tatapan menggoda “makasih sudah menenangkan diriku dan aku gak papa karena aku tahu alasan sebenarnya ya semoga dia bahagia.”
Zee melangkah menjauh dari Erland dengan kembali ke tempatnya sedangkan Erland sendiri memutuskan untuk kembali ke tempatnya di luar, memberikan ruang pada Zee untuk berpikir dan memikirkan semuanya. Zee memutuskan mengerjakan pekerjaannya yang tertunda karena kehadiran Romeo dan tidak peduli dengan sekitar, bahkan ketika Yusron datang untuk membicarakan keadaan dapur.
“Kalau ada masalah jangan dibawa ke tempat kerja kaya bukan kamu aja” sindiran Yusron mampu membuat Zee mengalihkan pandangan dan dibalas dengan senyuman oleh Yusron “ada pelanggan yang komplain mengenai menu barusan masalah rasa yang katanya asin padahal sudah kami tes ulang tidak ada yang asin, bisa kamu bantu tangani?.”
Zee mengikuti Yusron untuk bertemu dengan pelanggan yang komplain, Erland menatap Zee bersama Yusron bergantian dan Zee memberi kode untuk tetap di tempat. Zee terkejut dengan kenyataan di mana Yusron membawanya ke tempat pria yang tadi menatap dirinya tajam dan kali ini tatapan mereka bertemu membuat Zee harus bisa mengendalikan emosinya, beberapa kali menarik dan menghembuskan nafas perlahan sebelum berada di hadapan pria tersebut.
“Maafkan atas pelayanan kami yang membuat bapak merasa tidak nyaman,” ucap Zee sopan sambil membungkuk.
Pria tersebut tersenyum sinis “makanan asin disajikan apa seperti ini kualitas makanan di tempat ini?” menatap Zee tajam.
“Kami akan mengganti dengan lebih baik jadi...”
“Tidak usah sudah cukup dengan makanan yang berkali – kali dan hasilnya sama” potong pria tersebut “saya punya cara mengganti masalah ini yaitu kamu yang memasak di apartemen saya.”
“Lebih baik saya saja karena saya adalah koki di tempat ini” bela Yusron membuat pria tersebut menatap malas “atau anda tidak perlu membayar?.”
“Saya rasa ini permasalahan cafe dengan anda jadi tidak seharusnya saya menjadi tukang masak di tempat anda” Zee menatap pria dihadapannya tajam “sebenarnya apa yang anda inginkan?.”
Pria tersebut berdiri dengan tatapan penuh emosi membuat Zee sempat mundur ke belakang yang untungnya langsung dipegang oleh Yusron, pria tersebut melangkah mendekat ke arah Zee yang membuat dirinya membeku sedangkan Yusron sendiri tidak tahu harus berbuat apa tentang masalah ini.
“Suatu saat kamu akan berada di apartemenku dan aku pastikan akan menyambutmu dengan senyum lebar,” bisik pria itu membuat bulu kuduk Zee berdiri “Billy namaku dan kita bertemu kembali.”
Zee masih diam membeku mendengar kata – kata pria tersebut karena bagaimana mungkin mereka bertemu, tapi kata – katanya bertemu kembali di mana mereka pernah bertemu. Zee sama sekali tidak merasa bertemu dengan pria tersebut yang bernama Billy ya Billy namanya, tapi di mana mereka pernah bertemu lantas kesalahan apa yang pernah dirinya perbuat pada pria bernama Billy tersebut.
“Bilang sama pelayan membersihkan meja ini” Zee melangkah kembali ke ruangannya untuk menenangkan diri.
Langkah Zee terhenti dengan Erland memegang tangannya membuat pandangan mereka bertemu dan Zee hanya bisa memberikan senyuman terbaik agar Erland tidak curiga dengan dirinya dan meyakinkan bahwa dirinya baik – baik saja. Zee mencoba mengingat pria bernama Billy tersebut di dalam ruangannya tapi sayangnya tidak ada satu pun ingatan yang masuk dalam kepalanya, Zee menyerah untuk mengingat pria tersebut dengan memilih melakukan pekerjaaan lain.
“Rasanya aku perlu menenangkan diri di suatu tempat malam ini.”
Menatap keluarga kecil dimana Zee baru melahirkan anak mereka beberapa bulan lalu, Zee sedang menyusui putra pertama mereka yang bernama Althan dengan menggunakan botol karena mereka kedatangan dua orang tidak penting yaitu Leo dan Endi. Mereka berdua memutuskan untuk membeli rumah yang tidak jauh dari orang tua Zee, Billy sudah mengubah panggilan pada Bima dengan sebutan mas.“Kalau suka itu bilang bukan diam aja” Billy menatap Zee dan Endi bergantian “adik kamu ini suka sama Tere.”“Tere” Zee mengangguk “kamu pedofil?”Bantal melayang mengenai wajah Billy dimana pelakunya adalah Endi sedangkan Leo dan Zee tertawa melihat apa yang Endi lakukan.“Udah lewat tujuh belas tahun dan jarak kita nggak jauh – jauh amat.”“Wajah Tere keliatan anak kecil jadi tetap aja kamu pedofil” Leo memberikan kata – kata godaan membuat Endi menatap tajam.“Tapi memang orang
Billy menatap gudukan tanah yang ada dihadapannya dimana sebagai tempat terakhir wanita yang melahirkannya, tidak ada dalam bayangannya jika Mili akan berlalu begitu cepat bahkan depan kedua matanya. Billy berada di pemakaman bersama Wijaya, Bima, Endi dan Tian serta Pandu. Billy sendiri belum bicara panjang lebar pada Wijaya mengenai masalahnya bahkan beberapa kali mantan suami Tyas ingin bertemu dengannya belum juga bisa terlaksana sama sekali.Proses pemakaman berlangsung cepat dimana Endi benar – benar mengurus semuanya bersama dengan Leo dan Rifat, Billy sendiri menghabiskan waktu dengan memeluk Zee di ranjang sambil membelai perutnya dan mengucapkan banyak kata syukur pada Tuhan.“Ayo kita pulang” tepukan pelan di bahu membuat Billy beranjak meninggalkan tempat Mili terakhir.Perjalanan ke rumah dengan menggunakan satu mobil karena mereka memang malas untuk menggunakan mobil masing – masing, Pandu yang menyetir di depan dengan Tian
Rencana berubah total dimana langsung membawa Mili ke rumah sakit dan orang – orangnya langsung diamankan oleh polisi, Billy memandang Mili yang banyak mengeluarkan darah pada kepalanya. Dokter yang datang mengatakan jika peluru tidak terlalu dalam masuknya tapi bukan jaminan jika akan selamat, Billy hanya terdiam disamping Mili sambil menatap penuh dengan kesedihan.“Kamu harus ikhlas jika sesuatu terjadi pada dia.”Billy mengangguk pelan mendengar perkataan dari Bima, menatap ruang operasi yang baru saja tadi dimasuki Mili. Billy terdiam dengan menundukkan kepalanya dimana tidak menyangka sama sekali jika sang ibu yang dicintainya akan berbuat sejauh ini, perasaan bersalah memenuhi dirinya dimana tidak bisa mencegah semuanya.“Tyas sudah meninggal.”Billy menatap Bima dengan tidak percaya “apa benar Tyas dibunuh?”“Menurut keterangan mereka ya tapi bukan salah satu dari kami atau orang yang menjaga
Perkataan Billy membuat Mili terkejut namun seketika tertawa, Billy menatap sang ibu dengan tatapan yang tidak mempercayai semuanya dan saat menatap Bima dimana tampak biasa saja dengan apa yang Mili lakukan.“Kamu nggak akan setega itu melakukannya pada ibu kamu sendiri” menatap santai pada Billy “kamu hebat bisa membuat dia bersandiwara seperti ini” mengalihkan pandangan pada Bima dengan tatapan mengejek.“Terserah, sekarang apa yang akan kamu lakukan padaku?”“Jebakan murahan” sindir Mili menatap remeh pada Bima “kamu nggak lupa kan siapa orang tuaku?”“Kamu sendiri tidak lupa bukan siapa mertuaku dan peran mertuaku pada orang tuamu?”“Tutup mulutmu saat mengatakan hal itu, kalau bukan karena pria itu orang tuaku akan tetap hidup sampai saat ini.”“Kamu yang membuat masalah dengannya jadi apa harus diam?” Bima memandang Mili dengan sedikit wasp
Semua menatap tidak percaya dengan apa yang Rifat katakan, Zee yang mendengar itu seketika menjadi pucat dan takut hal buruk terjadi. Sentuhan di tangannya membuat Zee menatap sang sumber dimana memberikan senyuman yang sangat menenangkan, memilih untuk diam dengan menarik serta menghembuskan nafas secara perlahan.Pihak rumah sakit sudah diberitahukan untuk tidak ada yang masuk ke dalam ruangan kecuali dengan panggilan salah satu diantara mereka, jika sampai pihak rumah sakit masuk tanpa panggilan Wijaya akan menuntut secara hukum. Zee tahu jika saat ini sangat aman bersama dengan keluarganya, memilih duduk dekat Tania dengan memeluknya erat diimbangi dengan sentuhan pada rambutnya.“Maafkan aku, mi.”“Nggak perlu minta maaf karena meski kamu nggak melakukan ini pasti suatu saat akan terjadi” belaian lembut di rambut membuat Zee lamgsung mengantuk “alasan kita setuju dengan semua rencana kamu adalah menyelamatkan Billy dimana
Semua Mata memandang pintu yang terbuka dimana tampak Tari dan Via beserta yang lain masuk ke dalam ruangan Zee membuat mereka saling memandang satu sama lain, mereka mengelilingi Zee dengan memberikan pelukan singkat secara bergantian.“Tama kamu sama mama di ruangan mami dan papi temani Rey. Papa akan disini sama Tari dan Jimmy” menatap Tama yang mengangguk pelan “Mbak Via mau di sini atau tempat papi?”“Bagaimana kalau semua berkumpul di tempat Anggi?” mereka semua menatap Zee “atau berkumpul dalam satu tempat jadi biarkan penjaga ada di tempat masing – masing, strategi mengalihkan perhatian.”Semua saling menatap satu sama lain seakan apa yang dikatakan Zee adalah benar adanya, akan lebih baik jika mereka berada dalam satu ruangan yang sama sehingga mudah untuk menghentikan gerakan mereka semua.“Keadaan siapa yang sudah jauh lebih baik?” Tian menatap Leo yang mengangkat bahu.&l