Beranda / Romansa / Hutang Barang Mantan / Bab 4. Make A Deal?

Share

Bab 4. Make A Deal?

Penulis: Fiska Aimma
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-18 15:54:41

Ekpektasi wanita kalau dilamar itu si cowoknya bawa bunga sambil menyodorkan cincin. Kemudian dengan lembut si cowok berbisik di telinga si cewek.

"Will you marry me?"

Sedap!

Namun, aku? Yang ada si cowok membisikan.

"Kamu ingat kan, hutang kamu?"

Gubrak.

Ya Allah! Apa segini susahnya hidup sebagai anak perempuan yatim-piatu? Sekalinya dapat suami ganteng yang mengajak berumah tangga alasannya karena hutang.

Apa nggak ada yang lebih elit lagi?

Bodohnya, dengan berat hati aku terima lamaran Pak Ravi dan berakhirlah aku di sini sebagai calon istri dari seorang Ravi Mahendra yang masih menunggu resepsi satu minggu lagi.

Pasti banyak yang bertanya, kenapa seminggu lagi? Nggak jadi tiga hari? Jawabannya karena Bu Gea--istri Pak Sasongko ingin semua koleganya hadir tanpa terkecuali. Selain itu, jadwal KUA penuh mungkin banyak yang kebelet nikah sehingga meski persyaratan lengkap ada hal lain yang menjadi pertimbangan.

Mendengar itu, tentu saja Pak Ravi awalnya kecewa tapi yang namanya Pak Ravi dia tak hilang akal.

Dia seakan pemburu yang tak ingin kehilangan hewan buruannya, jadi dia menjebakku untuk tinggal bersama ibu angkatnya sementara waktu dengan dalih keselamatan.

Kata Pak Ravi, aku ini yatim-piatu dan kondisi inilah yang dijadikan alasan kenapa harus ada yang menjaga sampai akad dan resepsi tiba.

Padahal aku tahu, Pak Ravi bersikukuh mengajakku tinggal di Bu Gea bukan karena ingin melindungi tapi dia tidak mau rencana balas dendamnya yang dimulai di hari pernikahan Vio gagal.

Entah apa niatnya, tapi aku yakin Pak Ravi punya ide gila.

Dasar mafia cap ikan sarden!

"Tegakan kepalamu! Kamu tidak sedang mencari uang, kan?" tegur Pak Ravi padaku yang berjalan di belakangnya dengan gugup.

Sebenarnya hari ini adalah hari pernikahan Vio dan Bu Hana, sebagai kolega Bu Hana, aku dan Pak Ravi datang sebagai pengganti Pak Sasongko yang berhalangan hadir. Tapi, aku curiga pasti Pak Ravi sengaja menawarkan diri pada ayahnya karena punya rencana aneh.

Bukannya untuk itu juga dia tiba-tiba melamarku?

"Iya, ini juga mau tegak Pak. Tapi aku minder, coba bapak jadi saya pasti gak mau datang ke nikahan mantan," protesku sambil menutupi muka dengan clutch hadiah Pak Ravi.

"Menyanggah terus. Nanti jadi istri kamu bakal kayak gini gak?"

"Ya, tergantung. Kan yang milih saya jadi istri Bapak, kalau gak punya hutang juga saya mah ogah."

"Apa kamu bilang? Sudah, jangan banyak protes! Ingat, kamu di sini untuk bantu saya, titik," ujarnya dingin.

Aku menghembuskan napas berat. Lagi-lagi dia selalu menyuruhku diam semaunya, kebayang kalau udah jadi suami dia akan memintaku apa lagi?

Entah. Yang jelas aku ingin segera pergi dari sini.

Dalam hening, aku dan Pak Ravi pun kembali berjalan beriringan sambil sesekali mengamati kemeriahan pesta yang sangat mewah ini.

Setelah mengantri cukup lama, tibalah aku di depan kedua mempelai lebih dulu sedangkan Pak Ravi di belakangku. Kulirik Pak Ravi yang berdiri tegang dan menatap tajam ke arah ibu kandungnya yang sama sekali tak mengenal Pak Ravi.

Ibaratnya jika aku mantan yang terbuang, maka Pak Ravi adalah anak yang terbuang.

Sadis.

Melihat itu, seenggaknya aku tenang ternyata ada yang lebih buruk perasaannya. Meski dalam hati aku berdoa agar tidak meneteskan air mata di depan Vio.

Bagaimana pun lima tahun bukan waktu yang mudah untuk melupakan, menyaksikannya berdiri di samping janda kaya itu membuatku ingin menambah maskara waterproof biar jika aku menangis tak luntur. Apalagi Vio hari ini kelihatan cakep banget.

Mau nangis rasanya.

"Hey, Ra. Makasih ya udah datang ke acara nikahan saya." Vio mengulurkan tangannya ke arahku.

Aku mematung sejenak. Sumpah ya, sulit banget buat ngomong ucapan selamat.

"Sama-sama Vio," ucapku singkat. Aneh, cuman sekalimat tapi ngilunya sampai ke organ dalam.

"Oh iya, Sayang ini Sara mantanku yang kuceritakan punya hutang sama aku itu," cetus Vio pada Bu Hana.

"Mantan kamu? Mantan kamu yang suka kamu bantu itu?" respon Bu Hana dengan suara keras membuat semua orang yang hadir di podium melihat ke arahku.

Ya Allah. Aku pengen pulaaaaang!

Penghinaan model macam apa ini? Kenapa aku harus datang jika untuk dihina?

Tak kusangka Bu Hana tampak tak beda jauh sifatnya dari Vio, pantas saja jodoh.

Wanita itu menelitiku dari ujung kaki sampai ujung kepala seakan mengukur seberapa pantas aku hadir di sini. Dodolnya, bagai orang b*go aku hanya bisa menunduk malu sampai dia bersuara lagi.

"Oke style kamu boleh juga. Oh iya, betewe terima kasih ya sudah membebani Vio selama ini. Cowok mana lagi yang kamu goda buat kamu tumpangi hidup, Ra? Semoga kamu mendapat yang lebih baik ya," sindir Bu Hana telak menusuk jantung dan itu menyakitkan.

Ingin rasanya membela diri tapi seseorang sudah menyela lebih dulu.

"Anda jangan khawatir Bu, dia sudah mendapat yang lebih baik kok. Dia akan menikah dengan saya, kenalkan saya Ravi Mahendra Sasongko."

Seketika semua terdiam ketika Pak Ravi memperkenalkan diri, terutama Bu Hana. Dia menatap Pak Ravi seolah terkejut.

Wanita kaya itu berucap gugup dengan wajah yang pucat.

"Ravi Mahendra Sasongko? Benar itu namamu? Jadi kamu anaknya ...."

"Iya saya anaknya Pak Sasongko dan ini calon istri saya Sara Elvira. Kenapa? Anda kaget karena telah menghina calon istri partner Anda?" seringai Pak Ravi membuat kedua mempelai sontak membungkam mulutnya rapat-rapat.

Speechless.

(***)

"Huwaaaaa! Tega! Kenapa orang kaya tega semua? Kalau gitu mending jangan jadi orang kaya."

"Bener? Emang kamu gak mau makan nasi padang tiap hari?" sahut Pak Ravi kalem.

"Mau tapi ... huwaaaa!"

Entah berapa kali aku menjerit dan menangis di dalam mobil Pak Ravi yang ada di parkiran hotel. Sementara lelaki itu memilih menunggu di luar karena dia tak ingin mengganggu. Alhasil, kita hanya berkomunikasi via jendela.

Menyakitkan.

Aku benar-benar kecewa sama Vio dan Bu Hana. Kedua orang itu nggak punya hati, mereka telah dibutakan oleh harta hingga tega menindasku. Beruntung Pak Ravi segera menyela kalau enggak gitu aku bisa jadi bulan-bulanan para manusia sombong yang ada di dalam sana.

Aku pasti nggak kuat.

"Ra! Sara Elvira!" panggil Pak Ravi saat aku masih disibukan dengan tangisan dan ingus yang keluar.

"Apa?" sahutku kesal.

Heran. Ganggu aja orang lagi berduka juga.

"Udah belum nangisnya? Banyak nyamuk nih di sini. Pulang yuk?"

Huwaaaa!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hutang Barang Mantan   Bab 30. Hutang Barang Mantan (Ending)

    Aku sungguh tak menginginkan acara penyambutan yang kaku dan menyedihkan seperti ini ketika kembali ke kediaman keluarga Sasongko.Namun, apa yang aku bisa harapkan? Jika kehadiran kami saja membuat semua orang kecewa karena Bang Ravi menyampaikan kabar tentang kehamilanku pada keluarga yang jelas-jelas tak menginginkannya."Sudah berapa bulan?" tanya Bu Gea dengan nada berat sehingga terdengar seperti gumaman.Saat ini kami sekeluarga berkumpul di ruang tamu dengan formasi lengkap. Bu Gea, Wita dan Pak Songko ketiganya seketika diliputi atmosfer gelap terutama Wita. Gadis itu sampai menundukan kepala menahan tangis yang hendak keluar.Aku paham kondisi ini pasti sangat sulit bagi semua. Sebagai wanita, Wita pasti sangat sakit hati ketika tahu lelaki yang ia cintai selama ini ternyata telah memiliki anak dari perempuan yang ia benci. Apalagi pernikahannya pun harus gagal karena Bang Ravi lebih memilih aku."Kata Dokter baru lima minggu Bu, minta doanya," kata Bang Ravi. Kurasakan geng

  • Hutang Barang Mantan   Bab 29. Penghutang Barang Mantan

    Aku memainkan sendok yang kupegang dengan perasaan malas. Sudah setengah jam berlalu tapi aku masih saja tak bisa menghabiskannya. Rendang, nasi, parkedel dan lalaban yang ada di hadapanku benar-benar tak dapat menggugah selera.Hari ini tepat dua minggu berselang dari hari di mana aku diminta pergi dengan paksa dan berakhir di villa persembunyian Bu Hana yang berada di kaki gunung Pangrango. Bu Hana? Bu Hana ibu kandung Bang Ravi? Iya dia. Siapa sangka, di saat aku merasa ingin pingsan di pinggir jalan karena merasa kehilangan tujuan, dialah yang membawaku ke sini. Sungguh kebetulan, aku yang hendak melarikan diri setelah dihina dan diusir bertemu dengan seorang perempuan yang kukira musuh. Beruntung, saat itu tak ada Vio di sana sehingga dengan amannya aku bisa menyembunyikan diri. Entah, ini karena kasian atau dia berpikir sebaiknya merawatku demi rasa bersalahnya kepada seorang Ravi, jujur aku tak peduli. Aku tidak tahu ada modus apa di balik kebaikan Bu Hana yang tiba-tiba ini

  • Hutang Barang Mantan   Bab 28. Unboxing? (POV RAVI)

    Langkah ini begitu gontai saat keluar dari ruang perawatan Pak Sasongko. Pikiranku berkecamuk tak tentu arah karena memikirkan permintaan Ayah angkat yang tetap mau menikahkanku dengan Wita. Kata beliau hanya aku harapan dia untuk menjaga anak bungsunya.Sejujurnya, sampai saat ini aku masih belum bisa memberi jawaban. Sekali pun Ibu mendesak dan Wita tentu saja berharap, aku memilih bersikeras menunda keputusan. Aku tak ingin emosi dan mengambil jalan yang salah. Terutama, aku tak ingin menyakiti Sara.Aku mencintainya. Itu pasti. Hanya saja aku belum menemukan cara agar membuat Sara tetap di sisiku tanpa menjadikannya objek kemarahan keluarga Sasongko. Sebagai lelaki aku tak boleh gegabah bertindak."Ravi tunggu!" Suara tegas milik Ibu menahan langkahku yang hendak menuju ke arah pintu keluar. "Ibu ingin bicara."Aku berbalik dan memaksakan senyum. "Iya Bu. Ada apa lagi?" tanyaku menahan rasa enggan.Otakku benar-benar penat dan butuh istirahat."Kamu bisa jagain Wita malam ini?""L

  • Hutang Barang Mantan   Bab 27. Penjelasan Hati

    Patah hati adalah sebuah kejadian yang pasti dialami oleh hampir seluruh manusia yang mengaku pernah jatuh cinta. Kisah patah hati pun nggak sama, semua orang punya kisah berbeda. Tapi, berkali-kali patah hati karena suami tak membuat hatiku menyerah. Entah mungkin karena sudah terbiasa.Bang Ravi, pria itu terlalu nyata untuk aku lupakan. Kenangan dan segala sesuatu tentangnya membuatku tak bisa beralih pikiran. Lalu, aku harus apa? Ketika aliran sesak ini semakin tak tahu diri.Menangis? Ah, aku lelah! Bahkan rasanya aku seperti menjilat ludahku sendiri.Dulu, aku mengatakan, menangis untuk Bang Ravi sama saja dengan menangisi kebodohan tapi fakta membuktikan kalau aku malah tenggelam dalam kebodohanku sendiri.Baru seminggu saja aku bersembunyi, ternyata diri ini sudah sangat merindu seorang Ravi.Aku rindu wanginya.Aku rindu suaranya.Aku rindu tatapannya, tawanya, ciumannya, dekapannya dan semua tentangnya.Aku hampir merasa gila tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Tak kusangka

  • Hutang Barang Mantan   Bab 26. Sebuah Pilihan

    Apa yang kamu harapkan Sara? Ngimpi!Sejak awal pernikahanku memang sudah salah. Tak seharusnya mempermainkan pernikahan dan kutahu Bang Ravi hanya ingin memperalatku sebagai objek balas dendam.Tak lebih! Sepantasnya aku sadar itu hingga tak terlalu menyuapi angan dengan harapan. Namun, aku saja yang bodoh masih merasa semua akan baik-baik saja.Padahal setelah ini selesai, dia tetap milik keluarganya dan aku tetap kembali ke titik semula seorang gadis yang berhutang barang pada mantannya.Bruk!Aku menutup pintu dengan keras. Entahlah, ubun-ubunku terasa mendidih melihat Bang Ravi memeluk Wita.Apakah arti dari pelukan itu adalah mereka akan menikah? Dan lelaki itu akan menuruti perintah orang tua angkatnya?"Sialan!" Spontan aku membanting bantal ke lantai. Mulai dari sekarang, aku tak akan percaya mulut lelaki satu pun.Aku tak akan mendengarkan Bang Ravi sama sekali. Aku akan bertindak sesukaku, kami hanya suami-istri di atas kertas. Untuk apa aku setia? Jika pada akhirnya akulah

  • Hutang Barang Mantan   Bab 25. Sakit Tak Berdarah

    "Sebelum dia menjadi suami kamu. Ravi adalah anak angkat kami. Jadi, saya harap kamu sadar kedudukanmu Sara."Kata-kata Pak Sasongko terus saja terngiang di kepalaku. Bagaikan sebuah kaset yang terus diputar di kepala dan membuat gelisah.Emang seharusnya aku tak perlu sekhawatir ini karena Bang Ravi sudah berjanji mau menjagaku. Namun, tetap saja rasa keberatan itu timbul karena bukan Bu Gea yang berbicara tapi Pak Sasongko.Ayah angkat Bang Ravi yang terbiasa diam itu sekarang seolah bersebrangan denganku. Sebagai menantu aku jadi merasa serba salah dan juga tak yakin akan hubungan ini. Lambat-laun belang dari keluarga ini terlihat, sekali pun mereka baik jika berkenaan dengan anak kesayangan pasti apa pun dikorbankan termasuk perasaan orang lain.Karena Wita. Rasa cinta Wita pada Bang Ravi-lah yang menjadi alasan aku menjadi ragu dan sekarang adik iparku itu kecelakaan tepat di mana aku sedang berbulan madu.Haruskah aku curiga? Mungkinkah ini disengaja?Memikirkan ini semua membua

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status