Beranda / Rumah Tangga / Hutang Dibayar, Nikah! / Bab 1. Lelaki Penebus Hutang

Share

Hutang Dibayar, Nikah!
Hutang Dibayar, Nikah!
Penulis: Fiska Aimma

Bab 1. Lelaki Penebus Hutang

Penulis: Fiska Aimma
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-13 15:33:30

Dibayar Hutang, Sah!

[Mbak maaf, mengenai pembayaran sisa hutang mau kapan ya?]

[Maaf, Anda siapa, ya?]

[Saya Lulu Mbak, anaknya almarhumah Bu Minah, ini saya sertakan screenshoot percakapan Mbak dengan Ibu saya]

Aku mengirim foto pada W* Mbak Tukijem.

[Maaf saya gak kenal tuh!]

Balasnya cepat, setelah itu aku diblokir.

Astaghfirullah! Dia berdosa banget.

"Gimana, Kak? Berhasil?" tanya Rani padaku. Mata bulatnya berbinar penuh harap.

Aku menggelengkan kepala lemah. Pasrah. Kutatap halaman rumah kami dengan perasaan hampa.

Ini bukan pertama kali, kami mendapatkan jawaban yang menyakitkan seperti ini. Sudah dua puluh lima orang aku hubungi, jawabannya nihil.

Semua mendadak amnesia ketika aku menagih hutang mereka pada almarhumah Ibuku yang baru meninggal seminggu lalu.

"Semua ini karena Ibu terlalu baik Mbak, coba kalau almarhumah Ibu gak mudah memijamkan uang sama orang. Hidup kita nggak akan melarat begini Mbak," keluh Rani.

Seperti biasa, adikku itu merutuk terus atas perbuatan Ibu yang menurutnya suatu kesalahan.

"Hush! Rani! Nggak boleh gitu, almarhumah berbuat gitu karena kasian sama mereka."

"Iya, tapi apa mereka nggak kasian sama kita," cetus Rani marah.

Gadis SMA itu langsung berdiri dari kursi rotan yang ada di sampingku menuju masuk ke dalam rumah.

Aku tertegun lama di teras. Uang di dompetku tinggal lima puluh ribu perak, sementara kebutuhan kami masih banyak. Dari makan sampai bayar listrik. Belum lagi uang untuk biaya sekolah Rani yang mungkin sangat besar.

Ah, pusing! Mana hasil wawancaraku belum keluar lagi. Semoga saja aku bisa diterima.

Jika begini, aku diam-diam membenarkan ucapan Rani dan menyesalkan tindakan almarhumah Ibu yang gampang memberi bantuan tanpa memperhitungkan.

Dulu sebelum meninggal, emang kerap kali Ibu sering meminjamkan uang dan produk toko kelontong pada orang. Giliran toko lagi sepi mana mau mereka bayar.

Emang sih jumlah yang dipinjamkan itu enggak banyak, seperti lima puluh, seratus atau barang seperti sabun, odol dan sebagainya tapi itu sering.

Nah, ini yang bermasalah. Bukankah yang hutang kecil-kecil tapi banyak itulah yang kadang jadi bukit. Bahkan di buku yang kupegang sudah berderet banyak jumlahnya sampai ada yang berjuta-juta jika dikumulatifkan.

Sayangnya, hanya beberapa dari mereka yang membayar sisanya amnesia. Lebih parah lagi, ada yang ketika ditagih malah galakan dia daripada aku. Bilang kalau segitu aja dipermasalahkan, padahal justru kami sangat butuh.

Heum!

Aku memijat pelipisku yang terasa berat. Sebenarnya, di satu sisi aku merasa beruntung punya Ibu yang sangat baik tapi di sisi lain aku merasa tersiksa karena sifatnya yang terlalu polos.

Di dalam keheningan, tiba-tiba ponselku berdering. Ada nomor tak dikenal tengah menghubungiku.

Setelah menarik napas, aku mengangkat telepon.

"Assalammu'alaikum," sapaku.

"W*'alaikumsalam."

"Apa benar ini dengan Ibu Ludia Hanifah?" Suara di seberang sana terdengar kaku seperti mbak-mbak resepsionis di pekantoran.

Aku curiga jangan-jangan ini berasal dari kantor yang aku lamar posisinya.

"Iya Mbak betul saya. Ada apa Mbak?"

"Baik Mbak. Selamat Anda berhasil masuk ke perusahaan Inti Karyamuda. Silahkan datang ke kantor kami Jalan Turangga jam 13.00. Ada pertanyaan?"

"Benarkah Mbak? Saya diterima?"

"Iya. Mbak silahkan datang ya siang ini."

"Baik Mbak. Terima kasih," kataku bergetar.

Alhamdullilah akhirnya dipanggil kerja juga.

(***)

"Apa benar Ibumu sudah meninggal?" tanya lelaki setengah baya itu kepadaku.

Waktu ini, aku sedang berada di ruangan Pak Gilar, katanya beliau petinggi di perusahaan sini. Tapi, aku tidak tahu alasan aku dipanggil ke ruangannya.

"Iya Pak, betul seminggu yang lalu," kataku seraya menundukan wajah tegang. Rasa-rasanya tempat dudukku sangat panas kalau langsung berhadapan dengan pimpinan begini.

"Innallilahi w* innailaihi rojiun benar ternyata. Maaf ya Lu, saya ikut bela sungkaw*. Saya bersaksi beliau orang baik," ucap Pak Gilar dengan nada sedih. Raut mukanya berubah seperti kasian padaku.

Aku menautkan alis bingung.

"Orang baik? Emang Bapak tahu Ibu saya?" tanyaku terkejut.

Keren banget Ibu, temannya orang kaya begini. Tahu gitu, aku nggak perlu susah-susah nagih hutang.

"Saya tahu dan sayangnya saya belum sempa membayar hutang saya pada beliau karena telat mendengar kabarnya," jelas Pak Gilar dengan mata menerawang.

"Hutang? Hutang apa, Pak? Nggak mungkin Bapak berhutang pada toko kelontong kami, wong Bapak orang kaya kok, eh," kataku keceplosan.

Aku segera menutup mulut malu sambil tersenyum malu. "Ma-maaf Pak," ucapku seraya memukul mulut dengan tangan.

Pak Gilar yang ramah itu menggeleng bijak. "Tenang saja kamu jangan sungkan sama saya. Sebenarnya, saya berhutang banyak sama ibu kamu dan saya khawatir tidak bisa membayarnya. Karena itu, saya berinisiatif melamarmu," kata si Bapak santai tapi berhasil membuatku berdiri dari kursi.

"Hah? Melamar saya Pak? Ya Allah Pak, mending gak usah bayar utang dibanding Bapak poligami, Bapak pasti udah punya anak, kan?" tuduhku dengan mata melotot.

Aku heran. Kenapa sih orang yang berhutang ke Ibu aneh semua? Giliran ada yang mau bayar, malah melamar mana udah tua lagi.

Yaelah. Meski aku butuh uang, masa aku nikah sama lelaki bau tanah? Gini-gini aku masih laku kali sama tukang bakso mah.

"Iya, memang saya sudah punya anak," jawab Pak Gilar kalem.

"Ya, terus?"

"Bukan saya yang akan jadi suamimu tapi ...."

"Assalammu'alaikum. Yah, Ayah panggil saya?" potong sebuah suara.

Aku sontak menoleh dan kutemukan sesosok pria dengan wajah tampan nan rupawan. Soleh lagi, auranya aura syurga pasti dia suka terbangun di sepertiga malam. Respect!

"Nah, ini Lu, kamu akan menikah dengan Rifat. Dia anak saya. Ganteng, kan? Gimana hutangnya? Dibayar lunas? Sah! Ya, kan?" tanya Pak Gilar membuat aku terbengong-bengong dengan mulut menganga.

Saaaah!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
IneZSya Widdiana Putrie
mampir sini karena penasaran sama judulnya.. teh fiska maacih udah kasih info .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab. 38. The Last But Not Least (Tamat)

    Dua puluh lima penghutang selesai sudah. Mulai hari ini posisiku sebagai debt collector akibat warisan akhirnya lengser. Tidak ada lagi misi.Tidak ada lagi nama penghutang.Tidak ada lagi adu mulut dan tidak ada lagi rencana-rencana absurd. Pokoknya semua beres, beres dan beres ...! Keluarga almarhumah Ibu pun telah damai sentosa tanpa berdebat lagi gara-gara wasiat.Sekarang, tinggal saatnya aku mengkalkulasikan semua dan kembali ke kehidupan awal.Menjadi seorang istri dari Rifat yang senantiasa ada untuknya. Seperti sekarang, siang-siang begini aku sengaja datang ke kantor Mas Rifat untuk makan siang bareng.Kata Mas Rifat, dia kangen masakanku. Jadi, meski tidak terlalu yakin tentang makanan yang kubawa, di sinilah aku sedang menunggu Mas Rifat karena dia masih ada tamu.Namun, sungguh kebetulan di sela waktuku menunggu tiba-tiba mataku menangkap ada seorang wanita yang kukenal berjalan lurus melintas menuju ke arah lift dengan tergesa.Sosok itu melangkah lebar melewati ruang

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 37. Penghutang ke-25

    Waktu itu relatif. Rasanya baru kemarin nasib sebagai gadis miskin yang ditugaskan untuk menjadi debt collector dadakan bagi 25 orang penghutang. Sekarang aku sudah menikah dan bahkan dinyatakan hamil. Jika Ibu masih ada pasti dia akan bilang padaku, 'Ini sih namanya anak yang beranak.'Duh sedihnya jika ingat Ibu. Andai Ibu ada di sini pasti dia akan sangat senang, bukan hanya karena menyaksikanku mendapatkan suami yang baik dan bertanggung jawab macam Mas Rifat tapi karena dari dua puluh lima itu sekarang hanya tinggal satu penghutang yaitu Wak Onah. Wak Onah, anaknya almarhumah Bu Daroyah. Wak Onah sebenarnya baik tapi suka menunda-nuda untuk membayar hutang dan pintar berkelit, dengan dalih kemanusiaan dia berulang kali berhasil membujuk tetangganya untuk meminjamkan bahan dapur sampai duit. "Ih, masa sama tetangga aja perhitungan!" Begitulah dalih yang kuingat saat dulu almarhumah Ibuku pernah menagihnya dan itu terjadi berulang kali. Sampai total hutangnya sebesar tiga juta

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 36. Penghutang Ke-24

    Pagi yang aneh, hari ini aku terbangun dengan perasaan yang melow dan perut yang bergejolak. Entah mungkin karena semalam aku baru tertidur jam 2 pagi selepas selesai membereskan semua barang sepulang dari Yogya untuk honeymoon selama dua minggu. Jadi, perutku aneh, serasa dikocok berulang kali.Sebenarnya, aku tidak menduga akan selama itu di Yogya. Karena pada awalnya rencanaku hanya satu minggu. Kupikir waktu itu cukup untuk membuat Rani percaya kalau aku dan Mas Rifat tidak main-main tapi dikarenakan Mas Rifat membujuk akhirnya kami kebablasan, kata Mas Rifat takut dikira bercanda kalau hanya sebentar.Bercanda? Hah! Pret!Gila aja kalau kami bercanda. Ini pernikahan yang sakral, bisa dikutuk jika aku mempermainkan.Ya, memang sih awalnya ada modus-modus warisan tapi itu kan dulu, sekarang kami sudah taubat kepada Allah.Nggak lagi deh mikir cerai. Apalagi setelah tahu kalau biang kerok pertingkaian dan kesalahpahaman semua ini itu Flo, kupikir mulai sekarang aku gak boleh lengah

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 35. POV RIFAT

    Pov Author.Rifat masih menatap istrinya yang entah kenapa tampak berbeda. Melihat Lulu menampar adiknya benar-benar menjadi hal yang mengejutkan.Rani memang sudah keterlaluan. Rifat sudah sepatutnya tak hanya diam karena Lulu pun sudah sebegitu marahnya, terkadang istrinya yang lucu itu mendadak sulit dikendalikan.Rifat mencoba meraih lengan Lulu tapi istrinya itu menolak. Wanita cantik itu masih tidak ingin meninggalkan pijakannya saat ini."Keluar Mas! Ini sudah bukan masalah adik dan kakak lagi tapi ini masalah wanita dengan wanita. Tampaknya adikku ini tidak bisa lagi diajarkan dengan cara kelembutan."Lulu berbicara tegas tanpa menatap Rifat. Wanita yang terbiasa bercanda itu masih menatap tajam sosok yang ada di depannya. Sementara tubuh Rani bergetar karena menahan amarah."Kenapa Kakak menamparku?" desis Rani."Kamu masih bertanya kenapa Kakak nampar kamu, hah? Menurut kamu apa yang akan terjadi jika seorang istri menemukan suaminya diteror dan digoda oleh adiknya sendiri? A

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 34. Keanehan Adikku

    Aku pikir sebagai Kakak selama ini aku cukup menjaga adikku dari perbuatan yang salah. Namun, itu hanya perasaanku saja.Aku pikir sebagai Kakak aku cukup memberikan kasih sayang bagi Rani bahkan sejak kecil dia kumanja.Aku pikir sebagai Kakak, aku telah memahami adikku itu. Setelah kami jadi yatim-piatu hanya dia keluargaku.Aku pikir ya ... aku pikir terus sampai mentok dan terbentur. Nyatanya aku tak cukup layak menjadi Kakak bagi Rani. Nyatanya aku tak tahu perasaannya. Nyatanya dia mencintai suamiku sendiri. Nyatanya bibit pelakor yang kukira orang lain sialnya keluargaku sendiri. Oh, sungguh plot twist dari drama hidup. Untungnya aku bukanlah pemeran suara hati seorang istri yang diam saja ketika dianiaya dan terpenting Mas rifat bukan tipe lelaki hidung belang yang siwer ketika melihat mangsa empuk. Aaah, nonsense! Tetap saja sekarang aku merasa wanita paling bodoh di dunia. Bisa-bisanya aku dikelabui adikku yang bocah ini."Waaah! Rumahnya bagusss!" seru Rani ketika dia men

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 33. Jangan Ambil Suamiku!

    Setelah sudah lama aku tidak insomnia. Akhirnya semalam tadi aku sukses kembali mengikuti jam kerja Kunti. Gara-gara teror gila yang selama ini mengganggu pikiranku, kepalaku kembali berdenyut dan mataku tidak dapat terpejam karena gelisah. Efek kurang tidur emang berbahaya.Lemah, lesu, lunglai dan lambat menjadi padanan yang pas untukku sekarang, karena akibat vertigo aku nggak bisa bangun dari kasur.Dasar paket sialan! Kenapa sih ada orang yang tega kirim paket serupa tanah kuburan? Ditambah ada boneka santet lagi di dalamnya?Sungguh kurang kerjaan! Udah tahu aku parnoan, dikit-dikit mikir takut ada cunil-cunil.Apa itu cunil-cunil? Ya, itulah semacam Wewe Gombel dan sebangsanya.Pada mulanya, aku ingin sekali bilang pada Mas Rifat tentang teror seram ini tapi kupikir belum saatnya. Sebagai penggemar Sailormoon dan Detective Conan mungkin aku bisa menyelidiki ini sendiri."Kamu kenapa sih tiba-tiba sakit? Apa karena serangan dadakan dari Mas kemarin?" tanya Mas Rifat saat menyuap

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 32. Takut Kehilangan

    Aku berlari tanpa perduli lututku yang gemetar, rasanya diri ini tak bertenaga tapi aku harus kuat. Setelah memacu motor yang kupinjam dari Rani selama empat puluh lima menit akhirnya aku tiba di rumah sakit.Waktu ini kurasakan pikiranku melayang entah ke mana. Perasaan kosong yang semula penuh amarah dan menjadi alasanku menghindari Mas Rifat seketika berganti dengan perasaan yang penuh dengan penyesalan juga sedih yang teramat setelah aku mendengar berita buruk tentangnya.Aku yang bodoh. Aku yang tolol dan aku yang tak pantas menjadi istrinya. Bagaimana bisa aku membiarkan suamiku menderita hanya karena keegoisanku?Jika saja tadi aku tak mengusirnya, mungkin kecelakaan itu tak akan terjadi. Jika saja aku mau bertanya dan bersikap dewasa tentu saja dia akan baik-baik saja. Namun, sampai kapan aku akan berandai-andai? Bukankah menyalahkan takdir termasuk salah satu tanda perbuatan syetan? Astaghfirullah. Aku kalut. Ya Allah. Kumohon selamatkan dia, kumohon jangan ambil dia. Bany

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 31. Kabar Buruk

    .Banyak yang bilang kalau kita memutuskan jatuh cinta itu berarti kita siap untuk terluka. itu yang selalu didendangkan teman-temanku ketika mereka jadi korban perasaan.Para pria terbiasa bermulut manis tapi hasilnya najis. Tadinya aku pikir, Mas Rifat berbeda dia memandangku bukan dari status sosial atau asas manfaat tapi ternyata manusia licik tetaplah manusia licik.Apa katanya warisan?Cuih! Mendengarnya saja membuatku ingin segera berlari dan mempertanyakan semua pada suamiku.Tanpa terasa air mataku menitik, mengingat semua kata-kata manis. Baru saja dia bilang mau menghabiskan waktu denganku nyatanya bullshit!Mas Rifat tak lebih dari penipu ulung yang gemar mempermainkan perasaan, dia bersikap lembut bak super hero selama ini tapi di balik itu dia memiliki rencana yang di luar nalar. Terus sekarang sesudah aku percaya, beragam kebusukan mulai nampak. Teror chat dari nomor yang terus berganti terus saja berdatangan membuatku semakin ragu.Apakah benar suamiku sejahat itu? Ah,

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 30. Kejutan Menyakitkan

    Kata orang tua zaman dulu, jika mau lihat pengantin baru berhasil atau tidaknya di malam pertama, lihatlah raut wajahnya madesu atau layaknya bulan purnama? Dan ... kukira pendapat itu tak sepenuhnya salah.Setelah melewati pertempuran panjang di ranjang semalam di villa, Mas Rifatku sayang tampak lebih cerah dan ceria. Siapa pun yang ditemuinya hari ini dia lempar dengan senyuman hingga hawa positif itu terbawa ketika kami kembali ke kota. Meski cuman sehari berbulan madu tapi entah mengapa kenangannya menancap di hati. Bagaikan dua pemuda yang sedang dimabuk cinta, kami melaluinya dengan berpegangan tangan seraya sesekali mencuri pandang. Dari sepanjang jalan sampai ke toko klontong almarhumah Ibu, tak henti suamiku memperlakukanku bagaikan Ratu. Kalau diibaratkan lebaynya, Mas Rifat menjagaku terlalu over sampai nyamuk pun tak ia biarkan menggigit. Bucin banget emang, tapi aku suka. Hari ini tak seperti biasanya, dia mau menemaniku membuka toko dan membereskannya. Si pria dewas

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status