Hutang Dibayar, Nikah!

Hutang Dibayar, Nikah!

last updateTerakhir Diperbarui : 2022-05-22
Oleh:  Fiska AimmaTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
5 Peringkat. 5 Ulasan-ulasan
38Bab
17.1KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Lulu yang tidak tahu apa-apa harus hidup miskin akibat banyaknya penghutang pada almarhumah ibunya yang tidak tahu diri. Beribu cara dilakukan tapi hasilnya nihil, Lulu hampir putus asa karena 25 penghutang selalu saja menghindar sedangkan Lulu butuh biaya untuk menghidupi diri dan adiknya. Untungnya, kala Lulu hampir menyerah seorang Rifat datang dan menyatakan ingin menikahinya demi membayar hutang ayahnya. Apakah Lulu dan Rifat dapat bersatu demi menumpas para penghutang jahil? Dan dapatkan Rifat menjadi malaikat penolong bagi keluarga Lulu? Inilah cerita komedi romantis juga dibumbui perjalanan hidup.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1. Lelaki Penebus Hutang

Dibayar Hutang, Sah!

[Mbak maaf, mengenai pembayaran sisa hutang mau kapan ya?]

[Maaf, Anda siapa, ya?]

[Saya Lulu Mbak, anaknya almarhumah Bu Minah, ini saya sertakan screenshoot percakapan Mbak dengan Ibu saya]

Aku mengirim foto pada W* Mbak Tukijem.

[Maaf saya gak kenal tuh!]

Balasnya cepat, setelah itu aku diblokir.

Astaghfirullah! Dia berdosa banget.

"Gimana, Kak? Berhasil?" tanya Rani padaku. Mata bulatnya berbinar penuh harap.

Aku menggelengkan kepala lemah. Pasrah. Kutatap halaman rumah kami dengan perasaan hampa.

Ini bukan pertama kali, kami mendapatkan jawaban yang menyakitkan seperti ini. Sudah dua puluh lima orang aku hubungi, jawabannya nihil.

Semua mendadak amnesia ketika aku menagih hutang mereka pada almarhumah Ibuku yang baru meninggal seminggu lalu.

"Semua ini karena Ibu terlalu baik Mbak, coba kalau almarhumah Ibu gak mudah memijamkan uang sama orang. Hidup kita nggak akan melarat begini Mbak," keluh Rani.

Seperti biasa, adikku itu merutuk terus atas perbuatan Ibu yang menurutnya suatu kesalahan.

"Hush! Rani! Nggak boleh gitu, almarhumah berbuat gitu karena kasian sama mereka."

"Iya, tapi apa mereka nggak kasian sama kita," cetus Rani marah.

Gadis SMA itu langsung berdiri dari kursi rotan yang ada di sampingku menuju masuk ke dalam rumah.

Aku tertegun lama di teras. Uang di dompetku tinggal lima puluh ribu perak, sementara kebutuhan kami masih banyak. Dari makan sampai bayar listrik. Belum lagi uang untuk biaya sekolah Rani yang mungkin sangat besar.

Ah, pusing! Mana hasil wawancaraku belum keluar lagi. Semoga saja aku bisa diterima.

Jika begini, aku diam-diam membenarkan ucapan Rani dan menyesalkan tindakan almarhumah Ibu yang gampang memberi bantuan tanpa memperhitungkan.

Dulu sebelum meninggal, emang kerap kali Ibu sering meminjamkan uang dan produk toko kelontong pada orang. Giliran toko lagi sepi mana mau mereka bayar.

Emang sih jumlah yang dipinjamkan itu enggak banyak, seperti lima puluh, seratus atau barang seperti sabun, odol dan sebagainya tapi itu sering.

Nah, ini yang bermasalah. Bukankah yang hutang kecil-kecil tapi banyak itulah yang kadang jadi bukit. Bahkan di buku yang kupegang sudah berderet banyak jumlahnya sampai ada yang berjuta-juta jika dikumulatifkan.

Sayangnya, hanya beberapa dari mereka yang membayar sisanya amnesia. Lebih parah lagi, ada yang ketika ditagih malah galakan dia daripada aku. Bilang kalau segitu aja dipermasalahkan, padahal justru kami sangat butuh.

Heum!

Aku memijat pelipisku yang terasa berat. Sebenarnya, di satu sisi aku merasa beruntung punya Ibu yang sangat baik tapi di sisi lain aku merasa tersiksa karena sifatnya yang terlalu polos.

Di dalam keheningan, tiba-tiba ponselku berdering. Ada nomor tak dikenal tengah menghubungiku.

Setelah menarik napas, aku mengangkat telepon.

"Assalammu'alaikum," sapaku.

"W*'alaikumsalam."

"Apa benar ini dengan Ibu Ludia Hanifah?" Suara di seberang sana terdengar kaku seperti mbak-mbak resepsionis di pekantoran.

Aku curiga jangan-jangan ini berasal dari kantor yang aku lamar posisinya.

"Iya Mbak betul saya. Ada apa Mbak?"

"Baik Mbak. Selamat Anda berhasil masuk ke perusahaan Inti Karyamuda. Silahkan datang ke kantor kami Jalan Turangga jam 13.00. Ada pertanyaan?"

"Benarkah Mbak? Saya diterima?"

"Iya. Mbak silahkan datang ya siang ini."

"Baik Mbak. Terima kasih," kataku bergetar.

Alhamdullilah akhirnya dipanggil kerja juga.

(***)

"Apa benar Ibumu sudah meninggal?" tanya lelaki setengah baya itu kepadaku.

Waktu ini, aku sedang berada di ruangan Pak Gilar, katanya beliau petinggi di perusahaan sini. Tapi, aku tidak tahu alasan aku dipanggil ke ruangannya.

"Iya Pak, betul seminggu yang lalu," kataku seraya menundukan wajah tegang. Rasa-rasanya tempat dudukku sangat panas kalau langsung berhadapan dengan pimpinan begini.

"Innallilahi w* innailaihi rojiun benar ternyata. Maaf ya Lu, saya ikut bela sungkaw*. Saya bersaksi beliau orang baik," ucap Pak Gilar dengan nada sedih. Raut mukanya berubah seperti kasian padaku.

Aku menautkan alis bingung.

"Orang baik? Emang Bapak tahu Ibu saya?" tanyaku terkejut.

Keren banget Ibu, temannya orang kaya begini. Tahu gitu, aku nggak perlu susah-susah nagih hutang.

"Saya tahu dan sayangnya saya belum sempa membayar hutang saya pada beliau karena telat mendengar kabarnya," jelas Pak Gilar dengan mata menerawang.

"Hutang? Hutang apa, Pak? Nggak mungkin Bapak berhutang pada toko kelontong kami, wong Bapak orang kaya kok, eh," kataku keceplosan.

Aku segera menutup mulut malu sambil tersenyum malu. "Ma-maaf Pak," ucapku seraya memukul mulut dengan tangan.

Pak Gilar yang ramah itu menggeleng bijak. "Tenang saja kamu jangan sungkan sama saya. Sebenarnya, saya berhutang banyak sama ibu kamu dan saya khawatir tidak bisa membayarnya. Karena itu, saya berinisiatif melamarmu," kata si Bapak santai tapi berhasil membuatku berdiri dari kursi.

"Hah? Melamar saya Pak? Ya Allah Pak, mending gak usah bayar utang dibanding Bapak poligami, Bapak pasti udah punya anak, kan?" tuduhku dengan mata melotot.

Aku heran. Kenapa sih orang yang berhutang ke Ibu aneh semua? Giliran ada yang mau bayar, malah melamar mana udah tua lagi.

Yaelah. Meski aku butuh uang, masa aku nikah sama lelaki bau tanah? Gini-gini aku masih laku kali sama tukang bakso mah.

"Iya, memang saya sudah punya anak," jawab Pak Gilar kalem.

"Ya, terus?"

"Bukan saya yang akan jadi suamimu tapi ...."

"Assalammu'alaikum. Yah, Ayah panggil saya?" potong sebuah suara.

Aku sontak menoleh dan kutemukan sesosok pria dengan wajah tampan nan rupawan. Soleh lagi, auranya aura syurga pasti dia suka terbangun di sepertiga malam. Respect!

"Nah, ini Lu, kamu akan menikah dengan Rifat. Dia anak saya. Ganteng, kan? Gimana hutangnya? Dibayar lunas? Sah! Ya, kan?" tanya Pak Gilar membuat aku terbengong-bengong dengan mulut menganga.

Saaaah!

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Aiiu Perwita
Bagus sekali cerita nyaa
2023-07-08 00:40:05
0
user avatar
Ipa Taufiq
lanjutin jilid dua dong
2022-06-29 14:49:59
0
user avatar
yusi wandhini
cepet banget thor uda ending
2022-06-05 00:25:58
0
user avatar
Andri Gun Prada
Bagus Lanjutkan
2022-04-14 12:55:37
0
user avatar
Hayatus Shofia
Lucuuu .........
2022-04-14 12:37:03
0
38 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status