Corvina Acheron, putri pertama dari sang penguasa kekaisaran Acheron, Zeron yang terlahir lemah tanpa bakat sihir. Dikenal sebagai putri yang tidak berguna dan memalukan. Permaisuri Sereia adalah ibunya telah meninggal sejak ia lahir. Sebulan setelahnya, selir Emile diangkat menjadi permaisuri dengan putra pertama mereka, Isaac yang kini diberi gelar sebagai putra mahkota. Isaac dua tahun lebih tua darinya dan mampu menguasai dua elemen sekaligus pada usia sebelas tahun.
Tiga belas tahun adalah usia di mana bakat sihir elemen muncul pada pemiliknya. Air, tanah, udara, dan api – terkadang orang berbakat akan melahirkan lebih dari satu elemen. Bakat – bakat itu adalah sesuatu yang normal dimiliki ras manusia. Corvina telah menginjak enam belas tahun. Terkadang, ia mendapat perlakuan tidak adil di istana karena hidupnya dikendalikan oleh permaisuri Emile yang tidak akan pernah menyukai sosoknya. Para pelayan yang melayaninya pun adalah orang – orang di bawah perintah permaisuri. Meski begitu, ayah Corvina masih memiliki hati nurani dengan memberinya tempat yang sesuai dengan posisinya. Namun, semua kesenangan yang di dapat – kekayaan, fasilitas, pendidikan bangsawan tidak lebih dari sekedar formalitas untuk menjualnya di pasar pernikahan. Meski ia lemah, Corvina terlahir dengan wajah paling cantik di kekaisaran. Tidak ada yang memiliki rambut sebiru langit dan mata seindah samudra seperti dirinya, kecuali sang ibu yang telah mati. Namun, apa pentingnya itu? Ia lebih suka menjadi rakyat biasa dengan wajah biasa saja. Pernikahan hanya akan menambah daftar penderitaan baginya. “Apa ada tamu yang datang?” Corvina menyadari jika riasannya terlihat lebih mewah dari biasanya. Para pelayan itu juga terlihat berhati – hati memakaikan setiap detail gaun dan aksesoris. “Kaisar memanggil Putri untuk menghadiri makan malam.” Oh. Corvina memilih diam setelahnya. Ia muak. Semua ini terlalu membosankan. Rasanya tidak ada satu pun yang menarik baginya. Hidupnya tidak bahagia, namun juga tidak merasa sengsara, meski semua orang berkata hidupnya menyedihkan. Terkadang – Corvina tidak mengerti kenapa ia dilahirkan, tetapi bukan berarti dirinya ingin mati. Ia harus menghargai nyawa sebagai imbalan karena di biarkan untuk hidup, kan? “Sudah siap?” Corvina melihat permaisuri Emile yang masuk dari pantulan cermin. “Salam pada Baginda Permaisuri,” katanya sambil membungkukkan sedikit tubuh sebagai tanda penghormatan. “Sempurna.” Mata itu melihatnya dengan tatapan puas. “Malam ini akan berjalan lancar. Pada akhirnya kau akan berguna, Corvina.” Sepertinya, ia terlalu tidak berguna untuknya, melihat betapa puasnya permaisuri hari ini di balik senyum kejamnya. Corvina mulai merasa mual, namun tetap tenang. Ia selalu pandai menyembunyikan ekspresi wajah, menahan emosi, dan menguasainya meski ia ingin bergerak menamparnya sekarang juga. Iya, terkadang gadis itu suka berpikiran liar. Dorongan itu selalu muncul seperti pengaturan yang sudah ada dalam dirinya sejak lama. Seperti – perasaan kesal dan muak yang tertumpuk sangat lama. “Malam ini, kau akan bergabung untuk membantu saudaramu. Dia harus menjadi kaisar yang kuat untuk menggantikan ayahmu kelak.” Isaac? Memangnya apa yang bisa ia lakukan untuk membantu? *** Tidak. Bisa – bisanya ia tidak curiga sedikit pun. Corvina belum masuk ke sana – di balik pintu besar itu, esensi kegelapan yang pekat berpadu dengan merah api menguar dengan liarnya. Namun, tidak ada yang menyadarinya selain Corvina. Satu hal yang Corvina sembunyikan dari keluarganya selama ini – ia dapat melihat dan merasakan energi kehidupan seseorang. Begitulah yang sekarang ia lihat dari pintu itu. Esensi gelap itu keluar dari setiap celah yang bisa dilewatinya, seolah mencari mangsa yang siap untuk di lahap. “Corvina, masuklah. Kaisar sudah menunggu di dalam,” desak permaisuri saat melihat gadis itu tidak kunjung bergerak. “Apa ayah – benar-benar ada di sana?” tanya Corvina ragu. Esensi gelap bercampur merah itu bukanlah milik manusia. Ia belum pernah melihat esensi itu sebelumnya. Seorang ras iblis pun tidak memiliki esensi gelap yang bercampur merah seperti itu. Apa pun itu, pasti sesuatu yang mengerikan. “Tentu saja. Kau pikir aku berbohong?” Jejak kekesalan muncul di wajah permaisuri. “Ayo cepat!” Menarik paksa lengan Corvina karena tak sabar, menyeret kakinya menuju pintu itu. Ini bukan ruang untuk perjamuan makan dan kaisar tidak ada di sana. Corvina tidak tahu sejak kapan ruang makan ini berubah menjadi seperti aula dengan sebuah altar, ditambah ada kepala penyihir istana dan pangeran mahkota Isaac. Semua ini terlalu mencurigakan. Isaac tidak terlalu menyukai dirinya berada di satu ruangan dengan Corvina. Semua itu bukanlah objek penting bagi Corvina. Gadis itu masih mencari esensi gelap yang tiba – tiba menghilang saat pintu terbuka. “Yang mulia Putri.” Corvina segera tersadar dengan sapaan itu saat Kepala penyihir istana meminta mengikutinya ke arah altar. Lagi – lagi Corvina terdiam sehingga permaisuri mendekat dan mencengkeram lengannya “Menurutlah sekali lagi untuk malam ini, Corvina. Kau ingin dibenci selamanya oleh ayahmu?” desisnya di telinga Corvina. “Kenapa? Apa yang kalian ingin lakukan padaku? Di mana ayah?!” Corvina bernada cukup lantang, cukup membuat mata permaisuri melotot melihat gadis yang bahkan tidak bisa meninggikan suaranya. Atas keberanian apa gadis itu menentangnya sekarang?! “Corvina ...” Isaac mendekat dengan amarah. “Kau tahu kenapa kau lahir tanpa kekuatan? Karena kau ditakdirkan menjadi persembahan!” Pangeran dengan rambut pirang itu berkata dengan nada rendah sambil mencengkeram kedua rahang sang putri. Corvina terpaku sampai dua orang penjaga mulai menahan kedua lengannya untuk menyeret kakinya ke atas altar. Persembahan? Hal itu hanya dilakukan dengan membunuh korbannya. Esensi gelap itu – apakah memang milik iblis? Bantuan yang dimaksud permaisuri adalah pengorbanan? Tidak! Aku tidak akan mati dengan menyedihkan juga. Sudah kubilang, kan, jika aku tidak mau mati, apalagi untuk orang – orang seperti mereka! “Lepas! Lepaskan aku!” Gadis itu akhirnya memberontak sekuat tenaga. “Bukankah kau ingin berguna, Corvina?!” Permaisuri memekik marah. Tidak! Ia tidak pernah ingin begitu. “Bunuh saja dia sekarang,” perintah Isaac. “Tidak boleh, Pangeran. Iblis tidak menyukai orang mati.” Kepala penyihir tidak setuju. Begitu? Bukankah ini sebuah kesempatan? Dengan kesempatan yang ada Corvina mendorong salah satu penjaga hingga terjatuh karena kelengahannya. Gadis itu menarik pedang penjaga lainnya, lalu mengarahkan ke lehernya sendiri. Mereka tidak akan mendekat jika seperti ini, kan? “Putri!” “Sial! Ikat dia,” perintah Isaac murka. Tidak, aku harus pergi – sebelum mereka menggunakan sihir padaku. “ADA APA INI?” Suara lantang itu segera menarik perhatian semua orang. Kaisar dengan wajah murka berdiri di ambang pintu. Harapan seketika muncul dalam benak Corvina. Meski sang kaisar tidak menyukainya, laki-laki itu tidak akan membiarkan putri kekaisaran menjadi kor —. “Putri memberontak, Yang Mulia,” kata permaisuri yang segera menyadarkanku akan kenyataan yang seharusnya. “Corvina, menurutlah! Jauhkan benda itu dari lehermu,” perintah Kaisar. Jadi – ia benar–benar telah dibuang? Benar, ayahnya itu tidak pernah menyayanginya. Semua orang – ingin ia mati saja, kan? “Persembahan dilakukan untuk menerapkan sihir gelap. Ayah mendukung kakak untuk bersekutu dengan iblis? Jika seluruh rakyat tahu kekaisaran menganut sihir gelap, bukan hanya aku, tapi kepala kalian semua akan berada di tiang gantung!” Wajah Corvina mengetat karena marah. “BERANINYA KAU MENGATAKAN ITU DI DEPAN BAGINDA!” teriak Isaac. Pria itu pasti merasa terhina. “Cor – “ “TIDAK! AKU TIDAK AKAN MATI DEMI SIAPAPUN! AKU MEMANG TIDAK TERLAHIR DENGAN SIHIR, TAPI HIDUP INI ADALAH MILIKKU, BUKAN MILIKMU!” “CORVINA!” “MENJAUH DARIKU, SIALAN!” Dilemparnya pedang di tangannya dengan asal di antara mereka dan menggunakan keterkejutan semua orang untuk keluar dari sana. Corvina berlari tanpa menoleh lagi. Gadis itu sempat melihat sang ayah menahan pangeran dan penjaga untuk mengejarnya, namun laki-laki itu sendiri yang kemudian bergerak untuk mengejar putrinya bersama seorang ksatria. Pada saat yang sama, esensi gelap mulai terlihat di sekitar tubuh Corvina – seperti asap hitam yang menyelimutinya, namun sangat berbeda dengan esensi gelap yang ia lihat tadi. Kali ini terlihat seperti milik orang lain lagi. “Putri menghilang!” “Dia masih ada di depanku beberapa detik lalu. Bagaimana bisa? Anak itu tidak bisa menggunakan sihir.” Kemarahan sang ayah sangat jelas di pendengaran Corvina. Menghilang? Ia bahkan belum berlari sangat jauh sehingga laki-laki itu masih dapat menjangkau tempatnya saat ini. Tunggu – apa karena? Corvina memperhatikan asap hitam ini lagi.Siapa kau? ~°~"Salam kepada Baginda kaisar." Pangeran kedua memberi salah pada kaisar negeri ini. "Kemarilah. Tidak perlu formal lagi." Setelah mengusir para pelayan. "Baik, Ayah." Helios menegakkan kembali tubuhnya. "Bagaimana kondisimu?" tanyanya kemudian. Kamar ini telah dipenuhi oleh aroma obat-obatan bersama kondisi kaisar yang terlihat tidak baik. Tubuhnya lemah dan wajah pucat yang mulai kurus. "Tidak ada perbedaan," jawab kaisar Zeron, mencoba bangkit perlahan dari ranjangnya. Helios bergerak membantunya duduk setengah berbaring. Barulah saat itu kaisar menyadari sesuatu. "Tanganmu sudah sembuh?" Kaisar menatapnya tidak percaya. "Ah, ini ..." Helios terdiam sesaat. "Seseorang berbaik hati menyembuhkannya." "Dalam sehari? Bahkan pendeta agung butuh berbulan-bulan. Siapa pendeta itu? Pasti baik untuk merengkrutnya." Kaisar tampak bersemangat. Jangan sia-siakan bakat luar biasa itu. "Aku tidak yakin, Ayah." Helios ragu-ragu. Ia bahkan tidak mengetahui identitasnya dengan pas
Dahulu kala, ada manusia yang sederhana, cantik, dan lembut tutur katanya. Saat ia muncul, semua orang tersenyum untuk menyapanya. Ia wanita tercantik yang membuat semua orang terpesona. Sampai akhirnya, ia bertemu sosok mengerikan dari bangsa iblis. Saat semua orang ketakutan terhadapnya, gadis itu justru mengulurkan tangannya yang suci pada iblis yang kotor. "Memangnya itu aneh? Manusia dan iblis hanya berbeda ras saja." "Iya," jawab Theron datar. "Dua bawahan mu adalah iblis. Tentu saja tidak aneh bagimu." "Aku minta kau bercerita tentang ibuku, bukan kisah manusia dan iblis!" Corvina sudah cukup kesal sejak awal. Theron mendekatkan wajahnya. "Aku menceritakan ibumu, Bodoh!" Disertai sentilan cukup keras di dahinya. "Kau!" "Ibumu punya jiwa yang bersih, mungkin itu sebabnya kau dianugerahi esensi cahaya. Kau pasti tidak ingat, tapi ibumu adalah seorang saintess." Theron melanjutkan. "Saintess? Dia seorang putri kerajaan. Apanya yang wanita suci." "Dia wanita s
"Salam kepala Yang mulia Grand Duchess. Nama saya Ivy. Dulunya saya seorang budak yang dibeli oleh Yang mulia Grand Duke. Saya akan menjadi pelayan Anda mulai sekarang." Wanita bernama Ivy sedikit membungkuk dengan pandangan ke bawah."Budak? Aku suka gadis yang terus-terang sepertimu." Wanita yang menjadi nyonya barunya itu mengulangi dengan suaranya yang halus dan terdengar lembut. Ivy belum berani menatap wajahnya, namun ia melihat saat kaki jenjang sang nyonya berhenti di depannya."Terima kasih, Nyonya." Entah mengapa atmosfer di ruangan ini sedikit mencekiknya sejak ia masuk. Pantas saja pelayan lain takut untuk berhadapan dengan nyonya mereka dalam waktu yang lama."Iblis itu memilih pelayan yang cantik." Deg! Ivy masih menunduk. "Kau punya telinga yang cantik ... sayang sekali tidak ada yang bisa melihatnya, bukan?" "Saya tidak mengerti maksud Anda, Nyonya." Ucapan itu membuat Ivy menjadi waspada dan menahan diri, namun saat tangan Corvina hendak menyentuh telinganya, Ivy
Di suatu tempat di istana kekaisaran, seorang gadis berdiri di antara rak – rak yang mengoleksi ribuan buku di dalamnya. Perpustakaan yang hanya bisa dimasuki oleh anggota kerajaan – menyimpan berbagai pengetahuan dan sejarah kekaisaran di masa lalu. Dengan kemampuannya, Corvina dengan mudah masuk ke dalamnya tanpa perlu ketahuan oleh penjaga di luar. “Apa yang Anda cari, Ratu? Biar saya membantu.” Lucien bergerak ke sana – kemari tanpa berminat menyentuh buku – buku di sana. Jangan tanya di mana Leucos. Pria itu harus kembali ke kastel terlarang untuk memantau keadaan setiap saat. “Diamlah!” Corvina menelusuri setiap buku dengan judul – judul seperti, “Sejarah Kekaisaran Acheron”, “Silsilah Keluarga Bangsawan”, dan apa saja yang sekiranya berhubungan dengan dirinya di masa lalu. Mungkin saja ia bisa mendapat jawaban atas kelahirannya yang abadi. Kehidupan pertama – kapan tepatnya ia lahir, seperti apa ibu dan keluarganya, seperti apa dirinya di mata sejarah, dan sebagainya. M
Bulir - bulir keringat mengalir dari pelipis Corvina yang langsung terbangun. Dadanya naik turun karena nafas yang memburu cepat. Apa yang terjadi? Apa yang terjadi pada ibunya setelah itu? Kenapa ingatan itu terputus tanpa ia tahu apa yang terjadi selanjutnya?! "Achlys," panggil seseorang yang baru saja masuk, membuat Corvina mengangkat kepalanya ke asal suara."Kau mengingat mimpi buruk lagi?" Theron mencoba menyentuh rambut perak panjangnya yang tergerai bebas dan sedikit basah oleh keringat. "Kau tidur sejak siang hingga malam —""Apa yang kau lakukan?" Suara Corvina hampir menyerupai gumaman. Theron mengangkat sebelah alisnya, heran. "Apa yang kau lakukan pada ibuku?" Nadanya kini berubah dingin. Sosok itu — sosok yang ia lihat dalam ingatan lamanya, sosok yang menggunakan wujud iblis dengan sayap hitam besar di punggung serta tanduk kecil di atas kepalanya. Dia — Theron Eryx sang Raja kegelapan. "Ibumu?""Kita bertemu di kehidupan pertamaku," desis Corvina tajam. "Kau — kau
Corvina membuka matanya perlahan. Suara – suara burung kecil yang berkicau di pepohonan, serta angin sepoi – sepoi yang sejuk membawa aroma bunga – bunga liar menyadarkannya bahwa dirinya kini berada di atas padang rumput yang luas.Apa ini? Baru saja tertidur di kamarnya sebagai Grand Duchess. Apa kenangan ingatan lagi? Dirinya baik – baik saja sebelumnya.Perlahan, ia bangkit. Tempat ini sungguh asing, namun tidak dapat menyangkal bahwa ini adalah tempat paling indah yang pernah ia lihat. Padang rumput? Tempat ini lebih cocok disebut ladang bunga.Corvina mengedarkan pandangannya, kemudian menyadari ada orang lain di sana. Seorang gadis kecil terkikik pelan sambil bersembunyi tidak jauh darinya. Sebenarnya ingatan apa ini?“Achlys ... kau di mana?” Seruan itu membuat Corvina mencari asal suara.Achlys? Corvina kemudian melihat seorang wanita datang, seperti mencari seseorang. Wanita itu memilik rambut perak seperti bulan dan mata birunya yang berbinar indah.Ibu?“Achlys ... jangan