“Apa yang ingin kau tanyakan?” Elina menatap penuh penasaran pada Dariel yang sekarang memasang wajah serius. “Di apartemen mana kau tinggal? Aku harus tahu agar bisa mengantarkanmu, kan?” “Oh! Benar. Aku lupa memberitahumu…” Elina terkekeh. Dia baru ingat bahwa sejak tadi dia sama sekali belum menjelaskan dimana dirinya tinggal. Elina lalu bergerak di samping Dariel. Mendampinginya sambil kembali mengobrol. Saat mereka melanjutkan perjalanan, Elina tidak bisa menghapus senyuman dari wajahnya. Dariel, si polisi yang tampan dan berwibawa telah memberinya pengalaman yang tak terlupakan untuknya. "Ternyata jadi polisi itu menarik juga, ya?" ucap Elina sambil mengalihkan pembicaraan. "Terkadang memang begitu. Tapi tentu saja tidak semua hari seindah ini." Dariel tertawa menanggapi kalimatnya. “Kau benar-benar pahlawan sejati." "Jangan memujiku berlebihan. Aku hanya melakukan tugasku.” “Tapi kau sungguh keren, tadi!” “Benarkah? Terima kasih atas pujianmu.” Pertemuan dengan Dariel e
Dariel menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke arah apartemen tempat Elina tinggal; memperhatikan bangunan itu dengan seksama. Tak lama kemudian perhatiannya beralih pada buku catatan kecil yang baru saja dia keluarkan dari dalam kantongnya. Dariel membuka halaman yang sudah diberikan tanda olehnya. Di catatan itu tertulis sebuah kalimat penuh misteri yang sampai sekarang masih mencoba untuk dia selidiki. ‘26-10-22. 01.32 PM Sebuah kebakaran terjadi di gedung utama E-tech. 145 korban meninggal, 70 korban luka-luka, dan 10 diantaranya mengalami gangguan pernapasan parah akibat terlalu banyak menghirup asap. Korban utama dalam insiden ini adalah Jaxon Emberglow, 29 tahun. CEO perusahaan E-Tech. Menurut laporan kepolisian, sebelum meninggal, Jaxon sempat mengalami penganiayaan di kantornya hingga mengalami pendarahan cukup parah. Setelah dilakukan otopsi, dan olah TKP, ada banyak luka pada tubuh korban. Hal ini menyebabkan dugaan polisi terhadap penganiayaan yang dialaminya semakin ku
Beberapa bulan yang lalu… Dariel menggeser perlahan mobil patroli di sudut gelap pinggir kota, mengawasi sebuah pertemuan gelap yang berlangsung di luar pandangan umum. Di bawah sorotan lampu jalanan yang remang-remang, sekelompok orang berkumpul, membaur dengan bayang-bayang yang mencurigakan. Dariel memandang dengan serius, tangan kanannya sudah siap memegang pistolnya yang tersembunyi di balik jaket. "Tidak ada ruang untuk kesalahan," bisik Dariel kepada rekan setimnya, Alex, yang duduk di sebelahnya. Mereka berdua sudah merencanakan penangkapan ini selama berminggu-minggu. Saat mereka bersiap-siap melangkah keluar dari mobil, cahaya bulan penuh menerangi jalanan dan menyelimuti kota dalam keheningan malam. Mereka mendekati kelompok tersebut dengan langkah hati-hati. Mereka bisa merasakan detak jantung mereka yang semakin intens. Berpacu dengan begitu cepatnya. Merasakan adrenalin yang begitu menantang ketika atmosfer di sekitar terasa begitu mencekam. Namun kelompok tersebut leb
Dariel memandang tajam ke arah tersangka yang duduk di hadapannya, ruangan interogasi penuh dengan ketegangan yang tak terucapkan. "Katakan yang sejujurnya, dimana anak buahmu yang lain!" ujar Dariel dengan penuh keyakinan. Tersangka, yang tampak lesu namun tetap membentengi dirinya, menjawab dengan tajam, "Aku sudah katakan, tidak ada yang tersisa. Semua sudah tertangkap. Aku berkata jujur." Dariel tersenyum tipis, mengambil sebuah buku catatan dari meja di depannya. "Apa kau yakin bahwa tidak ada yang kau sembunyikan? Aku menemukan ini di lokasi tempat kau beroperasi, dan aku tidak sengaja melihat bayangan seseorang yang melintas ketika kami sedang menangkapmu. Tapi begitu aku mengejarnya, sosok itu sudah menghilang, dan hanya meninggalkan buku ini di tanah. Sepertinya ini terjatuh," kata Dariel sambil meletakkan buku itu di antara mereka. Tersangka menggeleng mantap. "Aku tidak tahu apa-apa tentang buku itu. Mungkin milik orang lain yang lewat di sana. Aku tidak punya waktu untuk
Saat ini… Dariel masih diam termangu sambil memandang keluar jendela. Pikirannya masih dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan yang terus bermunculan mengenai siapa sosok pemilik buku yang ditemukannya saat itu. Bahkan sejak kejadian itu, segala sesuatu yang tertulis di buku catatan itu menjadi nyata, dan pada akhirnya Dariel serta rekan anggotanya yang lain menggunakan buku itu sebagai pegangan mereka agar mereka bisa mencoba menghentikan setiap bencana di masa depan terjadi. “Sudah sangat lama kita mencari tapi kita tidak pernah sekalipun menemukan petunjuk mengenai pemilik buku itu. Bahkan kita sudah mendatangi setiap orang yang tertulis di sana, namun hasilnya tetap sama. Tidak ada seorangpun dari mereka yang tahu tentang pemiliknya, kan? Bahkan kita juga mencoba mengecek keterlibatan antara tersangka yang satu dan yang lain, dan mereka sama sekali tidak memiliki hubungan atau keterlibatan apapun. Bisa dikatakan orang-orang pelaku kejahatan di buku itu tertulis secara acak.” Gr
Barbara melangkah keluar dari dalam kafe tempat terakhir dia meninggalkan buku catatannya. Senyuman terukir di wajahnya. Dia sungguh senang karena buku catatan berisi seluruh idenya tidak hilang, dan sekarang dia bisa kembali ke rumah untuk melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai. “Untungnya aku bisa menemukan buku ini. Kalau sampai hilang lagi, maka aku tidak tahu apa yang akan terjadi.” Barbara memandangi buku di tangannya. Dia terus melangkah menyusuri trotoar dan mencoba untuk mencari taksi untuk pulang. Namun baru saja Barbara berhenti, matanya secara tidak sengaja melihat Dariel yang saat ini sedang berdiri di depan salah satu gedung perkantoran yang terletak tepat tidak jauh dari tempat Barbara berada saat ini. Carla yang merasa penasaran dengan apa yang sedang dilakukannya lantas menghampiri Dariel di sana. “Dariel!” panggilnya yang dalam sekejap membuat lamunan pria itu buyar. Dariel menoleh ke arah Barbara yang kini berhenti di hadapannya. “Barbara? Hai!” “Sedang berp
“Darimana kau mendapatkan buku ini?” “H-huh? Memangnya kenapa?” Barbara sungguh tidak mengerti ada apa dengan reaksi Dariel barusan. “Katakan saja padaku dimana kau mendapatkan buku catatan ini?” “Itu…” * Dariel menyodorkan soda kaleng di tangannya pada Barbara. Wanita itu langsung meraih dan meneguknya pelan. Matanya masih tertuju pada buku catatan yang sangat mirip dengan miliknya, bedanya buku yang dia pegang saat ini adalah milik Dariel. “Jadi itu alasanmu berdiri di depan gedung E-Tech?” tanya Barbara sambil beralih pandang pada Dariel. Pria itu menganggukkan kepalanya. Dia saat ini duduk di sebelah Barbara. Mereka berada di taman tak jauh dari gedung E-Tech berada. Setelah melihat buku catatan yang Barbara pegang, Dariel mau tidak mau harus menjelaskan semuanya walaupun terdengar tidak masuk akal. Dia melakukan ini agar bisa menemukan petunjuk mengenai pemilik buku catatan misterius yang dia temukan. “Ya, dan seperti yang tertulis di sana, kejadiannya pasti akan benar-bena
“Bagaimana? Apakah kau menyukainya?” tanya Elina sambil memandang Alvin dengan wajah penasaran. Wajah lelaki itu langsung berubah cerah ceria begitu melahap makanan buatannya. “Kau memang luar biasa hebat dalam memasak! Aku sungguh menyukainya. Ini sangat enak.” Alvin tersenyum lebar sambil mengunyah makanannya dengan penuh semangat. Pria itu memang sungguh sangat senang karena Elina sudah membuatkannya makan malam seperti yang sudah dia janjikan sebelumnya. Setidaknya ini berhasil menghibur Alvin sebelumnya sempat merasa kecewa dengan Elina. Alvin tadinya berharap Elina membuatkannya sarapan, tapi karena Elina sibuk harus pergi bekerja, dia jadi terpaksa harus menerima keputusan Elina saat dia bilang akan membuatkannya makan malam sebagai gantinya. “Omong-omong, bagaimana dengan hasil pemeriksaanmu hari ini? Apakah kau sudah tahu kapan kau akan keluar dari rumah sakit?” “Dokter bilang kondisiku sudah semakin membaik, tapi dokter belum menjelaskan padaku kapan aku boleh pulang.” “O