Share

4. Ingatan Kejadian Semalam

Tadi malam…

“Pak, anda harus berhati-hati atau anda akan mati!”

“Hey! Kau sudah gila? Kenapa kau bicara seperti itu padanya? Kau menyumpahinya mati?” kata Alvin dengan wajah kesal. Kali ini apa yang dikatakan wanita itu sudah sangat keterlaluan dan tidak bisa ditoleransi lagi oleh Alvin. Elina tidak lagi mengatakan hal yang tidak jelas, dia bahkan sampai mengatakan hal yang tidak seharusnya.

Kalau aku terus membiarkannya ada di sini, pasti akan terjadi masalah. Elina pasti akan mengatakan hal yang lebih buruk dari ini. Lebih baik aku membawanya pulang sekarang, pikir Alvin yang segera mengangkat tubuh Elina dan membawanya pergi dari sana.

“Dia akan mati…”

“Diam! Berhentilah bicara seperti itu!” tukas Alvin yang segera membawa Elina menghampiri mobilnya yang terparkir di sana. Alvin lalu membaringkan tubuh Elina di dalam mobil sementara dia menghubungi Corwin, meminta lelaki itu untuk segera datang ke tempatnya berada. Begitu lelaki itu datang dengan menggunakan taksi, Alvin segera memintanya untuk membawakan mobil Elina sementara dia membawa mobilnya sendiri dengan Elina di dalamnya. Mereka pergi dari sana menuju apartemen tempat tinggalnya yang terletak beberapa blok dari Jc Bar milik Jeremy.

*

Ucapan wanita mabuk yang tak sengaja ditemuinya di depan Jc Bar itu entah kenapa terus terngiang di benaknya. Nicolas jadi sama sekali tidak bisa fokus menyetir karena terus teringat ucapannya.

Mungkin karena beberapa hari terakhir aku nyaris mengalami kecelakaan, aku jadi bersikap paranoid hanya karena ucapan wanita itu. Sudahlah, berhenti memikirkannya. Itu hanya akan membuatku cemas tanpa alasan. Lebih baik aku fokus menyetir agar aku bisa segera sampai di rumah. Dengan begitu aku bisa segera beristirahat. Nicolas menggelengkan kepalanya. Dia mencoba untuk memfokuskan perhatiannya untuk menyetir.

Malam sudah semakin larut, dan dia sudah benar-benar lelah. Ingin segera pulang untuk beristirahat. Gara-gara sopir yang dipekerjakannya tidak masuk hari ini, Nicolas mau tidak mau harus menyetir sendiri. Padahal dia masih merasa takut untuk menyetir sendiri gara-gara insiden beberapa waktu yang lalu ketika dia nyaris mengalami kecelakaan bahkan lebih dari satu kali. Beruntung dia masih bisa selamat dari maut yang mengincarnya.

Perhatian Nicolas tiba-tiba saja beralih saat ponselnya yang mendadak berbunyi. Lelaki itu melirik pada benda yang tergeletak di dashboard mobilnya itu. Ada panggilan masuk dari seseorang. Nicolas yang melihat nama pemilik kontak itu terdaftar di buku telepon ponselnya lalu segera menyambungkan panggilan telepon itu dengan earphone Bluetooth miliknya. Tapi saat sedang sibuk menyambungkannya, secara mendadak cahaya yang begitu menyilaukan muncul di depannya hingga membuat konsentrasinya buyar.

Nicolas mendongak, tapi belum sempat dia sadar apa yang mengganggu pandangannya, secara tiba-tiba mobilnya menghantam kendaraan lain yang melintas berlawanan arah dengannya dalam kecepatan tinggi. Dia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk mengelak, dan akibat kejadian itu, mobilnya terseret hingga beberapa meter sebelum akhirnya dia tewas di tempat kejadian bersama pengendara mobil lain yang bertabrakan dengan mobilnya.

Kejadian itu segera diketahui oleh polisi ketika beberapa anggota kepolisian sedang melakukan patroli malam dan kebetulan melintas di sana. Malam itu juga mereka segera menghubungi pihak rumah sakit untuk melakukan evakuasi korban. Dan hanya dalam sekejap, para jurnalis dan pemburu berita berdatangan untuk meliput kejadian itu secara langsung untuk siaran mereka.

*

Karena jarak yang tidak terlalu jauh dari Jc Bar, Alvin bisa dengan cepat membawa Elina pulang. Tiba di apartemen, dia segera meminta Corwin pulang karena tugasnya membawa mobil Elina sudah selesai. Alvin meminta Corwin untuk menggunakan mobilnya karena malam semakin larut dan akan sulit untuk menemukan taksi lain yang beroperasi di tengah malam. Karena Corwin pikir besok dia juga akan datang dan menjemput Alvin, dia jadi tidak menolak saat bosnya memintanya untuk membawa mobil itu.

Alvin segera membawa Elina naik menggunakan elevator. Karena Elina tidak bisa berjalan dengan benar, Alvin dengan terpaksa harus menggendong wanita itu lagi. Dia menggendongnya di punggung, lalu membawanya ke lantai dimana mereka tinggal. Namun alih-alih diam, Elina malah meronta sambil berteriak meminta untuk diturunkan. Wanita yang dalam keadaan tidak sadarkan diri itu malah meracau dan menuduh Alvin menculiknya. Bahkan Elina melakukan perlawanan dengan menjambak rambut Alvin hingga membuat lelaki itu berteriak kesakitan.

“Arghh! Kau benar-benar jadi aneh saat kau sedang dalam keadaan tidak sadarkan diri.” Alvin meringis sambil menurunkan Elina dari gendongannya. Dia mengusap rambutnya yang terasa sakit akibat dijambak oleh Elina dengan cukup keras.

Alvin menurunkan Elina. Dia melirik pada Elina yang sekarang berdiri dengan sempoyongan. Wanita itu tampak tidak bisa berdiri dengan benar akibat pengaruh alkohol. Bahkan sekarang dia bersandar pada dinding dengan kaki lemas hingga terlihat nyaris jatuh dalam waktu singkat.

“Berikan aku tanganmu! Kau menggunakan sidik jari sebagai akses masuk juga, kan?” Alvin menarik tangan Elina. Namun wanita itu sungguh tidak bisa diam sampai-sampai membuat Alvin kesulitan menempelkan jarinya di layar.

“JANGAN BERANI MENYENTUHKU!” teriak Elina sambil menatap Alvin dalam keadaan teler.

“Dengar! Aku hanya ingin membuka pintu. Karena aku tidak tahu sandi pintu apartemenmu, jadi aku mencoba menggunakan sidik jarimu. Dan lagi, kau menggunakan jari yang mana untuk mengakses pintunya agar terbuka?” Alvin akhirnya berhasil menempelkan jari Elina. Tapi jempol yang dia kira terdaftar sebagai akses masuk ternyata tidak terdeteksi, itu artinya Elina menggunakan jari lain untuk mengakses pintunya. Baru saja Alvin hendak mencoba menggunakan jari lain, Elina langsung menepis tangannya dengan kasar.

“AKU BILANG JANGAN MENYENTUHKU!” teriak Elina. Tubuh wanita itu tidak seimbang sampai nyaris terjatuh, tapi beruntung Alvin begitu cekatan dan berhasil menangkap tubuhnya sebelum tersungkur di lantai

“Kau sungguh menyusahkan dalam keadaan tidak sadarkan diri seperti ini. Lain kali lebih baik jangan minum kalau kau tidak bisa menguasai dirimu sendiri!” ujar Alvin. Alih-alih mendengarkan, Elina justru malah diam sambil memandangi Alvin yang jarak wajahnya saat ini begitu dekat dengan wajahnya. Alvin dan Elina beradu pandang satu sama lain, untuk sesaat Alvin terkesima melihat kecantikan Elina. Terlebih dalam jarak yang sedekat ini, dia merasa bahwa Elina terlihat lebih cantik.

“Kau tampan…” Elina tersenyum dengan tangan yang tiba-tiba mengusap wajahnya. Alvin membelalakan mata, dia terkejut karena Elina tiba-tiba saja menyebutnya tampan sambil tersenyum seperti sekarang, dan apa yang Elina lakukan tanpa sadar membuat jantungnya berdebar.

Elina tanpa aba-aba menarik tengkuknya, berjinjit dengan kakinya, lalu mendaratkan bibirnya pada bibir Alvin. Mencium dan melumatnya hingga membuat Alvin syok dengan apa yang baru saja dia lakukan. Saat untuk pertama kalinya Alvin merasakan sentuhan lembut dari bibir Elina, dia merasakan jantungnya berdebar semakin hebat. Tapi tanpa sadar, dia melepaskan dekapannya pada Elina saking terkejutnya. Hal itu membuat Elina yang masih belum bisa menyeimbangkan diri spontan tersungkur jatuh di lantai.

 “BERANI SEKALI KAU MENGAMBIL KESEMPATAN!” teriak Alvin tanpa sadar. Entah kenapa dia jadi membentak Elina padahal dia sendiri sangat menikmati apa yang baru saja Elina lakukan padanya.

“ARGHH! KENAPA KAU MENJATUHKANKU!” Elina meringis, dia menatap Alvin dengan wajah kesal.

“KAU SENDIRI YANG SALAH KARENA BERANI MENGAMBIL KESEMPATAN. SUDAHLAH BERHENTI BERTINGKAH ANEH DAN BERIKAN AKSES MASUK KE APARTEMENMU!” Alvin jadi sama sekali tidak bisa berpikir jernih. Apa yang Elina lakukan tanpa sadar sudah membangunkan sisi liarnya yang sejak awal mencoba untuk Alvin tahan. Elina sungguh tidak peka, kalau dia melakukan sesuatu seperti itu sekali lagi, Alvin tidak jamin itu akan baik untuknya.

Karena tidak ingin menunggu lama, dan tidak mungkin membawa Elina ke apartemennya dalam kondisi dirinya yang sulit berpikir jernih juga, Alvin akhirnya tidak memiliki pilihan lain selain mengeluarkan seluruh isi tas Elina dan menggunakan kartu akses manual yang dimilikinya. Beruntung apartemen mereka menggunakan tiga jenis akses sebagai perlindungan untuk setiap unitnya.

Alvin menggeledah isi tas Elina hingga akhirnya menemukan kartu yang dicarinya. Saat dia menggeledah isi tas Elina, wanita itu sempat kembali memberontak dan berteriak memintanya untuk tidak melakukan itu. Tapi apa yang dia lakukan tidak lantas menghentikan Alvin menemukan kartu tersebut.

Alvin segera membuka pintu dan menarik Elina, membawanya masuk agar dia bisa cepat pulang setelah menyelesaikan tugas yang diberikan Jeremy. Tapi Elina lagi-lagi berteriak dan menuduhnya sebagai penculik karena membawa wanita itu masuk ke dalam sana. Elina bahkan menyerang Alvin menggunakan tasnya hingga membuat beberapa barang terlempar keluar dan berserakan di lantai dari pintu masuk hingga tiba di kamarnya.

“TURUNKAN AKU! DASAR PENCULIK!” teriak Elina yang terus memukul Alvin menggunakan tas yang isinya sudah kosong. Alvin membaringkan tubuh Elina begitu tiba di kamarnya. Menjatuhkan wanita itu di atas ranjang lalu merebut tasnya.

“Diam! Siapa yang menculik seseorang masuk ke apartemennya sendiri?! Dasar konyol!” Alvin akhirnya berhasil membuat Elina kelelahan. Setelah merebut tas dari tangannya dan membaringkan tubuh wanita itu, Alvin lalu membantunya melepaskan sepatu yang masih terpasang di kakinya.

Saat Alvin melepaskan sepatunya, Elina sudah mulai bisa tenang. Wanita itu sepertinya sudah sangat kelelahan, dan bahkan kini dia mulai tertidur tanpa banyak berteriak lagi.

Alvin menghela napas lega, akhirnya perjuangan panjangnya membawa Elina pulang selesai. Alvin kini hanya perlu memastikan wanita itu tertidur dengan nyaman. Dia menarik selimut hingga menutupi tubuh Elina.

Alvin terdiam saat dia melihat Elina yang begitu tenang setelah berteriak sampai lelah. Wanita itu tampak lebih cantik ketika dia dalam keadaan setenang ini. Untuk sesaat, Alvin kembali dibuat terpesona oleh kecantikannya. Entah kenapa, tapi Alvin merasa Elina memang wanita yang memiliki tempat istimewa di mata dan hatinya sejak awal.

Perhatiannya tiba-tiba beralih pada bibirnya. Jantung Alvin berdebar lebih kencang saat dia memperhatikan bibir Elina dari jarak yang sedekat ini. Bibir itu tadi baru saja mencium dan melumatnya dengan begitu bernafsu hingga membuat Alvin nyaris kehilangan kesadaran dan kontrol dirinya. Kalau diperhatikan, Elina memang memiliki bibir yang dia sukai, tidak! mungkin lebih dari itu. Elina memiliki setiap hal yang Alvin sukai dalam dirinya.

Kulit putih bersih yang begitu mulus, bibir mungil yang lembut dan tampak begitu menggoda, kelopak mata yang indah, rambut hitam panjang yang selalu tergerai dengan aroma harum yang khas, dan proporsi tubuh yang sempurna. Setiap inci tubuhnya membuat Alvin tergila-gila. Bahkan nyaris membuatnya beberapa kali tanpa sengaja membayangkan sosoknya ketika dia sedang bercinta dengan wanita lain.

Alvin tersadar. Dia menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Atmosfer disekitarnya mulai terasa tidak baik untuknya. Kalau memandangi Elina terlalu lama seperti ini, Alvin akan merasa lebih bergairah, dan mungkin bisa sampai membuatnya kehilangan kendali. Alvin tidak ingin itu terjadi, karena bagaimana pun, dia tidak ingin menyentuh wanita tanpa izin dari pemilik tubuhnya sendiri. Dia lelaki terhormat yang hanya akan menyentuh wanita tanpa memaksanya.

Lebih baik aku pergi sebelum aku kehilangan lebih banyak akal sehatku, pikir Alvin. Dia bangkit dan bersiap untuk pergi, tapi baru saja Alvin berbalik, Elina tiba-tiba terbangun. Wanita itu tanpa aba-aba langsung menarik pergelangan tangannya hingga membuat Alvin tertahan. “Kau pikir kau akan pergi kemana?”

Alvin menoleh pada Elina. Tadinya Alvin pikir Elina sudah benar-benar tertidur, tapi ternyata wanita itu masih membuka matanya, dan bahkan sekarang dia sedang memandangnya. Baru saja Alvin mencoba melepaskan cengkraman tangan Elina, wanita itu mendadak menariknya hingga Alvin terjatuh di atasnya.

Alvin terdiam dengan tangan bertumpu pada ranjang. Mencoba menahan dirinya agar tidak menabrak tubuh Elina, karena jujur saja, wajahnya sekarang berada tepat di depan wajah Elina. Hanya beberapa sentimeter lagi saja, maka bibir mereka bisa bersentuhan. “Kau pikir aku akan membiarkan pria tampan sepertimu pergi begitu saja? Karena kau sudah di sini, kenapa kita tidak bersenang-senang dulu?”

Elina menyeringai. Dia mengalungkan tangannya di leher Alvin yang dalam sekejap berhasil membuat akal sehat Alvin benar-benar hilang. Alvin mulai merasakan bahwa dirinya sudah tidak lagi bisa menahan diri. Dia sudah mencapai puncak kesabaran menahan setiap godaan Elina yang terlalu menggoda untuk diabaikan.

Elina menarik Alvin dan kembali menciumnya. Namun pergerakannya kali ini terasa lebih bergairah, dan berhasil membuat Alvin kehilangan kendali sampai-sampai tanpa sadar membalas setiap gerakan bibirnya guna mengimbangi ciumannya.

“Kau sudah membuat kesalahan besar dengan terus menggodaku seperti ini. Aku sudah tidak lagi bisa mengontrol diriku, dan karena kau sejak awal seolah memberikan izin, maka aku tidak akan merasa sungkan lagi.” Alvin menarik Elina, menciumnya penuh gairah. Lalu apa yang terjadi selanjutnya adalah mereka benar-benar melakukan percintaan panas dengan keduanya yang tampak saling menikmati apa yang mereka lakukan.

*

Saat ini…

Wajah Elina berubah merah padam saat ingatan mengenai kejadian semalam mendadak bermunculan dibenaknya. Rasa malu sekarang menyelimutinya. Elina sungguh tidak bisa mengelak sekarang. Gara-gara ingatannya yang berhasil kembali, Elina jadi merasa malu karena sudah menuduh Alvin mengambil kesempatan padahal dia sendiri yang sejak awal tanpa sadar menggoda Alvin hingga membuat lelaki itu kehilangan kendali atas dirinya sendiri.

“ARGGHH!” Elina berteriak sangat kencang sampai membuat orang-orang di seisi taman rumah sakit menoleh ke arahnya.

Aku pasti sudah kehilangan akal! Bagaimana bisa aku melakukan hal seperti itu? Bisa-bisanya aku menggoda Alvin seperti seorang wanita murahan? Apakah hanya karena aku sudah terlalu lama sendiri dan merasa takut untuk menjalin hubungan membuatku kehilangan kontrol diri? Elina tidak habis pikir dengan apa yang dia lakukan semalam. Elina merasa, mungkin dia melakukan semua itu secara tanpa sadar karena selama ini dia sangat ingin menjalin hubungan dengan seorang pria. Berpacaran layaknya wanita lain seumurannya. Tapi karena rasa takut, dan hati kecilnya selalu meragukan semua lelaki yang mendekatinya, dia jadi kehilangan kendali dan menggunakan Alvin yang bersamanya saat itu sebagai pelampiasan.

Elina bukannya tidak ingin berpacaran, tapi dia sungguh merasa ragu untuk memberikan kepercayaan pada para lelaki yang selama ini mencoba mendekatinya dan mengajaknya menjalin hubungan. Entah kenapa tapi hati kecilnya seolah selalu mengatakan bahwa dia bisa terluka kalau menjalin hubungan dengan lelaki manapun. Itu sebabnya, sampai saat ini, Elina sama sekali tidak pernah merasakan yang namanya pacaran.

Kalau kau sudah mengingat semuanya, kau berhutang permintaan maaf padaku!”

Ucapan Alvin saat di apartemen tadi mendadak muncul di kepalanya, membuat Elina seketika merasa bersalah karena sudah menuduh lelaki itu melakukan sesuatu yang bahkan tidak dia lakukan.

“Sekarang aku tidak akan bisa menemui Alvin karena terlalu malu!” Elina menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Dia jadi frustasi sendiri dengan apa yang terjadi.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status