Keesokan harinya di rumah sakit Alana terbangun dari tidurnya, ia merasakan beda sakit seluruh badannya dan di saat ingin bergerak ia merasakan tangannya ada yang memegangnya. Rasa sakit kembali menyusup di dalam hatinya, ia merasa sangat bersalah pada Reynar. Semua yang dialaminya dampak dari perbuatan Sinta. Seandainya, ia tidak mabuk dan menyetir mobilnya sendiri tentu semua kejadian ini tidak akan pernah terjadi. Ia masih bersama orang tua nya dan mungkin saja ia sudah lulus kuliah. Sekarang ia merasa sangat malu dan tak punya muka lagi untuk bersama dengan Reynar. Merasakan ada pergerakan Reynar terbangun. Ia menatap Alana dengan khawatir. “Aku panggilan dokter ya.” "Ga usah. Aku baik-baik saja," tolak Alana. Reynar menatap Alana dengan seksama. Ia memperhatikan wajah wanita yang dicintainya. Wajah Alana masih pucat dan tampak sayu. “Aku baik-baik saja Rey. Ga usah memanggil dokter,” ucap Alana lagi. “Ini bukan masalah kamu merasa baik-baik saja, tapi memang kamu haru
Mata Yudi terbelalak menatap wanita yang sedang meringis kesakitan sambil memegang kepalanya. “Kamu!” Seru Yudi tak percaya. “Hai Om,” sapa Julia.” "Ngapain kamu naik mobilku?" tanya Yudi dengan tak percaya. "Aku menumpang di mobilnya, Om. Aduh sakit loh Om kepalaku, kalau nyetir itu pelan-pelan Om, kayak balapan aja sih," keluar Julia. “Kamu ngapain numpang di mobilku. Keluar!" “Iya ... iya, aku keluar, tapi minta uang ya." Yudi menatap wanita calon istri Papanya dengan heran. "Ngapain minta uang sama aku, sana minta sama calon suamimu." "Idiih, mana mau aku nikah sama kakek - kakek tua itu. Mana kejam dan jahat lagi. Geli deh." "Terus kamu pikir aku itu baik? Yang kamu bilang kakek - kakek tua itu Papaku, loh." "Aku tahu kalau Om ini anaknya, tapi Om berbeda, Om itu baik." "Tahu dari mana aku baik?" "Om itu baik. Buktinya tadi Om menentang pernikahan menjijikkan itu, 'kan?" "Baru kamu yang bilang aku baik," gumam Yudi dengan pelan.
Di saat Alana sibuk dengan pemikirannya untuk pergi dari kehidupannya Reynar dan terlintas di dalam benaknya tentang meminta tolong pada Yudi, tiba-binti pintu kamar rawatnya terbuka. Betapa takjubnya Alana saat melihat kedatangan Yudi yang tampak bersinar seakan sebuah jawaban dari pertanyaannya.Mungkin aku bisa minta tolong Yudi untuk membantuku. Alana membatin.Kedatangan Yudi diiringi oleh Reynar dari belakang membuat sinar yang menyelimuti Yudi seakan sirna. Niatnya untuk memberitahukan tentang rencananya pada Yudi harus ditunda dulu demi semuanya menjadi lancar. Ia harus melakukan itu semua demi bayi dalam kandungannya. “Hai Lana. Gimana keadaanmu?” tanya Yudi. “Baik,” jawab Alana dengan wajah datar. Berbeda dengan Yudi yang tampak sumringah Reynar malah memperhatikan reaksi Alana. Bahkan Alana tidak mau melihatnya dan terlihat dingin padanya. Ia menjadi resah sendiri. Di dalam pikirannya, apakah Alana sudah tahu siapa dirinya yang sebenarnya sehingga Alana menjadi acuh. “K
Reynar masih di dalam kafe menikmati kopi yang mungkin bagi orang lain terasa begitu nikmat, tapi tidak untuknya. Ia sibuk dengan segala pemikirannya tentang Alana. Entah mengapa Alana seperti menghindarinya. Ia jadi khawatir apakah mungkin gadis itu tahu siapa dirinya. “Lebih baik aku ke ruang rawat Lana aja.” Reynar melangkahkan kakinya keluar dari kafe. Langkah kakinya terasa begitu berat. Ada keraguan di dalam setiap jejak-jejak kaki yang dilewatinya, tapi sebuah panggilan telepon membuatnya berhenti sejenak. Menatap layar di ponselnya untuk mengetahui siapa yang menghubunginya. Tertera nama Vena, Mamanya di layar telepon genggamnya. “Hallo Ma,” sapa Reynar. “Hallo Rey. Kamu lagi di mana, Nak?” tanya Vena. “Aku lagi keluar Ma. Ada apa?” “Bisa kamu ke rumah sebentar.” “Untuk sekarang belum bisa Ma.” “Tolonglah Nak pulang dulu. Ada yang ingin Mama bicarakan sama kamu. Pulang yaa Nak.” “Ada apa Ma? Sepertinya ada masalah yang serius.” “Nanti Mama jelaskan di rumah.” “Iya M
Setelah Reynar memutuskan komunikasinya dengan Yudi. Ia teringat dengan Julia, gadis tersebut tidak memiliki baju ganti. Ia menghubungi Joe untuk berbelanja pakaian wanita. Walaupun, kesal ia terpaksa membelikan Julia baju dari pada tidak berpakaian. “Pak kayaknya kaos ini bagus deh,” ucap Yudi memilih kaos berwarna hitam. “Pak, siapa sih yang mau dibeliin baju?” tanya Joe penasaran. “Nanti aku ceritakan kamu bantu aku pilih-pilih baju.” “Tapi gimana ukuran perempuan itu Pak? Tingginya seberapa? bentuk tubuhnya bagaimana? Kulitnya warna apa? Kalau salah pilih malah nanti jadi ga pantes.” “Hmm, usianya 18 tahun, tingginya standar sih, bodynya kurus, kulitnya putih, wajahnya cantik cuman ga terawat aja.” “Owalah masih remaja yaa Pak.” “Iya.” “Ya udah Pak, aku bantu pilihin.” “Ok.” “Pak ini kaos gambar permen warna merah muda lucu deh.” “Iya masukin aja ke keranjang,” ucap Yudi cuek. “Ini juga lucu loh Pak Yudi gambar boneka.” “Iya.” “Dressnya imut.” “Ambil aja yang menuru
Keesokan harinyaJulia membuka matanya, ia sangat bersemangat bangun dari tidurnya. Semenjak datang ke Ibu Kota baru kali ini ia tidur dengan begitu nyaman tanpa rasa takut. Saat ia melirik ke samping ada seorang pria di ranjang yang tidur bersamanya. "Aaaakhhh," teriak Julia dengan kencang membuat seorang pria yang berada disampingnya tersentak kaget. "Ada apa? Kenapa?" tanya Yudi dengan kebingungan sendiri. "Om... aaakh... ngapain Om ada di sini? mau berbuat tak senonoh ke aku ya? Mau berbuat mesum ke aku yaa?" tanya Julia dengan mata mendelik. "Siapa yang mau berbuat tak senonoh dan mesum sama kamu? Bilang sama aku biar aku hajar," ucap Yudi sambil mengepalkan tangannya. "Orang itu Om! Om jahat membuatku tak suci lagi, merenggut hartaku paling berharga, huaaah Om jahaaaat!" Julia berteriak sambil menangis. "Om jahat! Aku benci sama Om!" Yudi tersadar, ia baru ingat tadi malam tertidur disamping Julia, tapi tidak melakukan apapun pada gadis tersebut. "Heh! Kamu
Julia menutup matanya sambil mengerucutkan bibirnya seperti bebek agar bisa berciuman dengan Yudi, tapi tiba - tiba terdengar suara bentakan dari Yudi. Membuat Julia membuka matanya, ternyata ia hanya menghayal. "Heh! Kamu kenapa itu bibir kayak bebek begitu?" ujar Yudi yang merasa aneh, hal tersebut membuat Julia terkejut. Julia membulatkan matanya dengan refleks menutup bibirnya. Ia sangat malu sendiri dengan khayalannya bermesraan dengan Yudi. "Hei Lia, kamu pasti melamun jorok yaa? yaa ampun masih kecil, tapi pikiranmu jorok. Jangan berpikir aneh - aneh ga baik untuk pikiranmu. Umur masih segitu mikirnya untuk ke mana - mana." Julia sangat kesal mendengar perkataan Yudi juga kesal dengan lamunannya. Walau dia juga senang dengan hampir ciuman dengan Yudi walau hanya dalam khayalannya. ****Keadaan Yudi berbeda dengan keadaan Reynar. Laki-laki tampan tersebut bangun tidurnya merasakan sangat kelelahan. Walaupun masih mengantuk dan seakan tidak memiliki tenaga ia tetap
Penyesalan selalu datang terlambat. Kehilangan seseorang yang sangat berarti dan penting dalam hidup kita menyadarkan betapa sakitnya hati ini, bagaikan terkoyak mendera perasaan hati yang terdalam. Menuruti emosi dan hawa napsu yang hanya sesaat akan merugikan dalam setiap keputusan hidup dan penyesalan yang akan menjadi ganjaran atas semua perbuatan.Reynar segera datang ke rumah sakit untuk menemui Alana setelah dari kantor. Pertemuannya dengan Rendi membahas tentang beberapa masalah perusahaan yang menjalin kerjasama dengan Adiwangsa Group. Walau baru sebentar meninggalkan Alana demi pekerjaan. Ia sudah merindukan wanita yang cantik itu, bersama Alana membuatnya bahagia. Saat ia membuka pintu kamar rawat Alana, ia kebingungan sendiri. Ia tak melihat ada Alana berada di atas ranjang. “Ah, mungkin saja Lana di dalam kamar mandi,” ucapnya berjalan ke kamar mandi dan mengetuknya, tapi tidak ada jawaban. Ia membukanya dan tak ada siapapun di sana. Ia sangat terkejut tak menemukan Ala