Share

I Love You, Pak HRD!
I Love You, Pak HRD!
Penulis: classic penny

1.From Interview to Love

"Kerja, Nad. Berduka boleh, tapi nggak terus-terusan juga. Itu sama aja lo nggak nerima takdir Allah yang udah ngambil bokap lo. Dengan kerja 'kan seenggaknya lo nggak terlalu kepikiran almarhum."

Kalimat sakti dari Agung, teman satu sekolahku itulah yang membuatku bangkit dari mati suri. Duniaku baru saja runtuh setelah ditinggal papa selama-lamanya satu bulan yang lalu.

Makan hanya diingatkan. Kegiatanku di rumah hanya diisi dengan menangis dan menangis, teringat Papa setiap hari. Dan sayangnya, Papa itu anak tunggal. Jadi aku tak punya siapapun yang bisa aku panggil om, tante atau siapapun lah itu. Kakek nenek dari pihak papa sudah lama tidak ada dan.dan mamaku, sudah meninggal lima tahun lalu. Sama halnya dengan papa, mamaku pun wanita yang sebatang kara.

Oooh, betapa mengerikannya hidupku. Sepertinya tertakdir sendirian.

Aku yang terbiasa hidup sama papa tiba-tiba duniaku menggelap saat mendengar kabar bahwa papa meninggal karena kecelakaan tunggal.

Tapi, biarlah. Mungkin ini sudah takdir dari yang Maha Kuasa. Sekarang, aku akan mencoba bangkit.

Dan disinilah aku sekarang, di depan sebuah perusahaan properti yang sedang berkembang. Tiga hari lalu aku mengantar lamaran kerja dengan posisi sebagai Admin di kantor ini. Dan alhamdulillah, hari ini aku dipanggil. Semoga saja lolos seleksi.

Thanks to Agung yang sudah memberi informasi lowongan ini padaku.

Aku pun masuk. Sampai di depan salah satu ruangan khusus rekrutmen pegawai sepertinya, aku melihat sudah banyak para pelamar yang duduk menunggu. Lebih kurang sepuluh orang sepertinya. Tiga laki-laki dan tujuh perempuan termasuk aku. Semuanya sama, berpakaian formal khas pelamar kerja, hitam dan putih.

Aku merasa insecure saat melihat enam perempuan lain berdandan cantik dan sempurna. Sementara aku, hanya ber-make up ala kadarnya yang penting wajahku tidak pucat.

Keenam perempuan itu juga terlihat banyak pengalaman kerja sepertinya. Dan lagi-lagi, pikiran itu membuatku down. Aku sama sekali tak punya pengalaman kerja karena setelah lulus sekolah tiga tahun yang lalu, aku tak kemana-mana. Hanya di rumah mengurus papa yang seorang pensiunan TNI. Kalau papa sedang ada kerjaan menjaga proyek, aku dirumah saja, tak kemana-mana.

Tapi aku tak boleh menyerah. Teringat pesan papa padaku kalau kita tak boleh kalah sebelum perang.

Satu persatu para pelamar itu pun dipanggil masuk ke kantor HRD. Mungkin aku yang ada di urutan terakhir.

Satu hal yang ingin kubilang kalau proses perekrutan di perusahaan ini dimulai dari interview dulu baru psikotes.

Aneh. Walaupun aku belum pernah mengalami, tapi yang dari aku dengar dari teman-temanku yang sudah bekerja, bukankah psikotes dulu baru interview dengan HRD?

Ya tapi sudahlah. Aku bisa apa? Bukan aku yang punya perusahaan ini.

"Nadia Annisa Wardani?"

Namaku dipanggil. Hatiku berdebar luar biasa. Sumpah, aku belum pernah interview sebelumnya. Kalau kata Agung, saat ditanya HRD itu jangan jawab jujur-jujur amat. Harus berbohong sedikit biar keterima masuk kerja.

Ya, tapi masa aku harus bohong sih? Papa dulu selalu mengingatkanku agar selalu jujur agar hidup tidak hancur. (Sedikit meniru perkataan babe benyamin di film Si Doel Anak Sekolahan, karena papaku suka sekali dengan sinetron legenda itu.)

Ah, masa bodoh. Pokoknya pertanyaan dari HRD nanti akan kujawab sebisaku.

"Selamat Pagi."

Eh benar 'kan ini masih pagi?

"Pagi. Silahkan masuk."

Ruangan mini ini ... serius, suasananya mencekam sekali. Suhu ruangan mendadak dingin padahal tadi sebelum masuk aku kepanasan. Padahal HRD nya ganteng. Tapi aku kok serasa di penjara?

"Silahkan duduk."

Aku meremas-remas tanganku. Berusaha mewajarkan senyumku agar tak terlihat berlebihan di mata HRD ganteng ini.

Si HRD yang kubaca dari name tag nya bernama Rendra ini sudah melancarkan berbagai macam pertanyaannya padaku. Pertanyaan yang kebanyakan menjebak sekali. Ya, kalian tahu sendiri 'kan bagaimana sulitnya pertanyaan dari interviewer ?

Tinggal satu pertanyaan lagi.

"Kenapa kamu ingin bergabung dengan perusahaan ini? "

Ya karena mau punya uang, lah.

Tapi kata Agung, aku harus menjawab pertanyaan jebakan ini dengan sedikit bumbu kebohongan. Tapi serius, aku tidak bisa berbohong, walau sedikit.

"Ya karena mencari uang, Pak."

"Kalo sekedar cari uang mah, nggak harus di perusahaan ini 'kan? Di tempat lain juga bisa."

Mati.

Skak mat. Benar juga apa katanya.

Papa, tolong aku.

"Ya karena saya ingin berkarir juga, Pak. Saya tuh dari dulu pengen kerja kantoran. Dan menurut saya, perusahaan inilah yang ingin saya jadikan tempat untuk mengembangkan karir saya," jawabku dengan cengiran selebar cengiran kuda.

Entah aku yang terlalu polos atau bodoh, jawaban itu meluncur saja dari mulutku.

Masa bodoh diterima atau tidak aku nantinya. Kalaupun tidak lolos seleksi wawancara, aku masih bisa jadi driver ojek online nantinya.

"Kamu tinggal sama siapa? "

"Sendiri, Pak."

"Orang tua kamu? "

Kok pribadi sekali sih ini pertanyaannya?

"Mama sudah meninggal lima tahun lalu pak, dan papa saya baru saja satu bulan yang lalu meninggalkan saya."

Kulihat raut wajah Pak Rendra berubah."Maaf, turut berduka cita."

Aku pun tersenyum "Nggak apa-apa, Pak. Saya yakin papa mama saya sudah ada di tempat yang lebih baik."

Bohong. Padahal sebulan yang lalu kamu seperti mayat hidup, Nadia.

"Ya sudah. Kamu bisa menunggu tes psikotesnya di luar."

Jadi begini saja prosesnya? Apa aku sudah lolos seleksi tahap wawancara?

Tapi pertanyaan itu hanya tertahan di batinku saja tentunya.

"Baik, Pak. Terima kasih."

Dan untuk pertama kalinya, kami pun berjabat tangan.

♥♥♥

A

uthor PoV

Gadis itu, polos sekali.

Membuat Rendra tak henti-hentinya melamunkan gadis bernama Nadia itu.

Setiap kali ditanya, gadis itu akan menjawab jujur apa adanya tanpa ada dibuat-buat. Dandanannya juga polos sekali. Tidak seperti pelamar wanita lainnya yang ber-make up ala Kim Kardashian. Padahal yang dinilai dari perusahaan ini jika perekrutan karyawan adalah otak, bukan fisiknya. Ya, penampilan memang perlu, tapi tidak berlebihan seperti itu.

"Make up tebal, penampilan mahal. Tapi kalau otaknya kosong buat apa?"

Itulah yang selalu diingatkan Jerry Andrean, pemilik perusahaan ini untuk seluruh bawahannya. Sekaligus, motto dari perusahaan ini.

Gadis itu, sudah berhasil merebut perhatian Rendra. Sedikit, tapi sudah berhasil.

Dan kini Rendra pun melangkahkan kaki nya ke ruangan khusus psikotes calon karyawan. Di tangannya ada setumpuk berkas psikotes yang lumayan tebal untuk setiap calon pelamar.

Seisi ruangan yang tadinya heboh dengan suara cekikian para perempuan menor tadi mendadak senyap saat Rendra masuk. Lagi, para perempuan kembaran Kardashian Family itu mengagumi ketampanan Rendra dari jauh. Kecuali Nadia tentunya. Sebagai perempuan biasa, ia juga kagum pada ketampanan Rendra, tapi Nadia gadis yang pandai bersikap. Tak berlebihan seperti enam wanita itu.

"Waktunya 30 menit ya. Pada bawa pena masing-masing 'kan?" ujar Rendra setelah menyerahkan lembar tes psikotes itu pada kesepuluh orang calon karyawan itu.

Semuanya mengangguk.

"Oke, langsung dikerjakan saja. Dimulai dari sekarang."

Semuanya langsung sibuk dengan lembar tes masing-masing. Rendra memutuskan untuk menunggu sambil berdiri. Ia perhatikan satu-satu ke sepuluh orang itu.

Dan pandangannya terhenti lama pada seorang gadis bernama Nadia.

Nadia kali ini berhasil lagi merebut perhatiannya. Rendra jelas sekali bisa melihat bagaimana bingungnya Nadia dalam mengerjakan soal itu tapi ia tetap berusaha tenang dan tak bertanya kanan kiri.

Rendra asyik memperhatikan Nadia hingga tak sadar tiga puluh menit sudah berlalu.

"Oke waktu habis, ya!"

Semua calon pelamar maju kedepan untuk menyerahkan lembar tes pada Rendra dan kembali duduk.

"Ini saya periksa dulu. Kalau misalnya ada yang lolos, akan kami panggil lagi via telepon. Pastikan nomor anda tetap aktif. Jika dalam waktu tiga hari kedepan ada yang belum dipanggil, artinya anda tidak lolos seleksi. Paham?"

Lagi, semuanya mengangguk. Termasuk Nadia.

"Baik, terima kasih sudah mengikuti proses seleksi ini dan anda semua boleh pulang. Sekali lagi saya ingatkan agar nomor ponselnya tetap aktif selama tiga hari kedepan."

Satu persatu keluar ruangan. Nadia ada di urutan terakhir.

"Terima kasih, Pak."

Dari sepuluh orang, hanya Nadia yang mengucapkan terima kasih pada Rendra sebelum ia keluar ruangan. Membuat Rendra tertegun. Tuhan menyelipkan satu perempuan yang tahu sopan santun diantara sembilan orang lain yang pergi begitu saja saat meninggalkan ruangan.

"Ooh, iya sama-sama. Hati-hati di jalan."

Gadis itu tersenyum dan lagi-lagi, sedikit-sedikit perhatian Rendra seolah tersedot semuanya untuk Nadia.

Gadis itu berbeda.

"Selain otak, perusahaan ini juga perlu pegawai yang tau attitude. Sebab sepintar apa pun seseorang, kalau attitude nya nol besar nggak ada gunanya juga sama sekali."

"Fix! Ini mah karyawan idaman Pak Jerry banget. Tapi gue belum tau hasil psikotesnya dia kayak gimana. Semoga aja bisa sesuai dan dia bisa lolos."

Karena yang Rendra tak tahu, hati kecilnya sudah terpesona pada Nadia.

♥♥♥

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status