Share

2.Mati-matian

"Maap ya, Nad, hari pertama lo kerja gue nggak bisa nganterin."

Nadia melihat kalender. Ini bukan lebaran. Kenapa Agung terus mengucap maaf sejak tadi? Padahal Nadia sudah memaafkan.

"Sekali lagi minta maap, gue bawa Densus 88 ya kerumah lo, Gung!!"

Agung terkekeh di sebrang sana.

Ini hari pertama Nadia bekerja setelah sekian tahun menganggur. Nadia super excited. Pasalnya tiga hari ia gelisah tak tahu waktu menanti panggilan telpon dari HRD. Hari ketiga menjelang sore, Nadia mulai pupus harapan. Di pikirannya kala itu, mungkin ia kalah saing. Namun tak disangka, panggilan yang ia nanti itu muncul di ponsel berlambang apel tergigitnya tepat pukul 16.00.

Nadia mengucap syukur ribuan kali. Akhirnya, ia tak pusing lagi masalah biaya hidupnya kedepan.

"Tapi janji ntar sore gue temenin pulang."

"Nggak ngerepotin, nih?" tanya Nadia. Tangan kirinya sibuk melapisi bulu mata dengan mascara.

"Kayak sama siapa aja sih, lo!"

Nadia terkekeh. "Ya udah, ntar sore gue tunggu ya."

"Oke. Gue duluan ya, Nad-Nad. Takut telat."

"Oke, bye."

Agung Hendrawan.

Teman super karibnya sejak SMA. Ah, sebenarnya mereka dulunya sepasang kekasih. Namun hubungan yang dijalin sejak kelas 11 itu harus kandas saat Agung melanjutkan pendidikan di Universitas di Malaysia. Nadia tak suka LDR.

Tapi walaupun sudah putus, hubungan mereka masih terjalin amat baik seolah tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka sebelumnya.

Lulus kuliah, Agung kembali ke Indonesia. Dan mereka pun menjadi semakin akrab dari sebelumnya. Agung sudah menemukan pengganti Nadia yang merupakan teman kuliahnya, gadis Malaysia bernama Ros.

Lain dengan Agung, Nadia hingga saat ini masih betah sendiri. Yeah, walaupun kadang-kadang dia ingin menikah, tapi Nadia masih betah sendiri.  Setidaknya sampai saat ini.

Usai berdandan seadanya, Nadia pun bergegas. Mengunci pintu rumah dan mulai melajukan motor scoopy berwarna hitam milik almarhum papanya. Membelah jalanan ibukota yang mungkin sudah dipenuhi penduduk.

Di atas motor, Nadia masih terngiang akan suara si HRD ganteng di telpon tempo hari. Laki-laki sipit itu mempunyai suara yang super macho sekali di telinga Nadia. Bikin Nadia melted sendiri saat mendengar suara itu. Ya, tapi Nadia mencoba untuk tahu diri. Walaupun ia manis, tapi rasanya tidak mungkin ia bisa membuat Rendra jatuh hati padanya.

Nadia menggelengkan kepalanya kuat-kuat saat sampai di parkiran kantor.

"Kerja, Nad. Jangan ngebucin mulu otak lu!"

Nadia masuk lewat pintu utama. Saat di telpon, Rendra tak menyuruhnya langsung bekerja melainkan diperintah untuk menunggu dulu di depan ruang HRD kemarin. Dan saat di sana, ada satu orang laki-laki dan satu orang perempuan yang Nadia jumpai kemarin.

Yang artinya yang diterima sebagai Admin ada tiga orang. Dari sepuluh orang, hanya tiga yang diterima. Termasuk dirinya.

"Hai, dipanggil juga?" tanya si perempuan yang Nadia ingat bernama Acha. Untunglah gadis ini tidak terlalu menor seperti teman-temannya kemarin. Kalau Nadia lihat-lihat, Acha ini cantik. Mirip Ariel Noah. Eh, maksudnya Ariel Tatum.

"Iya nih, Alhamdulillah. Ditelponnya sore. Padahal udah nunggu dari pagi," jawab Nadia, tersenyum renyah.

"Masih mending lo ditelponnya sore, gue menjelang Maghrib tau, nggak? Tapi syukur deh, sekarang keterima. Soalnya sekarang susah nyari kerjaan, apalagi cuma tamat SMA."

Acha melirik si cowok yang nampak canggung berdiri di depan pintu HRD.

"Lo, ngelamar jadi Admin juga?"

Si cowok itu menggeleng. "Jadi CS."

Alis Nadia bertaut."Customer Service atau Cleaning Service?"

"Customer Service. Oh iya, kenalin, nama gue Danu."

Dan mereka pun saling berkenalan kemudian bercerita tentang apa saja yang mungkin nanti mereka kerjakan.

"Gue rasa sih di training dulu entah beberapa bulan gitu. Dan mungkin nanti kita nggak langsung kerja, paling cuma bahas kontrak kerja doang ama Pak Rendra," jelas Danu.

Acha dan Nadia saling menggumam kata "ooh". Ternyata Acha sama saja, minim ilmu dalam dunia kerja. Maklum, anak itu baru tamat sekolah dua bulan yang lalu.

"Gue juga gak habis pikir kenapa perusahaan ini nerima karyawan yang cuma tamat SMA. Padahal 'kan biasanya butuh sarjana," gumam Nadia.

"Mungkin CEO nya suka sama tamatan SMA yang gemesh-gemesh," balas Acha sembari terkekeh.

"Gue sih sebenernya bukan anak SMA tapi SMK, kebetulan jurusan Administrasi Perkantoran juga."

"Wah serius?" tanya Nadia dan Acha pun mengangguk.

"Bagi-bagi ilmunya sama gue ya ntar, Cha," rengeknya.

"Aman kalo itu, mah."

Nadia tersenyum. Bersyukur di hari pertamanya bekerja sudah mendapat teman sebaik Acha dan Danu. Semoga saja hubungan ketiganya semakin membaik nanti.

Tak lama, Rendra datang.  Ia tersenyum tipis saat melihat tiga manusia yang sejak tadi menunggunya.

"Masuk."

Ketiganya pun mengikuti langkah kaki Rendra.

"Maaf saya telat. Jakarta ramai."

Ketiganya hanya merespon dengan anggukan kaku. Aroma parfum maskulin Rendra menyengat sekali di hidung mereka. Membuat Acha dan Nadia mabuk kepayang sementara Danu menggosok-gosok hidungnya. Danu benci aroma parfum yang terlalu menyengat seperti ini.

Rendra membagikan kontrak kerja yang akan ditanda tangani ketiga orang ini. Pria berusia 35 tahun ini memang seperti itu. Anti basa-basi dan langsung to the point.

Rendra hanya memberi sedikit wejangan untuk bekerja yang baik yang disambut ketiga manusia ini dengan anggukan kaku.

Namun tidak dengan Nadia.

Ia tersenyum tulus disaat dua orang di sampingnya hanya mengangguk kaku. Dan lagi-lagi, senyum itu mampu menyedot perhatian pria didepannya.

Senyuman itu membuat hati Rendra tergelitik. Membuatnya ingin lebih jauh mengenal Nadia.

"What the hell!! Apa yang lo pikirin, Ndra? Dia baru 20 tahun!! Sadar goblok. Bisa-bisa lo dibilang pedofil sama orang-orang!! "

Rendra diam-diam menepuk pelan pipinya agar tersadar. Kesambet apa dia sejak kemarin? Kenapa gadis ini bisa merebut perhatiannya? Kenapa gadis ini bisa membuatnya mati-matian menyingkirkan calon karyawan lain yang nilai hasil psikotesnya lebih tinggi dibanding gadis ini hanya agar gadis ini bisa bekerja disini?

Kenapa?

Kenapa?

"Nanti ruangan dimana kalian akan bekerja akan ditunjukkan oleh asisten saya. Sekarang kalian boleh keluar dari ruangan saya."

Pusing.

Rendra ingin waktu sendirian. Karena jika Nadia masih ada di depannya, ia akan gila. Perasaannya akan semakin membuncah.

♥♥♥

"Pulang ama siapa lo ntar? "

Nadia menyeruput kopi nya sebelum menjawab pertanyaan Acha.

"Sama temen."

"Kapan-kapan pulang bareng gue,ya? " ajak Acha walaupun matanya tak lepas dari layar komputer dan jemarinya yang tak lepas dari keyboard.

"Sip. Gampang itu, mah."

Nadia melirik jam. Lebih kurang dua puluh menit lagi waktunya pulang. Gadis itu mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan untuk Agung.

Acha mendongak saat melihat Rendra mondar-mandir sejak tadi.

"Nad!"

"Oy?"

"Lo liat tuh!"

Nadia mengikuti arah pandang Acha. Rendra, si HRD ganteng yang masuk wishlist nya, terlihat sibuk mendatangi ruangan Finka yang tak jauh dari tempat mereka. Mundar-mandir sejak tadi. Entah apa yang dilakukannya di ruangan Finka.

"Pacaran kali dia sama kak Finka," jawab Nadia asal.

Acha berdecak."Ya nggak gitu juga kali. Kan bisa nanti pas pulang kerja, gak mondar-mandir kayak gosokan begitu."

Nadia terkekeh pelan. "Kenapa lo yang sewot? Cembokur? "

Acha mencibir.

"Yeee ... gue gak demen ya ama yang tua!"

"Tapi 'kan ganteng, Cha," goda Nadia.

Acha memutar bola matanya, membuat Nadia tertawa geli. Selesai menggoda Acha, ia kembali mendapati Pak Rendra mundar-mandir sambil sesekali melirik ke arah meja kerjanya.

Membuat Nadia bertanya-tanya.

Apa sih yang sebenarnya dilakukan pria ini? Sepertinya bukan hal pekerjaan. Pria itu nampak kikuk dan selalu melirik ke arah meja kerjanya tiap kali Nadia tak sengaja memergokinya.

Apa dirinya membuat kesalahan?

♥♥♥

Rendra kesal sendiri saat mendapati pemandangan yang tak ingin dilihatnya sore ini.

Incarannya, sedang mengobrol dengan seorang laki-laki di depan kantor. Pemandangan yang membuat hati dan matanya super panas.

Rendra mengalihkan pandangannya cepat-cepat. Berjalan ke parkiran mobil dengan tergesa-gesa. Pupus sudah harapannya saat melihat gadis itu tertawa dengan riangnya di atas motor dengan laki-laki muda itu.

"Shit. Gue mati-matian ternyata kayak gini hasilnya."

Rendra merasa bodoh sekarang. Ia sudah berbuat curang kemarin demi agar gadis itu bisa selalu dilihatnya dari dekat. Ia menukar rejeki orang lain demi gadis itu.

"Super idiot lo Ndra! "

Rendra memaki dirinya sendiri. Membanting pintu mobilnya kuat-kuat kemudian memukul setirnya juga keras-keras. Ia seperti orang gila di dalam mobil di basement yang sepi.

Baru saja ia ingin merasakan jatuh cinta, namun selalu saja dipatahkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status