Share

Jadian

"Hari ini dan seterusnya, kamu akan diantar jemput oleh Pak Udin. Dia udah ada di luar," kata Omku.

Aku mengembuskan napas sedikit kesal. Kirain tentang Pak Yuda. Move on Kia, suara dalam hatiku.

"Gimana, kok kayak nggak seneng gitu?" 

"Kia seneng kok. Makasih, ya Om," ucapku sambil tersenyum.

"Ma, pulang sekolah nanti Pak Udin nggak usah jemput, ya," kataku. 

"Ya, tapi kenapa emangnya?"

"Hari ini Kia bareng Arya ... dia ngajakin jalan dulu sepulang sekolah."

"Ya udah, nggak apa-apa, tapi hati-hati, ya."

"Ya, Ma."

Selesai juga kami bertiga sarapan. Aku  pamit menyalami Mama. Dia mengantar kami sampai pintu. Om Aldi berangkat sendiri dengan mobilnya. Sedangkan aku dengan Pak Udin dan sekalian ke rumah Linda biar berangkat bareng, aku udah janjian agar Linda nunggu di jalan.

Mobil pun melaju, tak nyampai sepuluh menit kemudian mobil berhenti tepat di gerbang depan rumah Linda dan dia sudah ada di sana. Aku menyambutnya dengan senyuman.

"Ayo masuk," kataku.

Linda tersenyum kemudian masuk ke mobil. Dan mobil pun melaju lagi.

"Aku senang kamu sekolah lagi, tiga hari di kelas nggak ada kamu, sepi tau."

Kedua sudut bibirku terangkat ke atas mendengar perkataan Linda.

"Pak Udin, nanti pulangnya jangan jemput, ya?"

"Baik, Non."

"Kamu mau ke mana sehabis sekolah emangnya?" tanya Linda penasaran.

"Arya ngajak aku jalan."

Linda mengeryitkan dahinya mendengar jawabanku. Kenapa dia bertanya begitu padaku? Apa aku nggak boleh jalan bareng sama Arya? Dia bergeming setelah kujawab pertanyaannya. Aku pun nggak mau membahasnya lagi.

Suasana hening kemudian. Kami dengan pikiran kami masing-masing. Ahirnya mobil pun sampai di depan gerbang sekolah. Aku keluar bersama Linda, lalu berjalan menuju kelas kami. Terlihat Arya sudah ada di depan pintu kelas menungguku.

"Hai, Kia ... aku udah menunggumu dari tadi. Kalian kenapa pada cemberut gitu?" tanya Arya keheranan dengan tingkah kami berdua, sambil mengekor kami. "Kalian pada berantem, ya?" tanyanya lagi. "Atau lagi pada PMS?"

"Enggaaak!" Kami berdua serempak menjawabnya dengan lantang.

"Terus kenapa pada diem? Nanti cepet tua loh mukanya."

Kami berdua tidak menghiraukan Arya.

"Eh tapi, kalian cantik juga ya kalau pada diem gini," ucap Arya lagi sambil memandang kami berdua.

"Bisa aja kamu, Ar," kata Linda.

Aku dan Linda saling beradu pandang, kemudian kami tertawa geli. 

Arya berhasil membuat kami berdua baikan lagi. Dia berhasil mencairkan suasana hati kami berdua. Rayuan Arya memang terbaik.

Bel pun berbunyi, tanda pelajaran untuk hari ini akan dimulai. Kemudian kegiatan belajar mengajar pun berlangsung sampai terdengar bunyi bel kembali untuk istirahat.

"Kia, kita ke kantin, yuk?" ajak Linda.

"Oke."

"Kia tunggu!" Suara Arya menghentikan langkah kami berdua.

Arya menatap ke arah Linda. Linda mengerti apa maksud Arya.

"Ya! Gue duluan ke kantin!" ucap Linda sedikit kesal pada Arya.

Aku berjalan sejajar dengan Arya menuju kantin.

"Kia, pulang sekolah nanti kita jalan dulu, ya? Aku punya tiket nonton."

Aku mengangguk tanda setuju. Kedua sudut bibirku terangkat ke atas manakala Arya mengajakku jalan. Ada apa denganku? Secepat itukah melupakan Pak Yuda.

Mencintai pak Yuda memang menyakitkan, tapi mencoba melupakannya seperti menciptakan penderitaan yang menyayatkan.

Aku dan Arya pun sampai di kantin. Linda sudah ada di sana di meja tempat kami duduk biasanya. Kami pun menghampirinya dan duduk bersama.

"Lin, aku udah dipesanin?"

"Udahlah ... seperti biasa."

"Gue udah?" tanya Arya

"Belum."

"Yah, kok gue nggak dipesanin."

Arya beranjak pergi dari tempat duduk untuk pesan makanan. Lalu ada Gilang datang menghampiri kami berdua dan duduk di samping Linda.

"Hai kalian, boleh ikut gabung nggak?"

Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum pada Gilang. Linda tampak biasa aja, tidak ada rasa gugup seperti biasanya. Kemudian aku menatap Linda penuh keheranan.

"Kalian sudah jadian?" tanyaku.

Mereka berdua hanya tersenyum simpul. Dari cara mereka saling menatap dan memberikan senyuman, mereka dah jadian kayanya.

"Ya, kami baru jadian dua hari yang lalu," ucap Linda sambil menatap Gilang dan kedua sudut bibirnya terangkat ke atas.

"Yah ... aku ketinggalan berita deh," kataku.

"Kamu kan nggak sekolah tiga hari." Linda tertawa lepas seakan puas dengan ketidaktahuanku.

Arya datang menghampiri meja kami. Dia kemudian duduk di sampingku. Dia menatapku kemudian beralih menatap tajam pada Gilang. Aku mengerti apa yang ada di pikirannya.

"Ada apa ini?" tanya Arya.

"Nggak ada apa-apa. Gilang kan pacarnya Linda," ucapku.

Sorot mata Arya berubah seketika tidak seperti tadi. Dan dia tersenyum padaku.

"Ooh gitu ... selamat ya buat kalian, eh buat kita deh. Kami juga kemarin baru jadian," ucap Arya sambil tersenyum melihat ke arahku.

Aku hanya tersenyum sekilas. Tak lama kemudian makanan yang di pesan pun datang ke meja kami.

"Gilang nggak pesan?" kata Linda.

"Udah abis tadi," ucap Gilang.

Kami bertiga pun menyantap makanan kami masing-masing.

"Lin, pulang sekolah kita jalan yuk?" kata Gilang.

Linda melirik ke arahku. Aku tersenyum padanya seolah dia mau minta izin padaku.

"Kami juga pulang sekolah nanti mau jalan, nonton," kata Arya. "Jadi kita barengan aja jalannya, gimana?" ucapnya lagi.

"Boleh," kata Gilang menimpali.

Suara bel pun berbunyi. Kami semua keluar dari kantin dan berjalan menuju kelas.

Dari kejauhan aku melihat pak Yuda berjalan ke arah kelas lain. Ada rasa yang aneh di hati ini, tapi aku cukup bahagia karena masih bisa melihatnya. Rasa apa ini?

"Kia, ayo," kata Arya.

Aku langsung menoleh ke depan karena dari tadi pandanganku fokus ke arah pak Yuda. Aku tersenyum dan menghela napas pelan.

"Ya," kataku.

Kami pun berjalan kembali menuju kelas, lalu kami masuk dan duduk, dan pelajaran pun dimulai di kelas kami.

Waktu pun tak terasa, begitu cepat berlalu, ahirnya pelajaran pun berahir dan bel pun berbunyi.

Aku dan Arya sehabis sekolah jalan bareng, karena aku udah janji padanya. Pun begitu Linda dan Gilang, tapi kami tidak ingin barengan jalannya karena kami akan pergi nonton.

"Kia, ayo naik."

Aku hanya menganggukan kepala pelan, lalu menaiki motor Arya. Kenapa hati ini terasa hambar, tapi kulihat di wajah Arya, dia sangat bahagia sekali jalan denganku. Lalu Arya pun menghidupkan motornya.

Tak lama ahirnya kami pun sampai di tempat yang dituju.

"Kia, kamu bahagia nggak jalan denganku?" tanya Arya.

Mungkin dia merasa aneh, karena aku dari tadi diam saja tidak bicara. Kedua sudut bibirku sedikit terangkat ke atas. Dia pun membalasnya dengan senyuman.

Aku mencoba untuk tidak melukai hati Arya dengan sikapku.

"Ya ... aku bahagia, Ar. Aku mau beli popcorn dulu sama minuman," kataku.

"Ya udah aku temenin. Aku nggak mau berjauhan darimu," ucap Arya.

Matanya tak lepas memandangku. Dia tersenyum, aku pun membalas senyumnya. Andai kata-kata itu keluar dari mulut orang yang sangat aku cintai. Lagi-lagi pikiran ini. Move on Kia. Sudah lupakanlah ....

"Jangan liat aku seperti itu," ucapku pada Arya.

"Kenapa?" ucapnya.

" Nggak apa-apa sih."

Aku hanya menunduk. Kia kamu harus bahagia jalan bareng Arya. Setidaknya untuk hari ini saja, jangan buat dia kecewa. Suara dalam sanubariku. Aku menatap Arya dan tersenyum padanya. 

Setelah membeli popcorn dan dua minuman, kami berjalan menuju tempat nonton.

Hampir satu jam lebih kami berada di bioskop ini, ahirnya selesai juga. Kami berdua pun keluar.

"Ar, aku mau beli sepatu dulu."

"Ya udah ayo. Kia ... bolehkah aku menggenggam tanganmu?" tanya Arya sambil menghentikan langkahnya dan memandangku lekat.

Aku menatapnya, lalu memalingkan muka. Ada rasa sakit di hati ini. Tapi apa? Entahlah ... aku pun nggak mengerti.

"Kalau kamu nggak mau, nggak apa-apa," ucapnya lagi.

Aku hanya terdiam dengan perkataanya. Kami berdua lalu berjalan beriringan kembali tanpa gandengan tangan. Kadang, ada rasa bersalah sebenernya di hati ini.

Aku dan Arya masuk ke salah satu toko sepatu yang ada di mall ini. Aku melihat dan mengambil salah satu sneaker yang dipajang untuk dicoba.

Aku duduk di kursi yang telah disediakan, lalu membuka sepatuku. Arya menghampiri dan berjongkok di bawah.

"Kamu mau ngapain?" tanyaku.

Dia hanya tersenyum manis, lalu memasangkan sneker-nya pada kaki kananku.

"Aku bisa pakai sendiri, Ar."

Aku melirik ke sekitar tempat ini karena aku malu dilihat orang-orang. Pipiku menghangat, pasti warnanya berubah kaya tomat deh, merah merona.

Orang-orang memperhatikan aku dan Arya. Mereka saling berbisik dan tersenyum.

"Udah, ambil yang ini aja, bagus kok," ucapnya.

Aku hanya mengangguk pelan dan sesekali tersenyum. Dia lalu duduk di sampingku kembali.

"Ya udah, aku ambil yang ini aja."

Kemudian aku pergi ke kassa untuk membayar sneaker tadi, dan Arya mengikutiku dari belakang.

"Aku yang bayarin." 

"Nggak usah, aku aja," ucapku.

Ahirnya aku yang bayar karena Arya kalah cepat denganku saat mengeluarkan uangnya. Malu aku kalo sampe Arya yang bayarin.

"Kita cari tempat makan yuk, lapaar," ucap Arya sambil nyengir dan memegangi perutnya.

Kami pun berhenti di Restaurant. Kita cari tempat duduk yang kosong, lalu kita pun memesan makanan. Lumayan nunggu agak lama, kemudian makanan yang dipesan pun datang dan kami pun menikmatinya.

Tiba-tiba terdengar suara yang tak asing memanggilku. Siapakah dia?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status