Bab Dua: Anniversarry 5th
Ashley merapikan meja kerjanya dengan terburu-buru. Dia sudah ada janji dengan Justin untuk makan malam. Lagipula setelah insiden Marry yang datang ke Big Bang dengan segala kehebohan dibuatnya, itu sudah lebih dari cukup untuk Ashley mengabdi pada Noel hari ini. Dia akan menolak lembur atau pekerjaan tambahan lainnya meskipun Noel akan mengiming-iming bonus lebih.
“Sampai jumpa besok, Pak Noel,” ucap Ashley sembari membungkukkan badan ketika Noel lewat di hadapannya sambil membawa tas kerja.
“Kerja bagus hari ini, Nona Ashley,” puji Noel, tak lupa dengan senyum menawannya.
Ashley hanya membalas dengan ulasan senyum juga. Tak ingin membahas kembali masalah yang sudah membuatnya pusing hari ini.
Noel kembali melanjutkan langkahnya dengan mantap menuju lift. Tanpa sadar Ashley mengembuskan napas panjang kemudian tersenyum karena merasa puas dengan pekerjaannya hari ini, dan bertemu dengan pacarnya bisa dikatakan sebagai self reward.
“Oke. Saatnya kita pulang, Ash,” ucapnya pada diri sendiri lalu menyampirkan tali tas di bahu kanannya.
*
Di pukul tujuh sore, Ashley sudah begitu cantik dan wangi. Dia membiarkan rambut honey blonde lurusnya tergerai rapi setelah dia menyemprotkan hair fragrance dengan aroma musk. Dia juga menenteng hand bag putih kesayangannya sambil sesekali berpose di depan cermin tinggi yang berdiri di samping pintu masuk. Ya, Ashley memang sengaja meletakkan standing mirror di sana agar dia bisa memeriksa sekali lagi penampilannya, apakah beres atau masih harus ada yang dibenahi.
Ashley ingat bagaimana di masa lalu dia pernah tidak terlalu peduli dengan penampilan. Outfit apa yang dia pakai dan bahkan dia pernah tidak mandi seharian lalu pergi jalan-jalan sendirian mencari sesuatu di pusat kota.
Namun, semuanya berubah ketika Ashley diterima bekerja sebagai sekretaris Noel di Big Bang. Tidak seperti boss kebanyakan, Noel tidak akan membiarkan perempuan yang akan mendampinginya dalam bekerja memiliki selera berpakaian di bawah rata-rata. Perlahan dan penuh kesabaran, Noel bukan hanya menyuruh Ashley, melainkan dia juga sering menghadiahi perempuan itu pakaian, tas dan sepatu. Bukan cuma-cuma Noel memberikan itu. Ia melakukan semuanya apabila Ashley sudah melakukan pekerjaan dengan sangat baik. Itulah juga menjadi salah satu alasan Ashley bertahan di Big Bang, karena selain menyebalkan, Noel juga memiliki sisi loyalitas yang tinggi pada dirinya dan karyawan lainnya.
Ashley mengulas senyum sesaat setelah puas memandangi dirinya di depan cermin. Bersamaan dengan itu terdengar suara klakson mobil di luar. Bergegas Ashley meraih kenop pintu dan membukanya.
Justin, lelaki yang memiliki senyum ramah dan tatapan teduh itu sudah berdiri di depan mobilnya. Ia berjalan menghampiri Ashley seolah dirinya harus menjemput kekasihnya di depan rumah.
“Maaf menunggu lama,” ucap Justin sebelum akhirnya mencium pipi Ashley lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang gadis pujaannya.
Terus terang saja, makan malam kali ini bisa direalisasikan setelah tiga minggu mereka tak bisa berkencan. Alasan utamanya tentu saja karena Ashley yang super sibuk. Kalau Justin pribadi, dia pasti lebih banyak meluangkan waktu untuk kekasihnya meski dia juga sibuk sebagai pelukis yang selalu banjir orderan.
“Aku sudah menunggu lumayan lama agar kita bisa berkencan, jadi menunggu lima menit keterlambatanmu tidak ada apa-apanya untukku,” ucap Ashley sembari menatap dalam netra indah Justin.
Forest green, itulah warna mata Justin. Ketika lelaki itu tersenyum maka matanya juga ikut tersenyum. Ketulusan akan terpancar dari sana, Ashley bisa merasakan itu. Keramahan dan pengertian Justin membuat Ashley harus berbangga diri karena bisa menjadi bagian hidup lelaki itu. Justin hampir tidak pernah mengeluh, sebaliknya Ashley yang suka mengeluh apapun terlebih tentang pekerjaan.
“Kita akan kemana malam ini?” tanya Ashley yang berjalan menuju mobil. Tangannya saling berangkulan dengan Justin di pinggang.
“Aku sudah memesan restoran dengan makanan terenak untuk kita,” jawab Justin lalu membuka pintu mobil untuk Ashley.
Ashley tidak langsung masuk, dia menghadap Justin lalu bertanya, “Kamu ingat kan tentang hari ini?”
Justin mengangkat tangannya dan mengelus lembut pipi Ashley dengan penuh kasih. “Anniversarry kita yang ke lima, benar kan?”
Ashley tak menjawab, lantas ia memeluk Justin dengan erat. Ia bisa mendengarkan detakan jantung ketika telinga dan pipinya menempel di dada kekasihnya. “Terima kasih karena sudah bertahan sampai sejauh ini.”
Justin mengelus kepala Ashley dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya melingkar di punggung gadis yang memeluknya. “You complete me, Ash … aku bahkan tidak menyangka kalau kamu masih bersedia menjadi kekasih seorang pelukis sepertiku,” tutur Justin.
“Apa buruknya menjadi seniman?” bisik Ashley. “Selama kamu bisa membuatku nyaman, aku tidak akan menuntut apa-apa padamu,” lanjutnya.
Justin mengulas senyum dan mengeratkan pelukannya. “Ugh! I think we’re perfect for each other.”
“I think so,” jawab Ashley mengangkat wajahnya dan menunjukkan senyum termanisnya. “Aku menunggu anniversary selanjutnya dengan hubungan yang jauh lebih serius.”
“Tentu saja, Ash … hubungan kita akan melangkah lebih serius lagi tahun ini. Aku berjanji,” tekad Justin.
Ashley tidak menjawab, dia hanya tersenyum lebar dan mengangguk.
“Ya sudah, kita harus pergi sekarang. Jangan sampai lambungmu berteriak minta makan,” canda Justin.
Ashley mengekeh. Dia membalikkan badan dan ingin masuk ke dalam mobil. Namun, di waktu bersamaan dia mendengar suara HP yang ada dalam tasnya berdering nyarin. Ashley mengurungkan niatnya masuk ke dalam dan memilih merogoh HP-nya terlebih dahulu.
“Siapa, Ash?” tanya Justin yang masih ada di belakangnya.
Ashley belum menjawab karena dia sendiri belum tahu siapa yang menelpon. Setelah menatap layar HP, barulah dia tahu siapa yang akan mengganggu kencannya dengan Justin.
Mr. Noel calling ….
Ashley sedikit menggeram dan menghela napas panjang. Dia tidak mungkin mengabaikan telepon itu. Dengan malas jempolnya menggeser tanda hijau lalu menempelkan ke telinga sambil menatap wajah Justin yang terlihat tenang.
“Selamat malam, Pak,” sapa Ashley dengan suara pelan dan tidak bersemangat.
“Ash! Ke rumahku sekarang juga!” titah Noel dengan nada panik.
Ashley mengerutkan kening. Suara Noel tidak seperti biasa. “Mohon maaf sebesarnya, Pak. Saya tidak bisa.”
“Kamu harus kesini sekarang! Ini perintah!”
“Pak … bukankah saya sudah memberitahu anda tadi siang kalau saya ada acara malam ini,” kata Ashley lagi.
Namun, bukannya jawaban yang diterima Ashley. Sambungan telepon langsung terputus begitu saja. Hal ini langsung membuat Ashley mengernyit dalam dan memikirkan apa yang telah terjadi pada bossnya.
Ia ingin ke rumah Noel sekarang tapi bagaimana dengan rencananya makan malam di peringatan anniversary-nya dengan Justin?
***
Bab Lima Belas: Impressed“Kamu dan Noel akan bertunangan?” tanya Ziva tanpa basa basi.Ashley sedikit bingung dengan konteks pertanyaan tersebut, ia melirik sepintas pada Noel yang mengedipkan kedua matanya sekali tanda dirinya harus mengangguk.“Iya, Bu. Rencananya kita akan bertunangan,” jawab Ashley.Ziva tersenyum tipis mendengar jawaban itu. “Kalian saling mencintai?”“Hah?” Tanpa sadar Ashley langsung menjawab seperti itu. Detik berikutnya ia mengatup bibirnya dengan rapat dan mulai kebingungan. Kenapa pertanyaan ini seolah diajukan dengan keseriusan. Bukankah Noel sudah mengatakan kalau ibunya sudah tahu rencana mereka yang akan berpura-pura. Kalau sudah seperti ini Ashley harus menjawab apa.“Kenapa jawabanmu seperti itu? Apa nanti kamu akan memberikan reaksi begini saat ditanya keluarga besar nanti?" singgung Ziva yang akhirnya mulai memperjelas maksud tujuannya bertanya.
Bab Empat Belas: DignitariesPagi ini Ashley sudah siap bekerja dengan side job tambahan yaitu berlatih menjadi pasangan yang manis untuk Noel. Selama ini dia melayani bosnya dengan batasan antara sekretaris dan pimpinan, sekarang ia harus mengubah itu lebih intens lagi. Entah dia siap atau tidak, setidaknya tak mungkin ada jalan untuk putar balik dan mengatakan tidak pada Noel.“Huh! Semangat, Ash!” ucapnya pada diri sendiri sambil menatap pantulan dirinya di cermin toilet khusus perempuan.Ia harus memastikan kembali penampilannya yang sudah rapi sebelum duduk di kursi kebanggaannya di Big Bang.“Semangat untuk apa?” tanya seseorang yang keluar dari salah satu bilik toilet.Ashley melihat Anna yang mulai mendekati wastafel lewat cermin besar. Setiap pagi Anna akan lebih mudah ditemukan dalam toilet karena gadis itu paling malas ketika jam kerja sudah dimulai, dia harus ke belakang hanya untuk buang air ke
Bab Tiga Belas: You Belong With Me Ashley menginjakkan kaki di teras rumahnya saat waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Semua rasa stress karena ulah Noel mendadak menguap begitu saja setelah dia mendapat kabar dari Justin tentang rencana hubungan mereka selanjutnya. “Ergh … capeknya!” Ashley memukul-mukul pundaknya dengan pelan. Ia kemudian membuka pintu dengan kunci yang sudah diambilnya dari dalam tas. Pintu terbuka dan membuatnya sedikit heran karena lampu ruang tamu sudah menyala. Dia coba mengingat apakah sudah mematikan lampu atau belum. Namun, dia yakin sekali kalau semua lampu sudah dia matikan. “Kenapa baru pulang?” Tiba-tiba terdengar suara dengan nada berat. Ashley terlonjak kaget, dia bahkan melompat ke belakang dan memegang dadanya, seolah jantungnya hampir saja copot. Seseorang muncul dari dalam dan menuju ruang tamu. Kedua tangannya di pinggang dengan wajah congkak. Ia bersiap untuk menginterogasi Ashley. Siapa lagi k
Bab Dua Belas: Point In Fact Noel pulang ke rumah dengan badan dan pikiran yang sangat melelahkan. Begitu letih rasanya hari ini setelah ia bertemu dengan Erika kemudian disambung dengan telponnya yang diabaikan oleh Ashley. Tentu saja dia merasakan tidak karuan. “Ergh! Kemana gadis itu?!” geram Noel sangat marah. Ia melepaskan jasnya lalu melemparkan ke sembarang arah lalu membuka kulkas mini bar untuk mengambil sebotol beer. Tanpa bicara, ia segera membuka tutup beer dan meminumnya hingga tiga kali teguk. “Ahh.” Noel menyeka bibirnya yang basah. Kemudian berjalan menuju ruang kerjanya terlebih dulu sebelum ke kamar. “Awas saja kalau ketemu. Akan kuberikan dia hukuman karena berani mengabaikan telponku!” gerutunya lagi. Noel mendorong pintu ruang kerja yang tertutup rapat. Namun, alangkah terkejutnya dia saat melihat seseorang berdiri di sana sembari membaca sebuah buku dengan posisi duduk tenang. “Mom?!” kag
Bab Sebelas: Married? “Calon tunangan katanya? Yang benar saja!” rutuk Ashley sambil mencengkeram kuat setir mobilnya. Setelah keluar dari ruangan Noel, ia tak peduli dan langsung meraih tas untuk pulang segera. Ia tak ingin tahu apa yang dibicarakan oleh dua orang di dalam ruangan CEO tersebut. Baginya, sudah cukup mendapat kejutan yang menjengkelkan seperti itu, tak perlu dia harus mendengarkan lebih jauh apalagi meminta penjelasan pada Noel. Yang dia pikirkan sekarang hanyalah ingin melampiaskan kekesalannya akibat ulah Noel. Ashley membelokkan arah mobilnya menuju rumah Justin. Dia butuh seseorang untuk menenangkannya. Saat dirinya berusaha untuk fokus, HP di atas kursi sampingnya berdering dan muncul nama Noel disana. Tanpa ragu Ashley langsung menggeser tanda merah. Ia tak ingin mendengar suara Noel sekarang. Mobil akhirnya tiba di depan sebuah rumah sederhana yang mana isinya ada tiga penghuni lelaki di kamar yang berbeda-beda. Justin tidak tin
Bab Sepuluh: Are You Kidding? Wait a second … Ashley mencerna apa maksud dari kalimat bossnya yang selama ini telah membuatnya begitu emosi. Ia mengerjapkan mata dengan mulut terbuka lalu menoleh pelan pada Noel yang tak menatapnya, melainkan menatap Erika yang begitu shock. Yang dilihat Ashley adalah wajah tampan itu tersenyum tanpa beban dan dosa saat mengatakan kalimat konyol yang bahkan sebelumnya tidak pernah mereka bahas sama sekali. Bagaimana bisa tiba-tiba saja ada pergantian status dalam hitungan detik saja dan itu belum dikonfirmasi sama sekali olehnya. Apa dia sedang bercanda? “Calon tunangan?” ulang Erika akhirnya memecah jeda sesaat. “Ya … Ashley, calon tunanganku.” Sekali lagi Noel menegaskan. Tangannya bukan hanya menggenggam tangan Ashley yang mulai dingin, melainkan merangkul pundak sekretarisnya yang mulai gemetar karena terkejut. “Bukankah dia sekretarismu?” cibir Erika yang tak mungkin bisa dibodo