Share

PORSCHE DAN KESETIAAN

Bab Empat: Porsche dan Kesetiaan

Ashley sudah tiba di rumah Noel. Pintu pagar yang besar itu terbuka otomatis ketika mobilnya berada di depan. Dengan menginjak gas pelan, mobil masuk lalu berhenti tepat di samping teras rumah Noel. Ia segera turun sambil menenteng tasnya dan masuk setelah pintu terbuka otomatis lagi.

“Pak Noel,” panggil Ashley yang melangkahkan kaki menuju ruang kerja sang pemilik rumah.

“Aku disini, Ash.”

Ashley menghentikan langkah saat melihat Noel yang keluar dari kamarnya, bukan ruang kerja. Lelaki yang shirtless dan hanya memakai celana jeans panjang itu berdiri di lantai dua. Ia menatap ke bawah, melihat Ashley yang napasnya terengah karena terburu-buru.

“Kupikir kamu akan mengabaikanku. Ternyata … aku tetap menjadi prioritasmu,” ucapnya dengan nada setengah mengejek.

Ashley memutar bola mata dengan malas. Ia menadahkan wajahnya untuk melihat Noel di atas. “Apa saya harus kesana?”

“Tunggu di sana,” jawab Noel lalu berjalan menuruni tangga.

Di rumah besar dan mewah itu sebenarnya memiliki lift, namun Noel lebih suka memakai tangga karena menurutnya itu bisa dijadikan salah satu olahraga. Alasan yang masuk akal menurut Ashley. Bahkan sekretarisnya pernah berceletuk, kenapa tidak memakai tangga darurat saja saat di kantor. Bukan jawaban yang diterima Ashley, melainkan sebuah pulpen dari Noel melayang ke arah kepalanya dengan tepat sasaran.

Noel sekarang sudah berdiri di depan Ashley. Ia melihat penampilan gadis itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dress Sabrina berwarna hitam tanpa ada asesoris tambahan membuat gadis itu tampak sangat elegan. Sesaat ia tersenyum penuh arti dan mulai berkata dengan nada sindiran lagi. “Makan malamnya menyenangkan, Ash?”

Sigh! Ashley tidak harus menjawab. Dia kesal dengan pertanyaan yang sudah jelas Noel tahu jawabannya. Bagaimana bisa dia menikmati acara malam ini sementara Noel terus menerornya lewat telepon hingga membuat HP-nya terus menerus bergetar dalam tas.

“Apa yang anda inginkan, Pak?” tanya Ashley mengalihkan pembicaraan.

“Kamu mau wine?”

“Tidak. Terima kasih, Pak,” tolak Ashley. “Kalau Pak Noel ingin bersenang-senang malam ini, saya bisa carikan perempuan yang anda inginkan.”

Noel menggaruk alisnya yang mendadak gatal lalu menggeram pelan. “Aku sedang tidak ingin bercinta dengan siapapun, Ash.”

“Lalu?”

“Ada masalah yang jauh lebih rumit sekarang.”

Ashley mengerutkan alisnya dengan dalam. Ia melihat Noel mulai duduk di kursi ruang tamu, lalu menyilangkan kaki dan tangan merentang lurus di atas bahu sofa. Noel juga memberi kode dengan gerakan kepala untuk Ashley duduk di hadapannya.

“Hal rumit apa yang membuat anda tidak bisa menunda besok hari?” tanya Ashley sembari duduk di sofa. Ia juga menyilangkan kaki dan meletakkan tasnya di sisi kanan.

“Sebenarnya … Ibu Suri menelponku tadi sekitar jam delapan,” kata Noel mulai bercerita.

Ashley mengangguk. Dia tahu siapa yang dipanggil Noel dengan nama Ibu Suri, tentu saja itu panggilan untuk ibunya sendiri. “Lalu?”

“Katanya, Brian akan menikah.”

Who’s Brian?”

“Adik sepupuku. Kami terpaut lima tahun,” jawab Noel dengan malas.

“Oh, wow! Dia menikah dalam usia semuda itu?”

“Ya.” Noel mengangguk pelan.

“Lalu apa masalahnya? Anda ingin cepat-cepat menikah juga karena sudah dilangkahi Brian atau‒”

“Tidak, Ash … aku tidak ingin menikah,” jawab Noel sambil mendengkus. “Hanya saja di acara itu nanti semua keluargaku akan berkumpul. Dan kamu tahu apa yang paling kuhindari?”

“Tante-tante kepo yang selalu ingin tahu kenapa anda tidak menikah sampai sekarang,” jawab Ashley dengan mantap.

Noel menjentikkan jarinya dan mengangguk bangga pada sekretarisnya yang cepat tanggap. “Itu dia!”

“Kalau begitu anda harus memiliki jawaban untuk pertanyaan itu nantinya,” kata Ashley.

“Bukan hanya jawaban, tapi harus memberikan bukti, Ash.”

Kening Ashley kembali mengernyit. “Lalu, anda benar-benar akan menikah?” kagetnya.

“Bukan!” gemas Noel dengan nada tinggi. “Aku harus membawa salah satu gadis ke acara itu untuk ditunjukkan pada mereka semua bahwa aku memang sedang menjalin hubungan dengan seseorang.”

“Oh … I see,” kata Ashley memegang dagunya. “Kalau begitu tugas saya adalah mencarikan gadis itu untuk anda. Benar, kan?”

“Tidak,” jawab Noel singkat.

“Loh?”

“Aku ingin kamu yang menjadi gadis itu.”

Ada jeda sesaat. Ashley mengerjapkan mata dan berusaha mencerna apa maksud dari Noel. “Pardon?”

“Aku butuh kamu untuk menjadi pasanganku di acara itu nanti,” jelas Noel lagi.

“HAH! ITU TIDAK MUNGKIN!” Ashley langsung berdiri saking terkejutnya. Perintah Noel kali ini tidak akan bisa dia wujudkan. “S-SAYA TIDAK BISA MENJADI PASANGAN ANDA, PAK!”

“Ash, tenanglah … ini hanya pura-pura. Aku tidak akan menjadikanmu pasanganku selamanya. Aku hanya butuh diselamatkan untuk kali ini saja dari komentar keluargaku,” pinta Noel dengan nada memelas.

Oh, gosh!” Ashley memegang kepalanya lalu kembali duduk. Ia tidak percaya kalau hal ini akan terjadi padanya. “Tetap saja tidak bisa, Pak. Entah pura-pura atau tidak. Masalahnya saya memiliki Justin. Apa kata dia kalau tahu hal ini terjadi?”

“Jangan sampai Justin tahu.”

“Anda mengajarkan saya untuk selingkuh?”

“Bukan selingkuh, Ash. Ya Tuhan, tenanglah!” Noel terus menenangkan Ashley yang mulai panik dan gelisah sendiri. “Anggap ini adalah salah satu side job yang harus kamu kerjakan. Aku akan memberikanmu fee yang sangat besar.”

Fee?” ulang Ashley.

Noel mengangguk cepat sambil tersenyum lebar. Dia tahu kalau kelemahan Ashley selama ini hanyalah uang. “Selama ini kamu ingin sebuah mobil Porsche, bukan?”

Ashley menelan ludah ketika mendengar nama mobil mewah itu. Ia mengangguk cepat seperti mainan yang ada di atas dashboard mobil. Sangat lucu sehingga membuat Noel sekuat tenaga harus menahan tawanya.

“Aku akan memberikanmu Porsche,” kata Noel seraya memberikan senyum terbaiknya.

Sumpah, Ashley tergiur dengan penawaran itu. Siapa yang akan menolak mobil mewah seharga milyaran. Namun, kembali lagi bayangan Justin terlintas di kepalanya. Ia tak bisa mengenyahkan fakta kalau menjadi pasangan Noel meski hanya pura-pura tetap saja seperti selingkuh.

“Pak, ini benar-benar sulit diputuskan,” keluh Ashley dengan ekspresi serius.

“Aku tidak menyuruhmu untuk memutuskan sekarang. Kuberi waktu satu minggu,” kata Noel akhirnya.

“Satu minggu, ya?”

“Yap! Apapun bisa terjadi selama tujuh hari, kan?”

Ashley hanya mengangguk lemah dan seperti orang linglung karena memikirkan antara mobil mewah dan kesetiaannya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status