Share

#3. Ini Sakit

Secara tekhnis aku terkejut sampai dua bola mataku nyaris terjatuh. Tidak selesai sampai situ kelakuannya oleng-olengan, truck tersebut menabrak lagi benda yang lain. Detik ini, aku melihat saluran air sampai bocor dan kadarnya memenuhi jalanan bersama hujan. Aku pikir masalahnya berada di supir tersebut.

Tanpa berpikir dua kali, aku harus menghentikannya sebelum tragedi ini memakan korban dan kerugian pada bangunan. Kaki dari pedal rem kini kembali pada gas, dan ku-tancap sampai berada di sisi truck tersebut. Tak lupa sebelah kaca mobil ku-buka untuk ku teriakan sesuatu.

"PAK, PERMISI!!! JIKA ANDA MENGANTUK ANDA BISA MENYISI!!!"

Tapi sial, aku tahu suara hujan yang turun tak mampu aku terobos begitu saja. Belum lagi deru mobil kami yang saling mengerang. Aku praktis meraih handphone yang berada di telingaku. Aku masih terus memanggil Orick sembari mengimbangi teriakanku pada supir agar tersadar.

"PAK, MENYISI!!!" teriakku sekali lagi. Di depan sana, aku melihat sebuah warung dimana banyak pelanggan yang sedang terdiam. Bahkan pengendara motor yang sedang meneduh, berdiri sembari memeluk dirinya sendiri.

Sementara yang ku-perhatikan sekarang adalah jalan truck yang berada di bahu jalan. Lengkingan body mobilnya dengan permukaan luar bangunan di sisian itu saling beradu. Bahkan aku bisa lihat bercikan api yang menyala dari gesekan tubuh mobil. Aku menarik napas panjang-panjang, habis sudah pikiranku untuk mencegah kecelakaan ini.

Aku membuang pandang lurus ke depan, melihat banyak jiwa yang tidak bersalah. Dengan kecepatan yang semakin di luar nalar, ku alihkan mobilku ke 3 meter lebih dulu dari truck. Aku hanya tidak ingin sesuatu hilang. Aku tidak akan pernah pergi, walaupun kini aku sudah merasa khawatir. Tapi tidak, sekali lagi aku akan terus berjuang.

Hanya dalam hitungan detik setelah aku menghadang truck, suara lengkingan membuat duniaku berputar hebat. Aku memejamkan mata dengan rasa perih akibat benturan kepalaku pada sebuah kaca, ke kemudi, ke belakang kursi, dan menabrak radio hingga pecah. Tapi, aku masih punya tenaga untuk menekan pedal rem walau harus ku-kerahkan semua tenaga.

Ternyata cukup sakit. Aku berusaha untuk tidak menjerit. Entah apa yang aku rasakan, namun perlahan-lahan bau petrikor dan amis menyatu dalam penciumanku. Ketika aku berhasil membuka mata secara perlahan, aku sadar tengah tergolek di atas aspal dengan air hujan yang berubah merah di sisiku.

"Orick..."

Samar-samar, aku mendengar suara riuh di belakang sana. Lengkap dengan suara klakson dan kutangkap lampu mobil berkerlap-kerlip. Tapi setelahnya, aku berusaha menjangkau ponselku yang berada di belakang kepalaku.

"Orick, ini sakit..." pandangan terakhir yang kulihat, sebuah panggilan itu masuk. Lantas aku tersenyum tipis, dengan harap dia bisa mendengarku.

Karena untuk kemudian, aku merasa pandanganku mulai mengabur. Aku kesulitan membuka mata walau mati-matian aku memberontak. Dan seluruh sakit yang terasa, perlahan-lahan mulai melebur bersama sirine dari kejauhan.

"Yaa, halo?"

To be continued...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status