Chapter 38
Armistice
"Tolong, antarkan aku ke rumah Mommy," ucap Vanilla tanpa menatap Nick yang baru saja memasang seat belt-nya. Nadanya terdengar datar.
"Mi Amor...." Nick menjeda ucapannya sebentar, ia menatap Vanilla. "Kita perlu berbicara berdua, aku akan menjelaskan semuanya."
"Aku perlu waktu sendiri," sahut Vanilla. "Untuk berpikir dengan jernih."
Nick menghidupkan mesin mobilnya dan mulai mengemudikannya tanpa membuka suaranya meninggalkan halaman rumah keluarga Danish. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing hingga Vanilla melayangkan protesnya karena jalan yang Nick ambil adalah jalan menuju tempat tinggal mereka, bukan jalan menuju tempat tinggal Xaviera.
"Aku ingin kembali ke rumahku. Apa kau tidak bisa mendengarkan aku sekali ini saja?" tanya Vanilla terdengar sinis.
Tanpa menjawab pertanyaa
Epilogue
Chapter 57
Chapter 56
Chapter 55
Chapter 54
Chapter 53
Chapter 52
Chapter 51
Chapter 50I ApologiesVanilla menikmati paginya dengan menatap wajah tampan Nick yang tersaji di depannya, pria itu tampaknya masih dibuai mimpi. Ia mengulurkan tangannya, jemarinya menyentuh alis tebal Nick, senyum bahagia mengembang di bibir indah Vanilla. Pemuda yang dulu ia kagumi di sekolah menengah atas kini menjadi miliknya, berada di atas ranjangnya, menjadi calon suaminya, dan mereka juga akan segera memiliki buah hati. Masih seperti mimpi. Terlepas dari segala konflik keluarga, kehadiran Nick bagi Vanilla memang seperti mimpi. Seperti seorang gadis biasa yang mendapatkan seorang pangeran berkuda putih di dalam dongeng anak-anak. Jemari Vanilla turun menyentuh sudut bibir Nick, matanya menatap bibir kenyal itu seolah ia sedang mendamba. Perlahan ia mendekatkan bibirnya dan men