Share

04. Pertemuan

Sudah sebulan lebih waktu berjalan, Louis pun telah kembali dengan membawa kabar gembira. Persahabatan antara kedua kerajaan semakin erat dan memiliki kerjasama di berbagai sektor.

Tahun pelajaran baru akademi kerajaan juga sudah mulai dibuka. Bagi mereka yang berusia 16 hingga 18 tahun diperbolehkan mendaftar dan akan mengikuti seleksi masuk.

Seleksi masuk terdiri dari dua tes. Pertama, seleksi pengetahuan umum dan kemampuan strategi, baik strategi dalam perang maupun bidang lainnya. Kedua, seleksi kemampuan dalam pertarungan. Diperbolehkan menggunakan semua jenis serangan dan sihir yang dimiliki masing-masing peserta.

Akademi kerajaan membagi kelas berdasarkan hasil nilai yang keluar. Mereka tidak melihat dari status sosial para peserta. Jika nilai tes seleksi pertama lebih unggul dari seleksi kedua maka mereka akan dimasukkan ke dalam kelas putih, kelas yang lebih fokus dalam kemampuan seperti ekonomi, politik, strategi dan sejenisnya. Apabila hasil seleksi kedua yang lebih unggul, mereka akan dimasukkan ke dalam kelas hitam. Kelas yang berfokus pada pertarungan.

Tidak semua orang bisa lolos dan belajar di akademi ini. Jika mereka memenuhi batas nilai di masing-masing tes maka dipastikan lolos. Untuk seleksi pertama dan kedua, passing grade yang harus dicapai adalah 150 poin. Jadi, jika salah satu tidak memenuhi passing grade maka dinyatakan tidak lolos.

Kelas putih tentu juga akan menerima pelajaran dalam pertarungan namun hanya sekedar saja. Begitu pun kelas hitam yang mempelajari apa yang dipelajari kelas putih namun hanya beberapa hal saja. Mereka dapat mengajukan kelas tambahan jika sekiranya ingin lebih memahami suatu materi. Seperti contoh, kelas hitam yang ingin mempelajari bidang ekonomi lebih mendalam maka diperbolehkan mengajukannya.

Pendaftaran masuk akan dilaksanakan dalam dua hari dan hari ini merupakan hari pertama pendaftaran. Banyak remaja dan orang tua yang mengantri untuk mendaftarkan anaknya.

"Huh, seharusnya aku datang besok saja," ucap seorang remaja laki-laki.

"Kau benar, hari ini sangat ramai."

Terkejut dengan seseorang di sampingnya. Dia tidak mengira akan diajak bicara.

Pemuda itu kemudian ikut mengantri di barisan yang lebih sedikit.

"Waw, kau kuat mengantri sepanjang ini?" tanya orang itu dengan mengikutinya.

"Ya."

"Ayolah, setidaknya kau mengatakan sesuatu yang lebih panjang."

"..."

"Kau ini! Ha.. Kalau begitu, perkenalkan namaku Reito. Kuharap kita bisa saling berteman."

Reito nama orang itu. Memiliki mata coklat dan rambut hitam. Dia terlihat seperti pemuda yang periang.

"Vero."

"Baiklah Vero, mari kita berjuang bersama mulai hari ini."

Vero tidak membalas perkataannya, dia membiarkan Reito berbicara sendiri.

"Oh iya, aku penasaran dengan rambutmu. Apa ini asli berwarna putih?" tanya Reito.

"Ini bukan putih, tapi perak keputihan."

"Benarkah?! Itu sangat keren apalagi ada warna biru tuanya!" heboh Reito yang membuat mereka kini menjadi pusat perhatian sekitar terutama Vero yang menjadi fokus utamanya.

"Kau membuat keributan."

Kesal karena dirinya menjadi perhatian, Vero menegur Reito untuk diam. Banyak orang memperhatikan mereka berdua saat ini, mereka membisikkan sesuatu dengan orang di dekatnya. Vero mendengar apa yang mereka bicarakan di belakangnya. Dia sudah biasa mendengar hal itu.

"Reito sialan, padahal aku sudah menghilangkan hawa keberadaan. Yah.. Biarlah." ucap Vero dalam hati.

"Hai Vero! Kita bertemu kembali, aku tak menyangka kamu juga mendaftar di akademi ini."

Mendengar suara itu, Vero berbalik ke arah suara dan menemukan Bella bersama Roy dan Yoshi. Reito yang di belakang Vero sedikit terkejut namun segera kembali seperti biasa. Reito mengenal siapa itu Bella dan dua orang lainnya.

"Apakah Anda Nona Bella, putri marquise?" tanya Reito dengan sopan.

Bella mengalihkan matanya ke Reito, dia memang sudah mengira orang di ibukota pasti mengenalnya.

"Ya, aku Bella Van Dirson. Salam kenal."

Mendengar hal itu, Vero tak menyangka jika Bella merupakan anak seorang bangsawan. Dia mengira Bella hanya gadis biasa saat itu.

"Ternyata kau putri bangsawan."

"Maaf tidak memberitaumu terlebih dahulu, aku hanya tidak ingin dikenal sebagai putri bangsawan."

"Terserahlah, itu bukan urusanku," balas Vero acuh tak acuh.

Bangsawan merupakan hal yang Vero tidak sukai. Tidak sepenuhnya benci, mungkin hanya kurang menyukai mereka. Vero tidak menyukai seorang bangsawan karena suatu alasan di masa lalu yang terjadi padanya. Saat ini dia belajar untuk mulai menerima kehadiran mereka di sekitar dirinya.

"Kalian sudah saling mengenal?!" tanya Reito yang dari tadi memerhatikan mereka.

"Ya, kami mengenal satu sama lain di desanya Vero," jawab Yoshi.

Bella merasa Vero acuh kepadanya, dia bingung apa yang salah.

"Um... Vero," ucap Bella.

"Selanjutnya!" teriak orang yang bertugas di depan mereka.

Sebenarnya Vero mendengar Bella memanggilnya namun dia pergi menuju tempat pendaftaran.

"Oh, Kau pemuda yang tampan. Siapa namamu?" tanya petugas itu.

"Vero, 17 tahun dari Desa Miru." sambil menyerahkan kartu identitasnya.

"Hanya Vero?"

"Ya, hanya Vero."

"Baiklah, aku mengerti. Perjalananmu dari desa pasti memakan waktu lama, jadi aku harap kau lolos," ucap petugas itu sambil menyerahkan nomor urut.

Vero memberikan dua koin perak sebagai biaya pendaftaran. Memang biaya pendaftarannya cukup mahal. Dua koin perak cukup untuk biaya menginap semalam di penginapan. Biaya ini dimaksudkan agar para peserta tidak bermain-main dalam mendaftar.

Pembagian mata uang di dunia itu adalah koin platinum, emas, perak, dan perunggu. Satu koin platinum sama dengan sepuluh koin emas. Satu koin emas sama dengan lima puluh koin perak dan satu koin perak sama dengan seratus koin perunggu.

"Lusa jam delapan pagi adalah jadwal tesmu, jangan sampai terlambat."

Setelah menerima nomor urut dan jadwalnya, Vero meninggalkan tempat pendaftaran tanpa berpamit kepada Reito dan lainnya. Dia pergi mencari penginapan yang menurutnya bagus.

Hari itu sudah siang, dia memasuki penginapan bernama 'Palapa'. Dari sekian banyak penginapan, penginapan inilah yang sepi pengunjung. Menurutnya, penginapan ini sepi pengunjung karena letaknya di ujung kota. Kemungkinan para pengunjung lebih dulu memilih penginapan yang terdekat dari pusat kota.

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" tanya pemilik penginapan.

"Aku ingin menginap selama tiga malam."

"Biayanya dua koin perak untuk menginap semalam dan sudah termasuk makan malam."

"Hanya makan malam?"

"Iya, maafkan kami. Karena sepi pengunjung jadi tidak ada karyawan yang bekerja untuk menyiapkan sarapan."

"Baiklah, ini enam koin peraknya."

Vero melihat sekeliling ruangan, memang penginapan ini hanya memiliki tiga hingga lima orang pengunjung. Wanita pemilik penginapan itu kemudian memberikan kunci dan memanggil seorang anak laki-laki. Bocah berumur sebelas tahun itu sepertinya anak dari pemilik penginapan.

Bocah itu membimbing Vero menuju ruangannya. Setelah sampai di depan ruangannya, bocah itu izin untuk kembali.

"Tunggu sebentar."

Vero menghentikan bocah itu dan mengambil satu koin perunggu. Dia memberikan koin itu kepadanya sebagai ucapan terima kasih.

"Tidak, Kak. Aku tidak menerima upah hanya untuk mengantar."

"Tidak apa, anggap ini sebagai hadiahku saja."

"Um.. Terima kasih, Kak. Namaku Bima."

"Sama-sama, aku Vero."

Bima mengucapkan terima kasih lagi kepadanya sebelum kembali ke bawah.

Vero langsung membuka kamarnya dan melihat isi ruangan. Terdapat kasur dan lemari di kamar itu. Ruangannya bersih dan cukup luas dengan harga dua koin perak. Tak hanya itu, di dalam kamar juga tersedia kamar mandi.

"Sungguh beruntung aku menemukan penginapan ini," gumamnya sambil membuka jendela.

Karena penginapan ini terletak di ujung kota, Vero dapat melihat pemandangan kota yang ramai. Banyak pengunjung seperti dirinya yang memasuki penginapan lainnya dan juga bermacam ras berlalu lalang di dalam kota.

Vero duduk di atas kasurnya sambil memikirkan rencananya hari ini. Saat ini masih siang sekitar jam dua, dia berniat akan tidur siang dulu lalu akan mengelilingi kota dari sore hingga petang.

"Kuharap ini pilihan yang tepat."

***

Hari itu Reyna mendaftar ditemani oleh seorang maid. Semua orang di sana yang mengenal dirinya dibuat takjub akan kecantikannya. Dia mengetahui mereka terus melihatnya dengan tatapan takjub membuatnya merasa sedikit canggung, karena itulah dia jarang keluar istana.

"Putri, tolong tunggu sebentar. Biarkan saya yang mendaftarkan Anda."

"Tidak, biar aku saja. Aku juga akan mengantri seperti yang lainnya."

"Tidak, Putri. Itu akan sangat lama, jadi biarkan saya saja."

Reyna tak dapat membantah perkataan maidnya, dia membiarkan maid itu untuk mendaftarkan dirinya. Sedangkan, Reyna menunggunya di luar barisan. Tentu orang-orang memperhatikan dirinya.

"Sudah aku duga akan begini," gumamnya.

Dia bosan menunggu dengan tidak melakukan apapun hingga sebuah suara terdengar.

"Benarkah?! Itu sangat keren apalagi ada warna biru tuanya!" teriak seseorang di barisan kedua.

Semua perhatian yang diterima Reyna akhirnya teralihkan ke sumber suara. Dia bersyukur akan itu dan juga penasaran dengan apa yang terjadi.

"Kau membuat keributan." ucap pemuda satunya.

Baru pertama kali bagi Reyna melihat pemuda seperti itu. Memiliki dua warna rambut itu sangatlah langka. Orang-orang di sekitarnya terkesan dengan pemuda itu termasuk dirinya.

"Siapa pemuda itu?"

"Aku terkejut melihat pemuda setampan dirinya."

"Apa dia seorang pangeran dari suatu kerajaan?"

"Sepertinya bukan, lihatlah pakaiannya."

"Oh, Nona Bella mengenal pemuda itu? Apa mungkin dia memang seorang bangsawan?"

Banyak orang yang membicarakan pemuda itu. Reyna juga penasaran akan identitasnya, baru kali ini dia penasaran dengan seseorang. Pemuda berambut perak dan biru tua.

"Kalau tidak salah dengar, nama dia Vero ya.. Vero.." gumam Reyna.

"Putri, sekarang kita bisa kembali ke istana dulu. Tesnya dilaksanakan lusa."

Maid itu berbicara dengannya membuat dia sadar dari lamunan.

"Baiklah, terima kasih, Nell."

Mereka kembali ke kereta kuda dan menuju ke istana. Reyna masih memikirkan pemuda itu karena dia merasa pemuda itu sangat misterius. Hawa keberadaannya sangat tipis. Jika pemuda satunya tidak membuat kehebohan maka tak ada yang menyadarinya kecuali beberapa orang.

***

Sore harinya, Vero keluar penginapan untuk membeli beberapa peralatan sekaligus mengumpulkan informasi. Dia mengunjungi bar yang cukup ramai dengan memakai jubah biasa menutupi kepalanya.

"Aku pesan satu soda."

Dia kemudian duduk di pojok ruangan. Pelayan itu lalu mengantar pesanan Vero.

"Apa kau sudah dengar? Katanya di pegunungan ada seekor ular raksasa."

"Pegunungan di dekat Desa Eru? Jangan bercanda!"

"Oh iya, apa kalian juga sudah tau jika kerajaan akan mengadakan kontes tarung?"

"Aku sudah tau, mereka mengadakannya enam bulan dari sekarang dan syaratnya harus berusia 16-25 tahun."

Setelah mendengar beberapa informasi, Vero membayar tagihan dan meninggalkan bar. Dia kemudian mengunjungi toko senjata untuk melihat-lihat. Di sana ada berbagai macam senjata, mulai dari kelas rendah hingga spesial.

"Selamat datang, Tuan. Senjata apa yang Anda butuhkan?" tanya pelayan toko itu.

"Aku ingin melihat belati."

Pelayan itu mengantar Vero menuju rak khusus belati. Vero melihat kualitas semua belati di atas rak dengan skill appraisal miliknya. Dia mengerti kalau kualitas senjata di ibukota lebih bagus dari tempat lainnya namun harganya tidak wajar.

Vero kemudian memilih satu belati hitam yang middle quality dengan harga 4 koin perak dan 10 perunggu. Belati itu akan dia gunakan untuk seleksi masuk akademi.

Selanjutnya, Vero mengelilingi kota agar lebih mengenal kota tersebut.

Terkadang Vero berhenti di depan toko makanan dan armor hanya untuk melihat-lihat. Lalu membeli beberapa roti dan manisan. Setelah dia merasa cukup mengetahui kota, dia kembali ke penginapan saat matahari terbenam.

"Selamat datang kembali. Makan malamnya sedang disiapkan Ibu, Kak," sapa Bima di meja resepsionis.

"Kalau begitu aku pergi mandi dulu. Oh iya, ini ada beberapa oleh-oleh untuk kalian."

Vero menyerahkan tiga roti isi dan beberapa manisan kepada Bima. Sebenarnya Bima tak enak menerimanya namun Vero memaksa.

"Astaga, kau tidak perlu repot seperti ini, Nak," kata ibu Bima dengan membawa nampan berisi makanan.

Rupanya Ibu Bima mendengar pembicaraan mereka dan menyiapkan makanan yang sudah jadi untuk Vero. Vero lantas menghampirinya dan menerima nampan tersebut.

"Tidak apa, aku juga tidak akan habis memakannya, Nyonya."

"Jangan panggil aku Nyonya, panggil saja aku seperti Bima memanggilku."

"Uhm... Baik, Bu."

Dengan suara keraguan, Vero memanggilnya dengan sebutan ibu. Dia merasa aneh memanggil seseorang dengan panggilan itu karena seumur hidupnya dia tak pernah memanggil ibu kepada seseorang.

Vero yang awalnya berniat untuk mandi terlebih dahulu, saat ini membatalkan jadwalnya karena makan malam sudah disiapkan. Dia lalu mengajak mereka berdua untuk makan malam bersama.

"Pengunjung yang lain tidak makan malam?" tanya Vero.

"Mereka saat ini ada keperluan, kemungkinan pulang sekitar jam delapan."

"Kak, terima kasih sudah memberikan Bima makanan."

"Ya, tak masalah. Lain kali aku akan membawakan lagi jika aku sempat."

Melihat Bima dan Vero berbincang layaknya seseorang yang sudah dekat, pemilik penginapan itu tersenyum. Dia merasa bersyukur Vero menginap di tempatnya. Mereka kemudian berbincang-bincang mengenai keadaan masing-masing.

Selepas makan malam, Vero kembali ke kamarnya dan mandi.

Dia mengetahui jika ibu pemilik penginapan ini bernama Hilma. Suaminya saat ini menjadi prajurit bintang satu dan ditugaskan di desa yang berjarak tiga kilometer dari ibukota. Karena suaminya bekerja sebagai prajurit, penginapan itu masih tetap berjalan hingga sekarang walaupun hanya memiliki sedikit pelanggan.

Vero yang sudah selesai mandi kemudian mengambil baju ganti dan memasukkan belanjaan yang dibelinya ke dalam inventory.

"Sihir ini sangat praktis, bukan."

Malam itu merupakan awal bagi dirinya memulai hidup baru di Kerajaan Quella.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status