Home / Rumah Tangga / I'm The Queen / Dingin Seperti Es

Share

Dingin Seperti Es

Author: MbakMoll
last update Last Updated: 2024-11-22 22:20:52

Bab 4: Dingin Seperti Es

Hari-hari di Istana Landbird berlalu dalam suasana yang dingin. Sejak kejadian fitnah Beatrice, Elea mulai menunjukkan sikap yang berbeda terhadap wanita itu. Tidak ada senyum ramah, tidak ada perhatian hangat seperti sebelumnya. Elea tetap menjalankan kewajibannya sebagai ratu dengan sempurna, tetapi setiap kali Beatrice hadir, aura dingin dan ketegasan Elea semakin terasa.  

Beatrice, di sisi lain, tidak tinggal diam. Ia terus memainkan perannya sebagai wanita lemah yang terzalimi, meraih simpati Flynn yang semakin dalam. Flynn, yang merasa bertanggung jawab atas Beatrice, memutuskan untuk mengambil langkah besar demi melindungi posisinya di istana.  

Pada suatu pagi, Flynn mengumumkan rencananya kepada Elea. “Elea, aku memutuskan untuk mengadakan acara resmi untuk mengangkat Beatrice sebagai *Selir Agung*.”  

Elea, yang sedang membaca laporan istana di ruang kerjanya, menghentikan gerakannya. Ia menatap Flynn dengan tatapan kosong, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.  

“*Selir Agung*?” ulang Elea perlahan, memastikan ia tidak salah dengar.  

“Benar,” jawab Flynn tegas. “Aku ingin Beatrice memiliki posisi yang lebih jelas di istana. Sebagai *Selir Tingkat Satu*, wewenangnya akan langsung di bawahmu. Dengan begitu, dia akan dihormati oleh semua orang.”  

Elea meletakkan laporannya dengan tenang, tetapi tatapan matanya mulai menunjukkan kilatan emosi. “Flynn, aku tidak ingin mempertanyakan keputusanmu sebagai raja, tetapi ini terlalu cepat. Beatrice bahkan belum menunjukkan kontribusi apa pun untuk kerajaan ini. Apa alasanmu memberinya posisi sebesar itu?”  

Flynn menghela napas, seolah merasa frustrasi. “Elea, aku tahu ini sulit bagimu. Tetapi Beatrice telah melalui banyak hal. Dia membutuhkan perlindungan dan pengakuan, dan ini adalah cara terbaik untuk memastikan dia tidak diperlakukan semena-mena lagi.”  

Elea menahan diri untuk tidak membantah lebih jauh. “Baiklah,” jawabnya datar. “Jika itu yang kau inginkan, aku akan mendukung keputusanmu. Tapi aku tidak akan berbohong, Flynn. Aku tidak setuju dengan langkah ini.”  

Flynn menatap Elea, mencari tanda-tanda pemberontakan di wajahnya, tetapi ia hanya menemukan ketenangan yang menakutkan.  

“Terima kasih, Elea,” katanya akhirnya sebelum meninggalkan ruangan.  

***

Di kamar Beatrice, kabar tentang rencana pengangkatannya sebagai *Selir Agung* membuatnya melompat kegirangan. Ia memandang dirinya di cermin, membayangkan mahkota kecil yang akan menghiasi kepalanya.  

“Daisy,” panggil Beatrice kepada salah satu pelayan yang kini bekerja untuknya. “Pastikan gaunku untuk acara pengangkatan sempurna. Aku ingin tampil seperti seorang ratu.”  

Daisy, yang dulunya pelayan setia Elea, hanya mengangguk tanpa banyak bicara. Dalam hatinya, ia merasa muak dengan tingkah Beatrice. Namun, Daisy tahu bahwa Beatrice memiliki pengaruh besar pada raja, dan ia tidak ingin mencari masalah.  

***

Pada hari acara pengangkatan, aula utama Istana Landbird dipenuhi oleh bangsawan dan pejabat tinggi kerajaan. Elea hadir dengan gaun berwarna emas yang menunjukkan statusnya sebagai ratu, sementara Beatrice mengenakan gaun biru cerah yang mencerminkan keinginannya untuk mencuri perhatian.  

Ketika Flynn memulai pidatonya, Elea duduk di singgasana ratu dengan wajah tanpa ekspresi. Namun, di dalam hatinya, ia merasakan gejolak emosi yang kuat. Ia tahu bahwa acara ini bukan hanya soal pengangkatan Beatrice, tetapi juga tentang bagaimana posisinya sebagai ratu diuji.  

“Dengan ini, aku mengangkat Beatrice sebagai *Selir Tingkat Satu*,” ujar Flynn dengan suara lantang. “Mulai hari ini, wewenangnya akan langsung berada di bawah Ratu Elea, dan dia akan menjadi bagian penting dari istana ini.”  

Tepuk tangan memenuhi ruangan, tetapi Elea hanya berdiam diri. Ketika Beatrice berjalan mendekat untuk menerima pengangkatan resmi, Elea berdiri dan memasangkan mahkota kecil ke kepala Beatrice dengan tangan yang dingin.  

“Selamat, Beatrice,” kata Elea pelan namun tajam, tatapannya seperti belati yang menusuk. “Semoga kau dapat menjalankan tugasmu dengan baik dan tidak mempermalukan posisi ini.”  

Beatrice tersenyum manis, tetapi ada kilatan kemenangan di matanya. “Terima kasih, Yang Mulia. Saya akan melakukan yang terbaik untuk mendukung kerajaan ini... dan Anda.”  

Elea hanya mengangguk singkat sebelum kembali ke tempatnya. Di tengah sorak sorai para tamu, ia merasa asing di kerajaannya sendiri. Namun, dalam hatinya, ia berjanji bahwa ini belum berakhir.  

Pengangkatan Beatrice sebagai Selir Tingkat Satu telah usai, namun suasana dingin terus menyelimuti istana. Elea, yang selama ini menahan amarahnya, tahu bahwa ia tidak bisa hanya diam. Beatrice telah menempatkan dirinya di posisi strategis, dan sekarang Elea harus bertindak.  

Di kamar pribadinya, Elea memanggil Daisy, pelayan setianya yang selama ini diam-diam mengamati setiap gerak-gerik Beatrice. Daisy masuk dengan penuh hormat, lalu menunduk di hadapan sang ratu.  

“Daisy,” ujar Elea dengan nada tegas namun lembut. “Aku membutuhkan bantuanmu. Aku ingin kau memperhatikan setiap langkah Beatrice. Temukan sesuatu yang bisa membuka kedoknya. Aku yakin dia tidak sepolos yang Flynn kira.”  

Daisy mengangguk dengan penuh semangat. “Tentu saja, Yang Mulia. Saya sudah lama mencurigainya. Saya akan mencari tahu semuanya, bahkan jika itu membutuhkan waktu.”  

Elea tersenyum kecil. “Hati-hati, Daisy. Jangan sampai ada yang mencurigai kita. Beatrice sudah menunjukkan bahwa dia licik, dan aku tidak ingin kau menjadi korban berikutnya.”  

Daisy mengangguk lagi sebelum keluar dari kamar Elea, meninggalkan sang ratu dalam keheningan. Elea memandang ke luar jendela, matanya memancarkan tekad. Ia tahu bahwa ini adalah pertarungan panjang, tetapi ia tidak akan mundur.  

***

Sementara itu, di kamar barunya yang lebih megah, Beatrice bersenandung kecil sambil memandangi dirinya di cermin. Mahkota kecil yang diberikan Elea kini menghiasi rambut peraknya. Ia merasa bahwa dirinya hampir mencapai puncak kekuasaan.  

“Lihatlah aku sekarang,” gumam Beatrice kepada dirinya sendiri. “Aku lebih dari sekadar wanita yang dipungut dari jalanan. Aku adalah bagian dari kerajaan ini, dan suatu hari... aku akan menjadi ratu.”  

Namun, saat ia tersenyum penuh kemenangan, Daisy yang diam-diam mengintai dari balik pintu memperhatikan tingkah lakunya. Daisy tahu bahwa Beatrice memiliki ambisi besar, dan ia berniat untuk menggali lebih dalam.  

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • I'm The Queen   Jaring Intrik

    Elea menatap suaminya dengan penuh selidik. Ia mengenal Alaric dengan baik, terlalu baik. Dan ekspresi yang baru saja melintas di wajah pria itu bukanlah sesuatu yang bisa ia abaikan begitu saja. "Alaric," ucap Elea pelan, suaranya lembut, tetapi penuh tekanan. "Apa yang dikatakan Grand Duke kepadamu sebelum pergi?" Alaric tetap diam sejenak, lalu beranjak dari kursinya dan berjalan ke arah jendela. Ia menatap ke luar, seolah mencari jawaban di balik langit Veridion yang mulai meredup. "Tidak ada yang perlu kau khawatirkan," jawabnya akhirnya. Elea menyipitkan mata. "Jangan meremehkanku." Alaric menghela napas, lalu berbalik menghadapi istrinya. "Grand Duke hanya mengingatkanku tentang beberapa hal di masa lalu. Tidak ada yang penting." "Jika tidak penting, kau tidak akan bereaksi seperti tadi," sahut Elea cepat. Raja Veridion itu menatap Elea beberapa saat sebelum akhirnya mengusap wajahnya dengan lelah. "Grand Duke mengungkit sesuatu yang seharusnya tetap terkubur."

  • I'm The Queen   Api yang Berkobar

    Bab 84 – Api yang BerkobarDi mansion Grand Duke Elvenhart, Aveline duduk di ruang pribadinya, jemarinya mencengkeram surat dari Baron Reynard dengan kuat. Matanya membara penuh kemarahan saat membaca isi laporan yang ia terima. Putra Mahkota Kaelen membela Edith. Dan yang lebih buruk lagi, ia mengaku bahwa Edith adalah kekasihnya. Aveline tidak bisa menerima ini. Tidak. Ini tidak bisa dibiarkan. Dengan langkah cepat, ia keluar dari kamarnya dan langsung menuju ruang kerja ayahnya. Tanpa ragu, ia mengetuk pintu keras sebelum masuk. Grand Duke Elvenhart, yang tengah membaca dokumen di mejanya, menoleh dengan alis berkerut. Melihat ekspresi putrinya yang tegang, ia meletakkan penanya dan menatapnya dengan tajam. "Aveline," katanya dengan nada dalam. "Ada apa?" Aveline menegakkan tubuhnya, berusaha menjaga nada suaranya tetap terkendali. "Ayah, saya baru saja menerima kabar dari Baron Reynard," katanya dengan tenang, meskipun ada ketegangan dalam suaranya. "Putra Mahkota Ka

  • I'm The Queen   Api yang Menyala dalam Bayangan

    Edith tahu keputusan Grand Duke Elvenhart akan membawa dampak besar, tetapi ia tidak menduga seberapa cepat situasi akan berubah. Dua hari setelah pengumuman bahwa Kota Velfenne menjadi tanggung jawabnya, Edith menerima surat dari salah satu pejabat di kota tersebut. Isinya bukanlah ucapan selamat, melainkan peringatan. "Ada gerakan yang mencurigakan di antara beberapa bangsawan lokal. Mereka tidak secara terang-terangan menentang keputusan ini, tetapi banyak yang meragukan legitimasi Anda. Saya khawatir ada sesuatu yang direncanakan di balik layar."Edith membaca surat itu dengan dahi berkerut. Ia sudah menduga bahwa tidak semua orang akan menerima posisinya, tetapi jika ada sesuatu yang direncanakan di balik layar, itu berarti masalah lebih besar akan datang. Sementara itu, di sisi lain mansion, Aveline duduk di ruang pribadinya dengan tenang. Di hadapannya berdiri seorang pria dengan wajah kaku dan pakaian bangsawan sederhana. Ia adalah Baron Reynard, salah satu pemilik tanah

  • I'm The Queen   Hadiah yang Membakar Dendam

    Bab 82 – Hadiah yang Membakar DendamDi dalam mansion Grand Duke Elvenhart, ketegangan terasa semakin pekat. Edith berusaha untuk tetap tenang, tetapi rumor yang terus berkembang membuatnya semakin sulit bernapas. Malam itu, ia berjalan melewati koridor yang diterangi cahaya lilin, pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan. Saat ia sampai di depan pintu kamarnya, langkahnya terhenti. Di ujung lorong, seseorang berdiri menunggunya. Gaun ungu lembut yang membalut tubuh wanita itu tampak begitu anggun di bawah cahaya lilin, tetapi sorot matanya yang tajam mengisyaratkan sesuatu yang lain. "Akhirnya kau pulang juga," suara Aveline terdengar lembut, tetapi ada sesuatu yang membuat bulu kuduk Edith meremang. Edith menghela napas. "Apa yang kau inginkan, Lady Aveline?" Aveline tersenyum kecil, melangkah mendekat. "Kau terdengar begitu kaku, Edith. Aku hanya ingin berbicara." Edith menegang, tetapi tetap berdiri tegak. "Jika kau ingin membicarakan rumor itu, aku tidak tertarik." Av

  • I'm The Queen   Ombak Fitnah

    Hari-hari setelah perburuan itu tidak berjalan seperti yang diharapkan Edith. Sejak kepulangannya dari hutan bersama Roderic, namanya tiba-tiba memenuhi setiap bisikan dan percakapan para bangsawan. Di setiap perjamuan teh, di lorong-lorong istana, di antara tawa para lady yang mengenakan gaun-gaun indah, hanya ada satu topik yang mereka bahas. "Lady Edith sudah tidak suci lagi."Rumor itu menyebar seperti api yang melahap hutan kering. Tidak ada yang tahu pasti dari mana asalnya, tetapi bisikan-bisikan itu menjadi semakin liar setiap harinya. Di Ruang Teh Para LadyDi sebuah taman indah di dalam istana, para lady tengah menikmati perjamuan sore. Teh harum memenuhi udara, diiringi suara-suara lembut yang penuh kepalsuan. "Benar-benar mengejutkan," kata Lady Vivienne dengan nada dramatis. "Aku mendengar bahwa Lady Edith menghabiskan malam di hutan bersama Lord Roderic. Berdua saja!" Lady Marielle, yang duduk di sampingnya, menutup mulutnya seolah terkejut. "Astaga, kalau itu

  • I'm The Queen   Berbagi Rahasia

    Di dalam hutan yang gelap, cahaya bulan mengintip di antara celah dedaunan, memberikan sedikit penerangan bagi Edith dan Roderic yang masih terjebak. Suara jangkrik dan hembusan angin menjadi latar belakang keheningan di antara mereka. Edith menggigit bibirnya, mencoba mengabaikan rasa dingin meskipun mantel Roderic sudah membalut tubuhnya. Ia melirik pria di sebelahnya, yang tampak santai bersandar pada batang pohon, seolah-olah keadaan ini bukan masalah besar. "Kau terlihat tenang," kata Edith akhirnya, suaranya lirih namun cukup jelas. Roderic menoleh dengan senyum kecil. "Harus ada yang tetap tenang, kan?" Edith menghela napas, lalu menatap langit yang terbuka di antara pepohonan. "Aku tidak menyangka perburuan akan berakhir seperti ini." Roderic terkekeh. "Sama. Biasanya aku hanya berburu sebentar, lalu kembali dengan kemenangan kecil. Kali ini... kurasa kita tidak bisa mengandalkan keberuntungan." Keheningan menyelimuti mereka lagi, hingga akhirnya Edith berbicara le

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status