Home / Rumah Tangga / I'm The Queen / Fitnah di Istana Lilly

Share

Fitnah di Istana Lilly

Author: MbakMoll
last update Last Updated: 2024-11-22 22:20:07

**Bab 3: Fitnah di Istana Lily**  

Malam yang tenang di Istana Landbird menjadi awal dari badai baru. Beatrice, dengan cermat menyusun rencananya, memutuskan untuk mengambil langkah yang lebih berani. Ia tahu bahwa Flynn telah terpikat olehnya, namun untuk benar-benar mengamankan posisinya, ia harus melemahkan pengaruh Elea di mata sang raja.  

Setelah makan malam, Beatrice berpura-pura terlihat murung di kamarnya. Matanya memerah seolah habis menangis, sementara tangan gemetar memegang sapu tangan sutra pemberian Flynn. Saat salah satu pelayan lewat, Beatrice memanggilnya dengan suara lemah.  

“Bisakah kau menyampaikan pesan ini kepada Raja Flynn? Katakan... aku ingin berbicara dengannya. Ini penting,” ujar Beatrice dengan nada putus asa.  

Pelayan itu segera menyampaikan pesan kepada Flynn yang tengah berada di ruang kerjanya. Flynn, yang merasa khawatir, langsung menuju kamar Beatrice tanpa menunda.  

Ketika Flynn masuk, ia menemukan Beatrice duduk di tepi tempat tidur, menangis tersedu-sedu. Rambut peraknya kusut, dan wajahnya tampak begitu lemah.  

“Beatrice, apa yang terjadi?” tanya Flynn dengan nada penuh kekhawatiran. Ia duduk di sampingnya, menggenggam tangannya dengan lembut.  

Beatrice mengangkat wajahnya, matanya bertemu dengan Flynn. “Yang Mulia... saya tidak tahu harus berkata apa... tetapi saya merasa tidak diterima di istana ini.”  

Flynn mengernyit. “Apa maksudmu? Bukankah aku telah memastikan bahwa kau mendapatkan semua yang kau butuhkan?”  

Beatrice menundukkan wajahnya, air matanya mengalir deras. “Itu benar, Yang Mulia. Anda begitu baik pada saya... tetapi Ratu Elea... Dia... dia mengatakan hal-hal yang sangat menyakitkan.”  

Mata Flynn membelalak. “Apa yang dikatakannya?”  

“Saya tidak ingin mengadu, tetapi... dia mengatakan bahwa saya tidak pantas berada di sini. Bahwa saya hanya wanita jalanan yang Anda pungut dari jalanan. Dia bahkan menyebut saya sebagai aib bagi istana ini.” Beatrice menutup wajahnya dengan kedua tangan, pura-pura menahan isak tangis.  

Flynn menggertakkan giginya, wajahnya memerah karena marah. Ia tidak pernah membayangkan Elea, yang selalu terlihat tenang dan bijaksana, akan berkata seperti itu.  

“Beatrice,” ujarnya tegas, “kau tidak perlu takut. Aku akan menangani ini. Aku tidak akan membiarkan siapa pun, bahkan Elea, memperlakukanmu seperti ini.”  

Beatrice menatap Flynn dengan ekspresi penuh rasa terima kasih. “Yang Mulia, saya tidak ingin menimbulkan masalah antara Anda dan Ratu Elea. Saya hanya ingin Anda tahu... saya tidak pernah ingin merebut apa pun darinya.”  

Flynn memeluk Beatrice dengan lembut, mencoba menenangkannya. Namun, dalam hatinya, kemarahan terhadap Elea semakin membara.  

***

Keesokan harinya, Flynn memanggil Elea ke ruang kerja. Ketika Elea tiba, ia menemukan Flynn berdiri di dekat jendela, ekspresi wajahnya keras dan penuh emosi.  

“Kau memanggilku, Flynn?” tanya Elea dengan lembut.  

Flynn berbalik, tatapannya menusuk. “Aku ingin bertanya sesuatu. Apakah benar kau mengatakan hal-hal yang menghina Beatrice?”  

Elea mengernyitkan alisnya. “Menghina? Apa maksudmu?”  

“Jangan berpura-pura tidak tahu,” tukas Flynn tajam. “Beatrice mengatakan bahwa kau menyebutnya wanita jalanan yang tidak pantas berada di istana ini. Bahwa dia adalah aib bagi kerajaan.”  

Elea tertegun. Ia merasa tidak percaya Flynn benar-benar menuduhnya seperti itu tanpa bukti. “Flynn,” katanya dengan tenang, “kau mengenalku lebih dari siapa pun. Aku tidak pernah mengatakan hal seperti itu kepada Beatrice.”  

“Tapi dia menangis, Elea,” balas Flynn dengan nada tegas. “Dia terlihat begitu hancur. Mengapa dia harus berbohong?”  

Elea menatap Flynn, mencoba menemukan alasan di balik kemarahannya. “Flynn, aku tidak tahu apa yang telah dia katakan padamu. Namun, aku bersumpah atas nama mahkota ini, aku tidak pernah menghina Beatrice. Jika aku memiliki masalah dengannya, aku akan berbicara langsung kepadamu.”  

Flynn terdiam sejenak, namun keraguannya jelas terlihat. “Aku hanya ingin kau tahu, Elea, bahwa Beatrice adalah bagian dari hidupku sekarang. Aku tidak akan mentoleransi siapa pun yang mencoba menyakitinya.”  

Elea merasa hatinya retak mendengar kata-kata itu. Namun, ia tetap berdiri tegak, menolak menunjukkan kelemahannya. “Aku menghormati keputusanmu, Flynn. Tetapi aku tidak akan menerima tuduhan yang tidak benar.”  

Setelah percakapan itu, Elea meninggalkan ruang kerja Flynn dengan perasaan campur aduk. Ia tahu bahwa Beatrice sedang memainkan permainan berbahaya, dan sayangnya, Flynn terlalu buta untuk menyadarinya.  

***

Di Istana Lily, Beatrice tersenyum puas saat mendengar dari salah satu pelayan bahwa Flynn telah berbicara dengan Elea. Ia tahu bahwa fitnahnya telah berhasil memicu perpecahan antara raja dan ratu.  

“Semakin banyak jarak di antara mereka,” pikir Beatrice, “semakin mudah bagiku untuk menguasai semuanya.”  

Namun, jauh di dalam istana, Elea mulai menyusun rencananya sendiri. Ia tidak akan membiarkan fitnah Beatrice menghancurkan apa yang telah ia bangun selama ini. Sebagai seorang ratu, ia tahu bahwa kekuatan terbesarnya bukanlah kemarahan, melainkan kecerdasan dan kesabarannya.  

"Ini belum berakhir, Beatrice," pikir Elea sambil menatap cermin di kamarnya. "Aku akan membuktikan siapa dirimu sebenarnya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • I'm The Queen   Jaring Intrik

    Elea menatap suaminya dengan penuh selidik. Ia mengenal Alaric dengan baik, terlalu baik. Dan ekspresi yang baru saja melintas di wajah pria itu bukanlah sesuatu yang bisa ia abaikan begitu saja. "Alaric," ucap Elea pelan, suaranya lembut, tetapi penuh tekanan. "Apa yang dikatakan Grand Duke kepadamu sebelum pergi?" Alaric tetap diam sejenak, lalu beranjak dari kursinya dan berjalan ke arah jendela. Ia menatap ke luar, seolah mencari jawaban di balik langit Veridion yang mulai meredup. "Tidak ada yang perlu kau khawatirkan," jawabnya akhirnya. Elea menyipitkan mata. "Jangan meremehkanku." Alaric menghela napas, lalu berbalik menghadapi istrinya. "Grand Duke hanya mengingatkanku tentang beberapa hal di masa lalu. Tidak ada yang penting." "Jika tidak penting, kau tidak akan bereaksi seperti tadi," sahut Elea cepat. Raja Veridion itu menatap Elea beberapa saat sebelum akhirnya mengusap wajahnya dengan lelah. "Grand Duke mengungkit sesuatu yang seharusnya tetap terkubur."

  • I'm The Queen   Api yang Berkobar

    Bab 84 – Api yang BerkobarDi mansion Grand Duke Elvenhart, Aveline duduk di ruang pribadinya, jemarinya mencengkeram surat dari Baron Reynard dengan kuat. Matanya membara penuh kemarahan saat membaca isi laporan yang ia terima. Putra Mahkota Kaelen membela Edith. Dan yang lebih buruk lagi, ia mengaku bahwa Edith adalah kekasihnya. Aveline tidak bisa menerima ini. Tidak. Ini tidak bisa dibiarkan. Dengan langkah cepat, ia keluar dari kamarnya dan langsung menuju ruang kerja ayahnya. Tanpa ragu, ia mengetuk pintu keras sebelum masuk. Grand Duke Elvenhart, yang tengah membaca dokumen di mejanya, menoleh dengan alis berkerut. Melihat ekspresi putrinya yang tegang, ia meletakkan penanya dan menatapnya dengan tajam. "Aveline," katanya dengan nada dalam. "Ada apa?" Aveline menegakkan tubuhnya, berusaha menjaga nada suaranya tetap terkendali. "Ayah, saya baru saja menerima kabar dari Baron Reynard," katanya dengan tenang, meskipun ada ketegangan dalam suaranya. "Putra Mahkota Ka

  • I'm The Queen   Api yang Menyala dalam Bayangan

    Edith tahu keputusan Grand Duke Elvenhart akan membawa dampak besar, tetapi ia tidak menduga seberapa cepat situasi akan berubah. Dua hari setelah pengumuman bahwa Kota Velfenne menjadi tanggung jawabnya, Edith menerima surat dari salah satu pejabat di kota tersebut. Isinya bukanlah ucapan selamat, melainkan peringatan. "Ada gerakan yang mencurigakan di antara beberapa bangsawan lokal. Mereka tidak secara terang-terangan menentang keputusan ini, tetapi banyak yang meragukan legitimasi Anda. Saya khawatir ada sesuatu yang direncanakan di balik layar."Edith membaca surat itu dengan dahi berkerut. Ia sudah menduga bahwa tidak semua orang akan menerima posisinya, tetapi jika ada sesuatu yang direncanakan di balik layar, itu berarti masalah lebih besar akan datang. Sementara itu, di sisi lain mansion, Aveline duduk di ruang pribadinya dengan tenang. Di hadapannya berdiri seorang pria dengan wajah kaku dan pakaian bangsawan sederhana. Ia adalah Baron Reynard, salah satu pemilik tanah

  • I'm The Queen   Hadiah yang Membakar Dendam

    Bab 82 – Hadiah yang Membakar DendamDi dalam mansion Grand Duke Elvenhart, ketegangan terasa semakin pekat. Edith berusaha untuk tetap tenang, tetapi rumor yang terus berkembang membuatnya semakin sulit bernapas. Malam itu, ia berjalan melewati koridor yang diterangi cahaya lilin, pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan. Saat ia sampai di depan pintu kamarnya, langkahnya terhenti. Di ujung lorong, seseorang berdiri menunggunya. Gaun ungu lembut yang membalut tubuh wanita itu tampak begitu anggun di bawah cahaya lilin, tetapi sorot matanya yang tajam mengisyaratkan sesuatu yang lain. "Akhirnya kau pulang juga," suara Aveline terdengar lembut, tetapi ada sesuatu yang membuat bulu kuduk Edith meremang. Edith menghela napas. "Apa yang kau inginkan, Lady Aveline?" Aveline tersenyum kecil, melangkah mendekat. "Kau terdengar begitu kaku, Edith. Aku hanya ingin berbicara." Edith menegang, tetapi tetap berdiri tegak. "Jika kau ingin membicarakan rumor itu, aku tidak tertarik." Av

  • I'm The Queen   Ombak Fitnah

    Hari-hari setelah perburuan itu tidak berjalan seperti yang diharapkan Edith. Sejak kepulangannya dari hutan bersama Roderic, namanya tiba-tiba memenuhi setiap bisikan dan percakapan para bangsawan. Di setiap perjamuan teh, di lorong-lorong istana, di antara tawa para lady yang mengenakan gaun-gaun indah, hanya ada satu topik yang mereka bahas. "Lady Edith sudah tidak suci lagi."Rumor itu menyebar seperti api yang melahap hutan kering. Tidak ada yang tahu pasti dari mana asalnya, tetapi bisikan-bisikan itu menjadi semakin liar setiap harinya. Di Ruang Teh Para LadyDi sebuah taman indah di dalam istana, para lady tengah menikmati perjamuan sore. Teh harum memenuhi udara, diiringi suara-suara lembut yang penuh kepalsuan. "Benar-benar mengejutkan," kata Lady Vivienne dengan nada dramatis. "Aku mendengar bahwa Lady Edith menghabiskan malam di hutan bersama Lord Roderic. Berdua saja!" Lady Marielle, yang duduk di sampingnya, menutup mulutnya seolah terkejut. "Astaga, kalau itu

  • I'm The Queen   Berbagi Rahasia

    Di dalam hutan yang gelap, cahaya bulan mengintip di antara celah dedaunan, memberikan sedikit penerangan bagi Edith dan Roderic yang masih terjebak. Suara jangkrik dan hembusan angin menjadi latar belakang keheningan di antara mereka. Edith menggigit bibirnya, mencoba mengabaikan rasa dingin meskipun mantel Roderic sudah membalut tubuhnya. Ia melirik pria di sebelahnya, yang tampak santai bersandar pada batang pohon, seolah-olah keadaan ini bukan masalah besar. "Kau terlihat tenang," kata Edith akhirnya, suaranya lirih namun cukup jelas. Roderic menoleh dengan senyum kecil. "Harus ada yang tetap tenang, kan?" Edith menghela napas, lalu menatap langit yang terbuka di antara pepohonan. "Aku tidak menyangka perburuan akan berakhir seperti ini." Roderic terkekeh. "Sama. Biasanya aku hanya berburu sebentar, lalu kembali dengan kemenangan kecil. Kali ini... kurasa kita tidak bisa mengandalkan keberuntungan." Keheningan menyelimuti mereka lagi, hingga akhirnya Edith berbicara le

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status