Keesokan paginya, Nabila tengah sibuk membereskan rumah, mencuci baju, mencuci piring, lalu sarapan pagi sebelum ia pergi untuk berjualan kue keliling.Pagi ini Nabila cukup bersemangat. Walau pun beberapa kali Ello melarangnya berjualan keliling dan pernah menawarkan modal untuk membuka toko kue. Namun, Nabila menolak. Ia tidak ingin terlalu merepotkan Ello. Apalagi mereka belum sah menikah.“Kue … kue!”Nabila mulai berteriak menawarkan kue jualannya.“Kue … kue basah kue kering semua ada di sini!” seru Nabila.Beberapa tetangga memanggilnya, lalu membeli beberapa bungkus kue. Nabila begitu senang, karena sepagi itu sudah ada yang membeli kue-kue buatannya.Lanjut Nabila berjalan berkeliling lagi. Tujuannya pagi ini adalah pasar terdekat. Selain banyaknya orang di tempat itu, Nabila juga hendak membeli bahan-bahan kue untuk berjualan besok.Nabila berjalan kaki sambil menenteng satu buah keranjang yang masih banyak kue-kue di dalamnya. Beberapa kali ia kembali berteriak menawarkan k
“Suara apa itu?” gumam Nabila.Nabila bangun dari posisi tidurnya. Lantas ia turun dari tempat tidur, kemudian keluar dari kamarnya, ingin memastikan suara apa yang baru saja ia dengar.Nabila mengedarkan pandangan, guna mencari sumber suara yang sempat ia dengar barusan.“Apa mungkin ada maling masuk, ya, ke sini? Ya Tuhan … jangan sampai itu terjadi,” batin Nabila.Nabila mengendap-endap berjalan ke ruangan lain. Satu persatu ruangan ia periksa. Pertama ia memeriksa kamar sebelah yang tidak ia tempati. Namun, setelah Nabila memeriksa kamar tersebut, ia tidak menemukan siapa pun di dalam sana.Lanjut Nabila berjalan ke arah ruangan lain, yakni ruang tengah dan dapur. Setelah diyakini ruang tengah tidak ada yang mencurigakan, Nabila lanjut berjalan ke arah dapur.Tubuhnya cukup bergetar menahan ketakutan. Takut jika kecurigaannya tentang adanya maling masuk, benar adanya.Di pojok ruang tengah Nabila melihat sapu berdiri bersandar di tembok, tak jauh dari tempatnya berdiri. Diraihnya
“Ya, aku bersedia dengan lamaran kamu, Ello!”Ello yang telah berada di ambang pintu, seketika membulatkan mata. Ia membalikkan badan menghadap ke arah Nabila.“Ka-kamu serius, Nabila?” tanya Ello, suaranya seketika menjadi gugup.Nabila tersenyum kecil lantas menganggukkan kepalanya.Ello tak menyangka, apakah ia tidak salah dengar dengan ucapan Nabila? Ataukah ini hanyalah mimpi? Saking tidak percayanya, Ello sampai diam-diam mencubit tangannya sendiri. Terasa sakit, berarti Ello memang sedang tidak bermimpi.Ello berjalan cepat lalu memeluk Nabila. Merasa terharu atas perjuangannya mendapatkan hati Nabila, kini telah ia capai.“Terima kasih, Nabila. Aku … aku bingung harus berkata apa lagi. Aku bahagia kamu menerimaku. Aku tidak akan berjanji untuk bisa membahagiakanmu. Tapi aku akan buktikan bahwa aku akan berusaha menjadikan kamu yang terbaik. Perlahan, kebahagiaan itu akan datang menghampirimu,” ucap Ello.Nabila menerima pelukan Ello. Tak terasa air matanya menetes hingga memba
Delapan bulan kemudian“Assalamualaikum ….”Di depan sebuah rumah sederhana di perkampungan yang masih sangat asri, berdiri seorang lelaki dengan satu kantong kresek besar berwarna putih berlogo minimarket, di depan pintu.Nabila yang tengah membuat kue untuk berjualan, segera beranjak dari dapur, saat ia mendengar seseorang mengucapkan salam di depan rumah.Setelah pintu dibuka, tampaklah lelaki yang tak lain adalah Ello. Lelaki itu berdiri dengan senyuman yang selalu menghiasi wajahnya yang tampan, jika di hadapan Nabila.“Waalaikum salam … maaf lama, aku sedang membuat kue untuk jualan besok,” ucap Nabila.Ello kemudian menyodorkan kantong kresek besar itu kepada Nabila.“Makanan dan kebutuhan lainnya buat kamu. Boleh aku masuk?” tanya Ello.Nabila menerima pemberian Ello, lalu mempersilahkan Ello masuk ke dalam. Mereka berdua pun duduk di ruang tamu rumah sederhana itu.“Terima kasih, tapi sebaiknya kamu tidak usah repot-repot seperti ini. Setiap kali kamu datang ke sini, pasti ad
Ello membulatkan matanya, refleks ia menginjak rem mendadak. Membuat Nabila terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Ello. Beruntung mereka telah memasang sabuk pengaman.“Maaf, Nabila, aku refleks. Kamu serius, mau bercerai sama Gala?” tanya Ello tak menyangka.Tidak disangka, Ello akan mendengar ucapan seperti itu dari mulut Nabila. Ucapan yang membuatnya sulit berkata-kata.“Ya, aku serius. Kenapa?” tanya Nabila balik.Ello menggelengkan kepalanya dengan cepat. Lantas ia kembali melajukan mobilnya.“Tidak apa-apa, hanya kaget saja. Apakah kamu sudah yakin dengan keputusan kamu itu?” sahut Ello.Nabila menghela napas kasar. Ia menunduk seraya meremas ujung bajunya.Nabila memejamkan matanya sejenak, lalu membukanya lagi. Berusaha meyakinkan diri, bahwa dengan jalan itu, mungkin ia bisa terlepas dengan rasa sakit oleh pengkhianatan Gala, walau pun itu tidak mudah.“Ya, aku sudah yakin,” ujar Nabila.Ello mengangguk, di dalam hatinya, ia tersenyum penuh kemenangan. Setidaknya ia tidak
“Tega kamu, Mas!” ucap Nabila.Gala tersentak, ia pun menoleh ke belakang. Di sana, Nabila tengah berdiri dengan derai air mata yang telah membasahi pipinya.“Nabila, aku bisa jelaskan semuanya. Aku-”“Cukup, Mas! Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi. Aku sudah dengar dan melihat semuanya. Menikahlah, semoga kalian bahagia,” potong Nabila.Nabila pun membalikkan badan, kemudian keluar dari ruangan itu. Gala hendak berlari mengejarnya. Namun, dengan cepat Bianca menarik tangan Gala. Mencegah lelaki itu pergi darinya.“Lepas, Bianca. Aku harus mengejar istriku!” sentak Gala.Bianca terus memegangi tangan Gala hingga sangat kuat. Saat Gala berbalik badan hendak melepaskan paksa tangan Bianca, Gala melihat hidung Bianca kembali mengeluarkan darah.“Ya Tuhan, Bianca!” ucap Gala.Gala pun segera memanggil dokter. Kedua orang tua Bianca pun sangat panik atas kondisi Bianca.Nabila berlari keluar dari lorong rumah sakit. Ello tak tinggal diam, ia mengejar wanita itu, hingga mereka berhenti di