Share

Bab 3 Ditinggal

last update Last Updated: 2025-02-12 16:21:58

“Ada apa, Bu? Kenapa Ibu nangis?” tanya Arsya.

Bu Retno menunjuk-nunjuk kamar Weni. Kemudian menarik tangan Arsya, membawanya masuk ke dalam kamar Weni.

Nabila begitu bingung, apa sebenarnya yang terjadi? Lantas ia pun segera mengikuti mereka masuk ke dalam kamar Weni. Terlihat pula Weni tengah sibuk menggendong Bella.

“Bella nangis terus, Arsya. Suhu tubuhnya sampai panas begini. Ayok kita bawa dia ke dokter. Ibu takut terjadi apa-apa dengan Bella. Sudah cukup Ibu kehilangan Arka, Ibu tidak ingin kehilangan Bella juga,” ajak bu Retno.

Nabila menatap tajam ke arah bu Retno. Melihatnya begitu khawatir terhadap Bella. Sedangkan kepada Amira, bu Retno seakan tutup mata hingga akhirnya Amira menghembuskan napas terakhir.

Nabila tidak mempermasalahkan Bella untuk dibawa ke dokter. Nabila juga menyayangi Bella. Namun, sikap mereka yang pilih kasih, membuatnya sakit hati. Semuanya untuk Weni dan Bella. Hingga nafkah Arsya yang seharusnya sepenuhnya menjadi miliknya, Nabila harus membaginya kepada mertua dan adik iparnya.

“Ya sudah, ayok kita bawa Bella ke dokter. Aku akan pinjam mobil tetangga. Em … Nabila, aku pinjam uang takziah Amira. Ini sangat darurat,” ujar Arsya.

Nabila kemudian memberikan uang itu. Bagaimana pun, ia juga tidak tega melihat Bella yang terus menerus rewel seperti itu. Hal itu justru mengingatkannya kepada Amira.

Bu Retno dan Weni segera bersiap untuk pergi ke dokter. Sementara Arsya pergi ke rumah tetangganya, untuk meminjam mobil.

“Bu, tunggu aku, aku mau ambil ponselku dulu di kamar,” ujar Nabila, kemudian ia masuk ke dalam kamarnya.

Dengan cepat Nabila mengambil ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas kecil. Lantas Nabila segera keluar untuk bersiap diri pergi ke dokter. Namun, saat Nabila keluar dari kamar, ia tidak mendapati bu Retno dan Weni di rumah. Bahkan di kamar Weni pun, mereka tidak ada.

“Ke mana mereka? Apa mereka menunggu di depan?” gumam Nabila.

Nabila pun kemudian bergegas keluar dari rumah. Namun, lagi dan lagi ia tidak menemukan bu Retno dan Weni. Bahkan mobil tetangga yang biasa dipinjam pun, sudah tidak terlihat di depan mata.

“Bu, Bu Eka. Tadi mas Arsya pinjam mobil Ibu, tidak?” tanya Nabila, saat ia melihat tetangga pemilik mobil itu berada di luar.

“Eh, Nabila. Iya tadi suami kamu pinjam mobil saya. Katanya Bella sakit dan harus dibawa ke dokter. Baru saja Arsya, bu Retno dan Weni pergi membawa Bella. Tapi kok kamu tidak ikut? Oh iya, maaf, Nabila. Saya paham, pasti kamu masih sangat sedih atas kehilangan anak kamu. Apalagi ini sudah malam, kamu butuh istirahat,” jawab bu Eka.

Mata Nabila membeliak, bisa-bisanya mereka tidak ingat kepadanya. Mereka begitu mengkhawatirkan Bella. Namun, tetap saja Nabila sangat sakit hati. Di hari yang sama anak-anak mereka sakit. Namun, perhatian mereka lebih condong terhadap Bella, dengan alasan Bella adalah anak yatim.

“Ah, iya, Bu. Saya masih berduka atas kehilangan anak saya. Jadi saya tidak ikut mengantar Bella. Ya sudah kalau begitu, saya masuk dulu ya, Bu!” pamit Nabila, yang disambut oleh anggukan bu Eka.

Nabila menghempaskan bokongnya di atas sofa. Terdiam dengan pikiran yang terus dihantui rasa kecewa terhadap keluarga ini.

Nabila kemudian menegakkan posisi duduknya.

“Apa aku susul saja ya, mereka? Aku juga khawatir terhadap Bella. Semoga saja anak itu tidak apa-apa,” gumam Nabila.

Nabila kemudian bangkit dari duduknya. Ia pun segera memesan ojek online, untuk mengantarnya melihat keadaan Bella.

Setelah menunggu beberapa saat, ojek pesanan Nabila pun datang. Bergegas Nabila segera keluar dan ojek pun mulai melaju.

Sesampainya di sebuah klinik, setelah membayar ojek, Nabila pun masuk ke dalam dan menanyakan keberadaan Bella kepada resepsionis.

Setelah mendapat informasi kamar yang ditempati Bella, dengan cepat Nabila segera menuju ke sana. Ia berharap, keadaan Bella baik-baik saja.

Nabila berjalan melewati deretan pintu kamar pasien. Hingga akhirnya langkahnya terhenti di depan pintu kamar tempat Bella berada.

“Arsya, sepertinya Bella rindu kepada ayahnya. Dia rewel sampai akhirnya suhu tubuhnya panas seperti ini. Dia demam tapi saat berada di dekat kamu, dia menjadi lebih tenang. Wajah kamu memang mirip almarhum Arka. Mungkin Bella merasa, jika berada di dekat kamu, dia merasa berada di dekat sosok Ayahnya.” Terdengar Bu Retno berbicara di dalam kamar.

Nabila terdiam, ia menatap mereka dari celah pintu yang sedikit terbuka.  Kemudian tangannya segera meraih gagang pintu, lantas membukanya.

Nabila masuk ke dalam kamar itu, membuat bu Retno, Arsya dan Weni menoleh ke arahnya.

“Bagaimana keadaan Bella? Apakah baik-baik saja?” tanya Nabila, tanpa mempermasalahkan dirinya yang ditinggal oleh mereka tadi.

“Bella sudah membaik, beruntung dia cepat mendapat penanganan. Kamu naik apa ke sini? Maaf, aku panik tadi, jadi tidak sengaja meninggalkan kamu. Pas sadar kamu tertinggal, kami sudah setengah jalan,” ucap Arsya.

Nabila mengangguk kecil, ia kemudian berjalan mendekati Bella. Menatap bayi kecil yang berbeda beberapa hari kelahirannya dengan Amira. Bella tampak tertidur pulas di atas ranjang pasien.

“Ya, tidak apa-apa. Aku naik ojek,” sahut Nabila lirih, kemudian ia mengusap rambut lebat Bella.

Suasana di ruangan itu menjadi hening. Mereka terdiam membuat suasana berubah canggung. Terutama bu Retno, ia merasa tak nyaman Nabila berada di ruangan itu.

“Nabila, Ibu lapar, bisakah kamu membelikan kami makanan?” pinta bu Retno tiba-tiba.

“Ya, sebentar aku belikan. Mas, ayok temani aku ke kantin!” ajak Nabila.

“Em … Nabila, Arsya biarkan saja di sini. Tadi juga setiap kali Arsya keluar, Bella selalu saja nangis. Kamu sendiri yang ke kantin tidak apa-apa, kan?” timpal bu Retno.

Nabila melirik ke arah Arsya dan bu Retno. Kemudian ia mengangguk, lantas ia segera keluar untuk membeli makanan untuk mereka.

“Aduh, kenapa sakit lagi. Perasaan tadi sudah dikeluarkan,” gumam Nabila, asinya kembali keluar, membuatnya merasa kembali tidak nyaman.

Baju yang dikenakannya kembali basah. Ia kemudian berlari ke arah toilet karena tak tahan dengan sensasi sakit dari asi yang tiba-tiba memaksa ingin segera dikeluarkan. Namun, tubuhnya tidak seimbang saat ia bertabrakan dengan seorang pria dari arah yang berlawanan.

Bruk!

Nabila terjatuh, tepat di hadapan orang itu. Nabila yang tengah kesakitan, berusaha bangun dari lantai. Bukannya ditolong, pria yang menabraknya barusan malah terdiam sambil menatap ke arah Nabila.

Nabila mengangkat wajahnya menatap pria itu. Namun, ia terkejut ternyata sedari tadi pria itu memperhatikan baju Nabila yang basah di bagian dua gundukan. Refleks Nabila menutupi kedua gundukan itu.

“Hei, kamu jangan kurang ajar, ya! Kenapa lihat-lihat ke arah sini?” sentak Nabila, membuat pria itu tersadar kemudian beralih menatap ke arah lain.

“Em … mohon maaf, saya tidak sengaja. Itu baju kamu basah,” ucap pria itu.

Plak!

“Jangan kurang ajar, ya! Kenapa kamu harus lihat-lihat ini?” Nabila refleks menampar pria itu.

Nabila membalikan badan, merasa malu dengan tatapan pria itu. Ia pun urung pergi ke toilet. Bergegas ia segera membeli makanan dan kembali ke kamar Bella.

“Arsya, lihat Bella, kasihan dia. Masih sangat kecil dia sudah menjadi anak yatim. Ingat permintaan adik kamu, untuk menjaga Weni dan juga Bella. Ibu pikir, dengan kamu menikahi Weni, maka Bella pasti akan tumbuh dengan sangat bahagia.”

Brak!

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Zalfa Meisya
ini satu lagi nih, ceweknya bego bin goblok, banyak banget sih novel KY gini,hadeuh banyak banget penulis yang ga berbobot, banyak banget novel pemeran cewek lemah dan goblok
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 125 Berserakan

    Keesokan paginya, Gala tengah bersiap hendak pergi ke kantor. Nabila pun membantu memasangkan dasi serta merapikan kerah kemejanya.Saat Nabila lengah, tiba-tiba Gala mengecup kening Nabila. Membuat wanita itu tersenyum dan tersipu malu.“Terima kasih, Sayang. Oh iya, sepertinya aku bakalan pulang telat. Jangan tunggu aku kalau mau makan malam,” ucap Gala.“Iya, Mas, semoga lancar kerjaannya,” sahut Nabila.Setelah selesai bersiap dan juga sarapan pagi, Gala pun menaiki mobilnya lalu berangkat. Nabila melambaikan tangannya saat Gala memasuki mobil.“Papanya sudah berangkat, Sayang. Kita masuk lagi, yuk! Kita duduk di taman belakang saja, sambil berjemur. Asyik … Sandi jadi makin sehat, dong!” seru Nabila, mengajak ngobrol Sandi.Nabila berjalan melewati dapur, di sana terlihat mbok Min dan juga bi Nining tengah sibuk mengupas bawang dan memotong sayuran. Sesekali mereka berdua mengobrol dan tertawa.Melihat pemandangan itu, Nabila tersenyum. Ikut merasakan kebahagiaan di antara mereka

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 124 Tidak Dibayar

    “Mas!” teriak Nabila yang terbangun karena terkejut.“Maaf, Sayang aku mengagetkanmu! Aku baru saja hampir menabrak orang,” ucap Gala.Di depan mobil itu, seorang wanita terduduk dengan kedua tangan memegangi telinga dan mata tertutup dengan kepala menunduk. Tampak sekali, wanita itu ketakutan saat mobil Gala hampir saja menyentuh tubuhnya.“Apakah dia baik-baik saja?” tanya Nabila.“Aku tidak tahu, aku harus pastikan apakah dia baik-baik saja,” ujar Gala, ia keluar dengan membawa payung.Nabila menunggu di dalam mobil, sambil memperhatikan Gala yang menghampiri wanita itu.Gala yang telah mendekat, ia pun menepuk bahu wanita itu.“Mbak tidak apa-apa?” tanya Gala.Wanita itu mengurai tangannya dan melepaskannya dari kedua telinga. Membuka mata lalu mengangkat wajahnya menatap Gala.“Bi Nining!” Gala terhenyak, ternyata wanita yang hampir saja ia tabrak adalah bi Nining, ART di rumah Mona.“Mas Gala!”Bi Nining pun sama terkejutnya seperti Gala. Tidak menyangka jika ia akan bertemu den

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 123 Taman Bunga

    “Sudah siap?”“Sudah, dong!”Gala dan Nabila telah bersiap hendak pergi jalan-jalan. Tujuan mereka sebelum jalan-jalan, terlebih dulu mereka berniat untuk datang ke makam Amira.Nabila merasa rindu terhadap anak perempuannya itu. Gala yang mengerti dengan perasaan Nabila, ia menyetujui keinginan Nabila untuk pergi ke sana.“Kita ke makamnya saudara kamu ya, Sayang. Andai Amira masih ada, pasti kamu akan senang. Kalian akan tumbuh bersama,” ujar Nabila sambil memangku Sandi.Gala mengusap bahu Nabila. Berusaha menenangkan hati wanitanya itu.“Kamu yang sabar, ya! Tuhan lebih sayang sama Amira. Mungkin di sana, Amira bahagia dan sedang melihat kita. Jadi, kamu jangan bersedih, ya!” seru Gala.Nabila menganggukkan kepalanya pelan. Walau pun sedih, ia telah mengikhlaskan kepergian Amira.Mobil Gala pun telah sampai di depan gerbang pemakaman umum. Segera Gala memarkirkan mobilnya.Sebelum masuk, mereka membeli buket bunga serta bunga mawar untuk taburan di atas makam.“Amira ….lihat Ibu b

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 122 Lambaian Tangan

    Di kediaman Gala, Ello telah menyetujui untuk mengantar Faisal dan juga Erina untuk kembali ke rumah mereka.Sesuai keinginan Erina, ia ingin tinggal berdua di rumahnya bersama Faisal. Menghabiskan masa tua mereka dengan tentram.“Mami, kalau butuh apa-apa jangan sungkan hubungi aku, ya. Aku dan Mas Gala pasti akan merindukan Mami dan Papi. Kami juga pasti akan sering-sering main ke rumah kalian,” ujar Nabila, ia tengah membantu Erina memakai baju.“Iya, Nabila. Mami akan sangat senang jika kalian sering-sering main ke rumah kami. Rumah kami akan selalu terbuka untuk kalian, anak-anak Mami,” sahut Erina, ia mengusap lengan Nabila.Setelah selesai memakaikan baju Erina. Nabila pergi ke dapur, untuk membawa bekal untuk Erina di jalan, yang telah ia siapkan sedari tadi.Nabila melangkah masuk ke dapur. Namun, langkahnya terhenti saat ia melihat Ello yang juga sedang berada di dapur, dengan posisi membelakanginya.Nabila ragu-ragu untuk melanjutkan langkahnya. Hingga ia terdiam mematung d

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 121 Menagih

    “Ish! Mama apaan, sih? Memangnya ada yang salah dengan cara aku jalan? Perasaan aku jalan biasa saja,” sahut Nadin.Mona mendekati Nadin, lantas berdiri di hadapan anaknya itu. Tatapannya seakan mengintimidasi.“Tapi … yang Mama lihat, jalan kamu memang beda. Kayak yang habis-”“Ck, Ma … apa Mama nuduh aku yang macam-macam? Mama nggak percaya sama aku?” potong Nadin, mulai emosi dengan ucapan Mona yang mengarah pada tuduhan negatif.Mona menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia mengangkat sebelah tangannya ke udara, membantah pertanyaan Nadin.“Tidak, mungkin Mama yang salah lihat. Ya sudah kamu masuk saja ke dalam. Mama mau lanjut nyiram tanaman bunga kesayangan Mama dulu,” jawab Mona.Nadin pun kembali membalikkan badan. Melenggang pergi masuk ke dalam rumah. Namun, mata Mona tidak bisa lepas dari gerak-gerik langkah kaki Nadin yang begitu berbeda itu.“Kok perasaan aku jadi nggak enak. Kenapa, ya?” Mona mengusap dadanya pelan.Mona pun kembali menyiram tanaman bunga, seperti yang tadi

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 120 Bercak Darah

    Nadin terbangun di dalam kamar yang asing. Penampilannya begitu kacau serta tubuh yang terasa sakit.“Sakit banget, ada apa ini? Kenapa aku ada di sini?” gumam Nadin, ia mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan.Nadin merasa aneh, kenapa ia bisa berada di tempat yang asing baginya. Padahal semalam ia sedang berada di club malam bersama Lina dan Kia.Seketika Nadin teringat akan pria yang pernah bersamanya di club malam.“Apa Edo yang membawaku ke sini?” gumam Nadin, kepalanya masih sedikit merasa pusing.Nadin menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya. Lalu beranjak dari tempat tidur, hendak menuju kamar mandi. Namun, saat ia hendak melangkah, tubuh bagian intimnya terasa nyeri. Entah apa yang terjadi, Nadin tidak ingat apa pun.Nadin hendak melanjutkan langkahnya ke kamar mandi. Akan tetapi, ponsel miliknya tiba-tiba berdering. Nadin melirik tas miliknya yang berada di atas tempat tidur. Namun, alangkah terkejutnya Nadin, saat melihat bercak merah menodai sprei putih yang terp

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 119 Club Malam

    “Aaargh! Kenapa, sih, harus secepat itu ketahuan? Bahkan aku belum sempat membeli barang-barang yang aku mau. Tante Erina sialan!”Nadin melempar benda apa saja yang ia lihat di ruang keluarga.“Nadin, apa yang kamu lakukan? Sudah-sudah, jangan rusak semua barang-barang ini!” cegah Mona, ia baru keluar dari kamar dan mendengar suara gaduh pecahan gelas di luar.Nadin melipat kedua tangannya di depan dada. Merasa kesal dengan keadaan yang tidak sesuai dengan harapan.“Bagaimana aku nggak marah, Ma. Aku belum mendapatkan apa yang aku mau dari tante Erina. Tapi, secepat itu harus ketahuan sama mas Gala. Lalu, setelah ini pemasukan kita dari mana, Ma? Kalau hanya mengandalkan uang gaji dari Papa, ya nggak akan cukup, lah!” sahut Nadin.Mona menghela napas kasar, ia pun kecewa atas keadaan ini. Namun, harus bagaimana lagi? Ia pun bingung dengan cara apa lagi untuk bisa mendapatkan uang dari Erina.“Tapi setidaknya Gala tahu rahasia Erina. Mama yakin, sekarang Gala dan Ello pasti marah besa

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 118 Ibu Pengganti

    Semua orang terkejut saat pintu kamar terbanting cukup kuat. Mereka menoleh ke arah pintu tersebut.Di sana, tampak Ello berdiri menatap Erina dan juga Faisal dengan tatapan tajam.“Ello, ternyata kamu! Kenapa kamu membanting pintu? Kasihan Mami kamu, kamu sudah mengagetkannya,” ujar Oma Nira.Ello pun masuk ke dalam ruangan itu. Lantas mendekati Faisal yang berdiri tak jauh dari Erina.“Katakan, apakah yang aku dengar itu benar? Mami bukan ibu kandung aku sama Gala? Aku sudah dengar suara rekaman itu barusan. Apakah benar begitu?” tanya Ello.Faisal tertunduk, hal itu sudah ia duga sebelumnya, jika suatu saat, Ello atau pun Gala akan marah karena merasa dibohongi selama ini.“Iya, Ello. Erina memang bukan ibu kandung kamu dan Gala. Dia sebenarnya Tante kalian. Dia kembaran ibu kalian yang bernama Elia,” jawab Faisal, ia tertunduk.Tampak gurat kekecewaan yang terpancar pada wajah Ello dan juga Gala.“Kenapa Papi tidak jujur dari dulu? Kenapa kalian, Papi dan Oma tidak mengatakan yang

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 117 Mengaku Salah

    “Apa?!” Gala begitu terkejut mendengar pengakuan Erina.“Kenapa Mami memberikan uang sebanyak itu kepada Nadin? Keenakan sekali Nadin sama keluarganya, jika Mami memberikan uang sebanyak itu,” lanjut Gala.Gala tidak habis pikir dengan pikiran Erina. Bisa-bisanya Erina memberikan uang sebanyak itu cuma-cuma untuk Nadin.“Mami minta maaf, Gala. Mami sangat menyesal, kini mereka malah berbalik memeras Mami. Mereka terus-menerus meminta uang kepada Mami,” ucap Erina.Gala mengacak rambutnya kasar. Lantas ia duduk di atas sofa rumah sakit itu.“Kenapa kamu memberikan uang itu kepada Nadin? Untuk modal usaha Nadin, itu biar menjadi tanggung jawab Akbar dan Mona, mereka orang tuanya. Sama sekali itu bukan urusan kamu. Lagi pula, hubungan kita sama keluarga Nadin hanya sebatas Sandi, tidak lebih,” timpal Faisal.Erina memejamkan matanya sejenak. Sudah ia duga, Gala pasti akan sangat marah jika mengetahui hal itu.“Mami mengaku salah, Mami sangat egois. Awalnya niat Mami memberikan uang-uang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status