Share

Bab 2 Ulang Tahun

Penulis: Yuni Masrifah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-12 16:20:47

“Ada apa ini?” tanya Nabila, saat melihat banyak orang tengah makan-makan.

Ada banyak makanan siap saji di rumah itu. Ada juga kue ulang tahun yang tidak terlalu besar berada di atas meja.

“Eh, Mbak Nabila sudah pulang. Ini ada teman-teman aku datang ngucapin selamat karena aku ulang tahun. Aku saja baru ingat kalau hari ini aku ulang tahun. Jadi, tidak ada persiapan sama sekali untuk menjamu mereka. Jadi Mas Arsya dan ibu membeli semua makanan siap saji ini,” jawab Weni.

Nabila terbelalak, ia heran atas sikap Arsya. Yang katanya keuangan sedang tidak baik-baik saja. Namun, ia masih bisa membeli makanan banyak untuk menjamu teman-teman Weni.

“Mana mas Arsya dan ibu?” tanya Nabila, ia tampak menahan emosi yang hampir meledak.

“Ibu ada di belakang dan mas Arsya sepertinya ada di kamarnya,” jawab Weni.

Nabila kemudian berjalan cepat menuju kamarnya.

Brak!

Nabila membanting pintu kamarnya, membuat semua tamu Weni terkejut. Bahkan bu Retno pun yang berada di belakang, mendengarnya dan berlari ke arah kamar Nabila.

“Apa-apaan ini, Nabila? Kenapa kamu membanting pintu kamar? Lihat, di sini sedang banyak tamu. Kamu sangat tidak sopan, Nabila!” tegur bu Retno.

Arsya pun keluar dari kamarnya, kemudian menghampiri Nabila dengan tatapan heran.

“Kamu kenapa pakai acara banting-banting pintu segala? Aku sampai kaget mendengarnya,” ujar Arsya.

Nabila merasa geram kepada mereka. Bahkan dari mereka, tak satu pun menanyakan dari mana Nabila, dan bagaimana keadaan Amira. Seolah nyawa Amira tidak ada artinya bagi mereka.

“Kalian tanya kenapa aku banting-banting pintu? Kalian pikir sendiri, pikir pakai otak kalian. Aku memohon-mohon kepada kamu, Mas, untuk membawa Amira ke dokter. Dan aku meminta Ibu mengembalikan uangku, untuk biaya Amira ke dokter, tapi kalian tidak ada satu pun peduli terhadap Amira. Kalian mengabaikan kesehatan anakku, seolah dia bukan keluarga kalian. Lihat anak ini! Lihat dia, anakku mati karena kelalaian kalian! Anakku menghembuskan nafas terakhir, tapi kalian malah enak-enakan merayakan ulang tahun Weni. Di mana otak kalian semua, hah?” bentak Nabila, ia telah habis kesabaran.

Arsya dan Bu Retno, begitu pun dengan Weni terkejut mendengar kabar Amira meninggal. Bahkan tamu Weni pun tampak tak enak mendengar pertengkaran di rumah itu.

“Meninggal? Maksud kamu, Amira meninggal?” tanya Arsya, ia tampak syok.

“Ya, dan ini semua gara-gara kalian. Aku sudah meminta Amira untuk dibawa ke dokter. Tapi apa? Kalian justru egois. Ibu lebih mementingkan membeli susu formula untuk Bella. Padahal, yang lebih membutuhkan uang itu adalah Amira. Dan sekarang, kalian merayakan ulang tahun Weni, padahal yang aku tahu, keuangan kita sedang tidak baik-baik saja,” jawab Nabila.

Arsya terduduk di lantai, ia tidak menyangka jika umur anaknya sangat pendek.

“Maaf, Nabila. Aku membeli semua ini hasil dari meminjam dari teman kerjaku. Keuangan kita memang sedang tidak baik-baik saja. Tapi aku tidak enak dengan tamu-tamu Weni. Jadi, terpaksa aku mencari pinjaman,” ucap Arsya.

Darah Nabila seakan mendidih. Bahkan Arsya pun lebih mementingkan Weni dari pada dirinya. Manusia macam apa Arsya, sehingga tidak bisa menghargai seorang istri, yang baru saja memperjuangkan hidup anaknya.

Satu persatu teman-teman Weni pulang. Namun, warga yang mendengar tangisan Nabila yang begitu menggema, berbondong-bondong masuk ke dalam rumah bu Retno.

****

Prosesi pemakaman Amira telah selesai dilangsungkan. Nabila duduk di samping makam Amira dengan air mata yang terus-menerus keluar dari matanya.

Pada saat malam hari, Nabila hanya bisa meratapi nasib kehilangan anaknya. Ia duduk seorang diri di depan jendela, menatap langit malam yang sama sekali tidak menampakkan bintang satu pun. Tampaknya langit pun ikut bersedih.

Pintu pun terbuka, bu Retno masuk dengan menggendong Bella yang sedang menghisap empeng.

“Sudahlah, Nabila. Kematian Amira adalah takdir. Lagi pula, masih ada Bella kalau kamu masih mau mengurus anak,” ujar bu Retno.

Nabila melirik tajam ke arah bu Retno. Ia tidak semangat untuk mengobrol.

“Kenapa lihatnya seperti itu? Hei, jangan terus menerus menyalahkan Ibu, ya. Dalam hal ini, kamu juga ikut bersalah. Kamu sebagai Ibunya Amira, tapi kamu tidak becus menjaga anakmu dengan baik,” celetuk bu Retno.

Mata Nabila membeliak, mendengar ucapan mertuanya barusan. Bisa-bisanya ibu mertuanya menyalahkan Nabila. Namun, dirinya sendiri tidak ingin disalahkan.

“Loh, kok Ibu malah nyalahin aku. Aku sudah berusaha yang terbaik untuk kesembuhan anakku. Justru kalian yang lalai. Giliran ulang tahun Weni saja, kalian pentingkan. Ingat, Bu, Amira juga cucu kandung Ibu, bukan hanya Bella,” sanggah Nabila.

“Jelas kamu salah, Nabila. Kalau kamu Ibu yang baik, tidak mungkin anak kamu sampai sakit seperti tadi. Jangan bisanya nyalahin mertua dan suami kamu. Mana kami tahu kalau umur Amira pendek. Justru kamu sendiri yang harusnya ngaca. Lagi pula, Weni adalah istri mendiang Arka. Arka mengamanahkan mereka untuk kami urus dan bahagiakan. Apalagi Bella, dia anak yatim. Besar pahalanya jika kita menyayanginya dan mengurusnya,” sahut bu Retno menceramahi.

Nabila menghembuskan napas kasar. Bisa-bisa ia gila terus menerus berada di keluarga itu. Jika saja ada pilihan untuk pindah dari rumah itu, sudah pasti Nabila akan memilih pindah. Hanya saja, Arsya tidak mau pindah dari rumah itu. Apalagi bu Retno memang melarangnya untuk pindah.

Bu Retno kemudian keluar dari kamar Nabila. Nabila mengacak rambutnya dengan kasar.

“Aw! Sakit sekali,” pekik Nabila tiba-tiba. Asinya merembes keluar dan membasahi baju yang ia pakai.

Nabila segera memompa asinya, untuk mengurangi rasa sakitnya. Tak berselang lama, Arsya masuk ke dalam kamar. Ia melihat apa yang dilakukan oleh istrinya.

Dari belakang, Arsya memeluk tubuh Nabila. Nabila mengerti, apa yang diinginkan oleh suaminya itu. Namun, haruskah ia mengabulkan keinginan suaminya, sementara hatinya masih sakit karena ditinggal oleh Amira?

“Mas, jangan dulu, ya. Aku masih berkabung kehilangan Amira. Aku belum ada keinginan untuk itu. Tunggu sampai sedihku hilang. Aku harap kamu mengerti,” ucap Nabila berusaha menolak.

Arsya mendengus kesal, ia tidak mengindahkan permintaan Nabila.

“Berdosa jika kamu menolak ajakan suami,” sahut Arsya.

Nabila terdiam, kesal dengan sikap Arsya yang seolah-olah tidak merasa kehilangan Amira sama sekali dan hanya mementingkan keinginannya semata.

Arsya mulai melakukan apa yang ia inginkan. Nabila hanya bisa pasrah walau pun sebenarnya masih ada rasa marah terhadap suaminya itu. Nabila memejamkan mata, berusaha sabar dengan apa yang dihadapinya.

Brak! Brak! Brak!

Baru juga hendak memulai, terdengar suara pintu digedor dari luar.

“Arsya, tolong … tolong kami, Arsya!” teriak bu Retno dari luar kamar.

Arsya dan Nabila yang sudah tidak mengenakan sehelai benang pun, dengan cepat mereka kembali memakai baju. Lantas Arsya segera membuka pintu, dan terlihat bu Retno tengah menangis di ambang pintu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 140 Jangan Mimpi

    “Saya Akbar, ini Mona istri saya dan itu anak kami, Nadin. Em … mohon maaf, Mas Ibnu, ada keperluan apa, ya, sehingga Mas Ibnu datang ke rumah kami?” tanya Akbar begitu penasaran.Ibnu kemudian menoleh ke arah sopirnya sambil memberi kode.Sopir Ibnu mengangguk, lantas membuka tas yang mereka bawa. Dikeluarkannya sebuah buku sertifikat rumah lalu ditunjukkan kepada Akbar dan keluarganya.Akbar lalu menerima sertifikat rumah itu, lalu melihat dan membacanya.“Loh, ini kan sertifikat rumah ini. Kenapa bisa sama Mas Ibnu? Ada apa ini sebenarnya?” tanya Akbar, ia mengerutkan kedua alisnya.Mona dan Nadin tercengang. Belum paham maksud kedatangan Ibnu dan menunjukkan sertifikat tersebut.“Benar, ini adalah sertifikat rumah ini. Pemilik sah rumah ini yang sebelumnya yaitu pak Gala, telah menjual rumah ini kepada saya. Mohon maaf, saya harus mengatakan hal ini kepada kalian. Mohon pengertiannya, untuk segera mengosongkan rumah ini sekarang juga,” jawab Ibnu.Nadin berdiri sambil menatap taja

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 139 Tamu Tampan

    Keesokan paginya, suasana di dapur rumah Mona telah riuh ramai dengan suara alat penggorengan yang silih beradu. Mona tengah berkutat sendiri di ruangan itu. Aroma masakan tercium ke seluruh penjuru ruangan.Mona tengah membuat sarapan pagi itu seorang diri. Pagi itu, Mona tampak kerepotan dengan aktivitas yang tidak seperti biasanya ia lakukan. Di tengah-tengah sibuknya memasak, tiba-tiba Mona meringis, perutnya mendadak mulas.“Nadin, ke sini dulu!” panggil Mona.Nadin yang tengah duduk santai di ruang TV sambil menonton film kesukaannya, hanya diam tidak menanggapi panggilan Mona.“Nadin, cepat ke sini dulu! Bantuin Mama sebentar!” panggil Mona, kini suara itu setengah berteriak.“Ck, apaan sih, Mama? Orang lagi seru, juga!” gerutu Nadin, ia pun beranjak dari duduknya.Nadin berjalan malas ke arah dapur. Ia melipat kedua tangannya dan menyandarkan sebelah bahunya di ambang pintu.“Ada apa sih, Ma, teriak-teriak? Aku lagi nonton TV, loh!” ujar Nadin.Mona makin meringis, lantas mend

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 138 Talak

    Seketika Gala dengan cepat menutup aplikasi m-banking miliknya. Ia hampir saja melakukan transaksi itu. Ia begitu ceroboh dan nyaris melakukan kesalahan. Namun, beruntung ia menemukan kejanggalan itu di waktu yang tepat.“Loh, kok belum masuk juga uangnya,” imbuh Laksmi, ia menyoroti layar ponselnya.Gala menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celana. Ia menatap Laksmi begitu tajam. Tatapan mata Gala membuat Laksmi bertanya-tanya.“Kenapa menatap Tante seperti itu? Katanya mau bayarin hutang ayahnya Nabila. Tapi kenapa uangnya belum masuk juga?” tanya Laksmi merasa heran.“Om lihat tangan Tante Laksmi. Apakah pemikiran kita sama?” tanya Gala.Bayu tampak tidak paham dengan apa yang diucapkan Gala barusan. Begitu pun juga dengan Nabila.“Ada apa, Gala? Ada apa dengan tangannya Laksmi?” tanya Bayu.“Maksud kamu apa, Gala?” timpal Laksmi.Gala menyandarkan kembali punggungnya ke sandaran kursi, ia melipat kedua tangannya.“Om periksa saja tangan Tante Laksmi. Dia sedang mencoba menipu

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 137 Membayarkan

    Bayu mengetuk pintu itu, sambil memanggil nama Laksmi.“Laksmi, kenapa pintunya dikunci?” tanya Bayu, ia merasa aneh.Tidak ada jawaban sama sekali dari dalam. Hanya hening yang tercipta di tempat itu. Membuat Bayu merasa bingung.Bayu terus mengetuk pintu kamar itu, berharap Laksmi segera membukanya. Namun, tidak ada tanda-tanda Laksmi hendak membukanya.Perasaan Bayu seketika menjadi tidak enak. Apakah Laksmi mencoba kabur?Ketukan itu perlahan berubah menjadi sebuah gedoran. Hal itu memicu rasa penasaran Nabila yang mendengarnya. Wanita itu pun menghampiri Bayu, mencari tahu apa yang terjadi.“Kenapa, Om? Kok Om gedor-gedor pintu?” tanya Nabila.Bayu mengusap wajahnya kasar. Tampak sekali gurat kekhawatiran pada wajahnya.“Nabila, sepertinya tante kamu kabur. Pintunya dikunci dari dalam, kemungkinan tante kamu pergi lewat jendela,” jawab Bayu.Nabila membulatkan matanya, tidak menyangka jika Laksmi akan lari dari masalah ini.“Ya Tuhan, tante ….” Nabila mendengus kesal akibat ulah

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 136 Hutang Piutang

    “Jahat!” jerit Bayu.Wajah bayu semakin memerah padam. Ternyata selama ini ia telah dibohongi oleh Laksmi. Penyebab ia tidak bisa memiliki keturunan, ternyata bukan semata karena dirinya mandul. Namun, yang bermasalah ternyata Laksmi yang pernah melakukan aborsi, hingga menyebabkan rahimnya rusak dan tidak bisa memiliki keturunan lagi.“Kamu sudah membohongiku,” ujar Bayu tampak emosi.Laksmi menundukkan kepalanya menatap lurus ke arah lantai.“Aku minta maaf, Mas. Aku takut kamu kecewa jika aku jujur sama kamu. Jangan hanya menyalahkanku saja. Yang lebih bersalah itu adalah ibunya Nabila. Dia penyebab hubunganku dan juga kekasihku hancur. Aku tidak masalah aku pisah dengan kekasihku, jika waktu itu aku tidak mengandung anaknya. Tapi kenyataannya, saat kekasihku meninggalkanku dan menikah dengan ibunya Nabila, aku sedang berbadan dua.Coba Mas bayangkan, wanita mana yang tidak sakit hati melihat kakak satu-satunya yang dia sayangi, menikah dengan wanita selingkuhan kekasihnya dulu. Wa

  • IBU SUSU UNTUK ANAK KONGLOMERAT    Bab 135 Rahasia Kelam

    “Benar kata Om Bayu, Tante. Pasti ada motif di balik perbuatan Tante. Apakah masalah ekonomi? Aku rasa, Om Bayu mampu membiayai hidup Tante. Aku tahu, Om Bayu suami yang sangat bertanggung jawab. Apakah ada motif lain yang mendasari Tante berbuat seperti itu?” timpal Nabila, ia begitu penasaran.“Kalian tidak akan mengerti, percuma saya jelaskan juga!” sahut Laksmi, menolak untuk menjelaskan.Wajah Bayu tampak gusar, rasanya akan susah berbicara dengan orang keras kepala seperti Laksmi.“Kami tidak akan mengerti kalau kamu tidak ngomong, Laksmi. Coba jelaskan, jangan membuat kami semakin marah sama kamu!” cetus Bayu, ia merasa sangat kesal terhadap istrinya itu.Gala pun menimpali, “Benar, Tante, kata Om Bayu. Kami tidak akan mengerti kalau Tante tidak ngomong. Jelaskan, atau rekaman ini akan saya viralkan.”Laksmi membulatkan matanya, ternyata diam-diam Gala telah merekam semua pengakuan Laksmi yang telah tega menjual keponakannya sendiri.Dengan senyuman miring, Gala mengacungkan po

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status