Share

Bab 3. Pesan Maut Untuk Ketua Kuil Dewa

“Murid-murid Kuil Dewa memberi hormat!” ucap seluruh biksu Kuil Dewa seraya berlutut melihat kedatangan Biksu Kaiming dan Biksu Tian Kong.

“Apa yang terjadi?” tanya Biksu Kaiming, ketua generasi ke sepuluh Kuil Dewa.

“Seseorang telah mengacau di Aula Agung,” jawab salah seorang murid.

Biksu Kaiming dan Biksu Tian Kong langsung melesat ke dalam. Mereka langsung menuju Aula Agung tempat yang dianggap paling suci di tempat itu. Tempat dimana terdapat Tiga Patung Dewa Teritinggi berukuran besar. Tempat yang dijaga Delapan Belas Biksu Tubuh Emas yang rata-rata memiliki tingkat kesaktian diatas rata-rata orang-orang dunia persilatan.

Betapa terkejutnya dua biksu utama itu ketika melihat Aula Agung sudah terbuka dengan paksanya. Pintu hancur berkeping-keping. Sementara keadaan di dalam membuat semua orang pasti bergidik melihatnya. Tiga Patung Dewa tertinggi putus kepalanya dan tergeletak di tanah. Sementara delapan Belas Biksu Tubuh Emas tergeletak di tanah tak sadarkan diri.

“Telapak Dewa Darah!” seru Biksu Tian Kong dan Biksu Kaiming bersamaan.

‘Seratus hari lagi aku kembali. Pembalasan hutang sepuluh tahun harus dibayar. Penggal leher Biksu Kaiming seperti patung itu. Kalau tidak seluruh guru dan murid Kuil Dewa akan musnah!”

“Amitabha..!”

Sebuah pemandangan yang membuat bergidik dua orang tertinggi Kuil Dewa. Di dinding tepat di belakang tiga Patung Dewa tertinggi terdapat tulisan kalimat bernada ancaman. Tepat diatasnya terdapat sebuah telapak tangan berwarna hitam merah yang masih memancarkan hawa kekuatan mengerikan.

“Te-ternyata benar dugaanku. Karma atas nama keluarga Liong menuntut balas. Tak kan ada orang yang mampu menghentikan karma itu. Telapak Dewa Darah merupakan ilmu pukulan tertinggi yang belum pernah ada tandingannya,” ucap Biksu Kaiming lirih.

Biksu Tian Kong yang memiliki kesaktian paling tinggi di kuil dewa pun terdiam. Ia tahu Pukulan Telapak Dewa Darah merupakan sebuah Ilmu Legendaris yang sangat berbahaya. Konon orang yang tingkatan tenaga sakti di tubuhnya masih tergolong rendah apabila menguasai ilmu itu mampu mengalahkan orang yang memiliki tenaga sakti tingkat tertinggi sekalipun.

“Untuk sementara kesampingkan dulu urusan itu. Mari kita bantu Delapan Belas Biksu Tubuh Emas ini,” ucap Biksu Tian Kong menyadarkan Biksu Kaiming.

Biksu Tian Kong kemudian mencoba menyadarkan delapan belas Biksu Tubuh Emas. Setelah menciumkan mereka aroma pengembali jiwa yang ada di botol tangan kanannya perlahan kedelapan belas biksu itupun mulai siuman. 

“Apakah kalian sempat bertarung dengan orang itu?” tanya biksu Tian kong kepada salah satu delapan belas biksu tubuh emas itu.

“Jangankan bertarung, melihat wujudnya saja tidak. Tiba-tiba kami terkena totokan pelemah tenaga. Dan perlu tetua ketahui, bukan aroma itu yang membuat kami siuman, melainkan karena batas waktu totokan itu sendiri yang telah habisi,” jawab salah seorang biksu tubuh emas sambil menunjuk kearah dinding lain.

‘Kalian hanya terkena totokan pelumpuh tenaga sementara. Dalam waktu sepeminuman teh kalian akan kembali seperti sedia kala!’ sebuah tulisan lain terpampang di dinding itu.

“Ilmu Jari Dewa! Siapakah sebenarnya orang ini?” gumam biksu Tian Kong. “Aku tahu itu, aroma itu hanya untuk mempercepat pemulihan kalian saja.” sahut Biksu Tian Kong setelah beberapa saat tenggelam dalam pikirannya.

“Terima kasih atas kemurahan tetua. Semoga tetua panjang umur,” ucap ke delapan belas biksu tubuh emas berterima kasih.

“Bangkitlah, seratus hari lagi kita akan kedatangan tamu. Aku harap kalian sudah siap menyambut tamu ini dengan baik. Kita Tunjukkan bahwa kuil Dewa merupakan tuan rumah yang sangat baik untuk menerima tamu.”

Biksu Tian Kong menatap tajam ke depan. Di balik kata-katanya itu menyiratkan rasa gusar yang besar. Ucapan tuan rumah yang baik merupakan isyarat bahwa orang-orang kuil Dewa harus bersiap menyambut musuh yang berjanji akan datang seratus hari lagi. Baginya kuil Dewa tidak boleh dipermalukan dengan cara seperti yang barusan saja dilakukan oleh orang misterius itu. 

“Tamu yang baik seharusnya menyapa sang tuan rumah, bukan menyembunyikan diri dengan sikap angkuh !” geramnya dengan nada suara tinggi berharap orang yang dimaksud mendengar.

Pagi itu suasana tidak biasa terlihat di kota Hong Sha. Orang-orang dunia persilatan hilir mudik keluar masuk kota yang terkenal sebagai kota perdagangan itu. Hari ini akan diadakan lelang barang-barang antik,  pusaka dan harta berharga. Para pedagang kelas satu berdatangan di tempat itu untuk menawarkan barang dagangannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status