Tok...tok...tok
"Permisi, dok"
"Ya, masuk" terdengar suara sahutan dari dalam, membuat Fathir berani membuka pintu dan masuk ke dalam.
"Silahkan duduk, Pak Fathir" ujar dokter Adam ramah.
Fathir menyeret kursi lebih maju, mendekat ke arah dokter yang sedang sibuk memperhatikan file beramplop coklat di tangannya.
Tiba-tiba saja, dada Fathir berdetak tak karuan. Entah apa yan
Senyum Luna merekah, meskipun terpaksa, Fathir tetap mau menuruti keinginannya."Gak usah senyum-senyum ke-GR-an ya, kamu. Ini demi menjaga nama baik keluarga, jangan sok kecantikan, yang ada aku eneg" kalimat dari Fathir cukup tajam sehingga membuat Luna menarik kembali senyumnya.'Sekarang boleh jadi kamu eneg, Mas. Tapi tunggu saja, saat anak ini lahir nanti, masihkah kamu bisa eneg sama aku, Mas?' batin Luna dalam hati.Sebuah senyum licik terukir dari bibirnya.****** ****** ******
"Apa ada resiko jika melakukan sc sebelum waktunya, Dok?""Nah, ini saya butuh pengamatan lebih lanjut sesuai kondisi Ibu Luna. Mulai dari tes darah, radiologi, rekam jantung serta riwayat penyakit yang diderita. Untuk meminimalisir terjadinya hal yang tidak diinginkan, maka dari itu saya butuh persetujuan dari pihak suami" jelas Dokter Adam dengan detail."Baik, dok. Lakukan saja mana yang terbaik. Asal istri dan anak saya bisa diselamatkan""Iya, Pak. InsyaAllah. Saya pasti berusaha semaksimal mungkin. Biar perawat yang akan membantu melakukan serangkaian tes, doakan saja hasilnya bagus, agar operasi bisa berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Namun, tetap satu kuncinya. Berdoa, Pak. Minta sama sang Pencipta untuk kelancaran persalinan i
"Ya Allah, Nak. Lucu sekali kamu, aku janji, terlepas siapapun anak siapa kamu, aku akan tetap merawatmu. Bahkan, sejak dalam kandungan pun aku sudah jatuh hati padamu. Sehat lah, Nak. Aku tak sabar ingin membawamu dalam dekapanku," gumam Fathir lirih. ***
"Hah, percuma saja habis melahirkan tetep aja dicuekin, gak dianggap lagi! Kukira bakal dikasih surprise atau berlian, minimal mobil gitu. Dasar keluarga gak tau diri, kok ya gak punya rasa terima kasih gitu lho!" Rutuk Luna kesal dalam hati.Luna merebahkan tubuhnya ke atas kasur, bersantai memejamkan mata. Ia tak menghiraukan gedoran Fathir di depan pintu kamar.******** ******** ********
Luna menggendong baby Zhue yang tertidur pulas, ia hendak membawanya masuk ke dalam rumah.Baru saja beberapa langkah, ada rasa nyeri di perut Luna. Seperti ngilu, perih dan langkahnya terasa semakin berat.Luna memaksakan kakinya untuk melangkah lebih lebar, agar cepat sampai masuk ke dalam kamar.Rasa sakit di perutnya semakin menjadi-jadi. Kali ini rasanya seperti luka yang teriris pisau, terasa perih.Gendongan baby Zhue di tangannya semakin mengendur, Luna mencoba melangkahkan kakinya secara perlahan.Tetap saja, hal itu tidak mengurangi rasa ngilu di dalam perutnya."Ah, sial! Kenapa sih nih perut? Sakitnya beneran nih, bukan kaleng-kaleng. Kenapa, ya?" Luna menggeram dalam hati.Perutnya seperti akan lepas, tak menyat
Halo, Assalamualaikum.Mohon maaf, ya. Mamak baru nongol setelah hampir sebulan.Yuk, dilanjut. Jangan bosen² ya!"Sesuai perintah Bapak, saya sudah serahkan semua sampel kepada pihak rumah sakit, Pak. Untuk proses mungkin memerlukan waktu cukup lama untuk mendapatkan hasil yang akurat," ujar Pak Yatno, rekan Fathir yang dimintai tolong melakukan tes DNA."Nggak papa, saya paham. Terima kasih banyak untuk bantuannya. Jangan sungkan hubungi saya kapan pun jika memang itu diperlukan," kata Fathir mantap."Siap, Pak. Laksanakan!" Pak Yatno pamit undur diri setelah melaporkan hasil pekerjaannya.Fathir memijit keningnya perlahan, rasa lelah karena memikirkan tes DNA hampir menguras seluruh tenaganya.Setelah mengemasi berkas dan laporan, Fathir bergegas pulang ke rumah. Ia rindu dengan baby Zhue, entah kenapa, secapek dan selelah apapun dia, akan mereda setel
Waktu berjalan hampir sebulan, Fathir tak kunjung mendapat kabar perihal tes DNA. Hari ini Fathir akan ditugaskan PAM di perbatasan menemani jajaran lain. Ia berencana membawa bekal berbagai makanan, khawatir di sana tak menemukan pedagang makanan yang menetap.Fathir bingung saat membuka pintu kulkas, hanya tersedia tahu, telur dan tempe mentah di dalam kulkas. Ia menggaruk tengkuknya. Tak mungkin membangunkan Luna, mengingat sudah hampir setahun ia malas terlibat obrolan yang tak penting dengan Luna.Tapi, mau ke siapa lagi ia minta tolong?Kasihan ibu pasti capek, apa lagi semenjak kehadiran baby Zhue, ibu jadi kurang istirahat. Karena malam harus siap begadang membuatkan susu dan menggantikan diapers. Sedangkan Luna? tentu saja tidur dengan manja menikmati mimpi indah.Mau tak mau terpaksa Fathir mengetuk pintu kamar Luna, ia ingin meminta bantuan Luna untuk menyiapkan bekal dan sarapan.Terdengar suara pintu diket
"Dokter ... ini ...." Fathir sesenggukan setelah melihat hasil dari tes DNA tersebut."Apa Bapak masih kurang yakin? Mohon maaf, Pak. Kenyataannya memang seperti itu. Apa ada hal lain yang mungkin kurang jelas, ingin Bapak sampaikan?" Dokter Haris menatap Fathir dengan pandangan iba.Rasanya lutut Fathir terasa lemas, ia masih tak percaya."Apakah hasil ini benar-benar nyata, Dok?" Fathir mengayunkan kertas hasil tes ke hadapan Dokter.Dokter Haris tersenyum penuh arti, "saya siap bertanggung jawab, Pak. Seandainya ada kekeliruan dalam hasil tes tersebut."Fathir memijit pelipisnya, ia tak kuasa lagi menahan kenyataan. Dengan tertatih, ia bangkit dari kursi dan melangkah mendekati Dokter Haris untuk berpamitan."Saya permisi dulu, Dok. Terima kasih banyak atas bantuannya!" ucap Fathir seraya menyunggingkan senyum yang sedikit dipaksakan."Iya, Pak. Jangan terlalu dipikirkan, Bapak harus lapang dada