Share

SIAPA PELAKUNYA?

Dayat tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan hatinya saat semua orang yang hadir menggodanya. Begitu pun saat Pak Amir tetangganya yang berdandan nyentrik bagai dukun ilmu hitam menggodanya.

"Kamu tahu kan, seramnya malam pertama?" tanyanya kepada Dayat.

Dayat hanya menggeleng disambut gelak tawa teman-temannya.

"Apanya yang seram, ceritakan dong," kata Umar.

"Saking seramnya, kamu bisa mati berdiri," katanya serius.

Keseriusannya disambut olok-olok oleh semua laki-laki yang sedang sibuk ngopi sambil bercanda itu, tak seorang pun menganggapnya serius, apalagi bagi yang sudah berpengalaman menikah, malam pengantin tak seseram itu.

Setelah ngobrol ngalor-ngidul, saat tengah malam Pak Amir pamit hendak pulang. Dayat mengantarkan sampai pelataran depan rumahnya yang rimbun karena pohon mangga.

Saat memalingkan muka dari tatapannya pada punggung Pak Amir yang kian menjauh, tanpa sengaja ekor matanya melihat sesosok tubuh perempuan berpakaian gelap.

"Kang."

Satu suara lembut menyapa telinganya. Tanda bahaya sesungguhnya berdering di benaknya,, dia teringat dengan kejadian yang menimpa Firman. Tapi rasa penasaran membuatnya malah melangkah mendekati perempuan tersebut.

Sudah mau menjadi pengantin, jiwa petualang laki-laki masih saja menggoda. Dasar laki-laki, sama saja di mana-mana, susah menjaga pandangan.

"Kang!"

Wanita itu memanggilnya semakin keras. Sekilas pandangan Dayat seolah menangkap bayangan Enok pada diri wanita tersebut. Ia tajamkan lagi pandanganya. Berusaha memupus keheranannya. Mengapa Enok berkeliaran di malam hari?

Dayat semakin dekat dengan wanita yang sudah tersenyum manis sejak tadi. Menebar pesona menjala asmara. Dayat menjadi panas dingin dibuatnya. Dengan hati yang semakin berdebar ia terus berjalan mendekat.

"Akang, mengapa lama sekali?"

Dia merajuk. Wanita itu meraih tangan Dayat, harum tubuhnya menyapu lembut hidung Dayat. Tak mampu lagi menolak saat wanita itu menuntunnya semakin menjauh dari rumah. Sesaat kemudian Dayat sadar itu bukan Enok, kekasihnya.

Tapi Dayat merasa penasaran, mengapa ada wanita cantik di tengah keremangan malam. Rasa penasaran yang akan berakhir petaka. Wanita yang penuh bisa berbekal rayuan maut, bertemu dengan pemuda lugu yang penuh rasa ingin tahu.

"Kamu tak sabar ya, Sayang?" tanya Dayat sambil tersenyum.

Dayat tak lagi ingat akan pengantinnya, melambung perasaannya terkena gendam wanita cantik di hadapannya. Terbius oleh pesona dan cumbuan liar. 

"Ih, Akang, begitu aja gak ngerti," wanita itu mengerling genit.

Rembulan yang bersinar penuh menjadi saksi kebejatan mereka. Angin seolah turut andil mengipasi badan-badan bugil mereka. Kesejukan perlahan melenakan dua insan yang sedang meniti tangga asmara.

Sepasang mata merah nan sipit , mengawasi dari kejauhan. Kilatan cemburu sesaat berkelebat. Secepat kilat pula ia berlalu tanpa bersuara. Badannya meliuk membelah kabut yang mulai turun.

"Sabarlah," kata Dayat sambil memeluk.

Tangannya seolah memegangi sesuatu yang licin. Tersentak setelah menyadari, tetapi terlambat. Belitan wanita itu semakin keras seperti mau merontokkan tulang-belulang. Lidahnya menjilat leher Dayat sebelum giginya akhirnya tertancap dan membuat Dayat melolong kesakitan.

"Arrrgh ... tolong!!"

                   ********

Pak Amir yang baru saja sampai ke rumahnya, begitu mendengar teriakan histeris, langsung melompat kembali keluar dari rumahnya. Bergegas lari mencari arah suara.

“Makhluk najis, lepaskan Dayat!” teriak pria paruh baya itu seraya menuding ke arah makhluk berkepala ular dan bertubuh orang utan itu.

‘Itu Iprit!’batin pria itu seraya mengerutkan keningnya.

Makhluk yang dipanggil Iprit itu menarik diri dari mangsanya, seorang pria muda yang tidak berbusana di atas tanah. Kemudian, dengan tatapan menyala, Iprit itu melesat ke arah pria paruh baya itu.

Walau kecepatan makhluk itu luar biasa cepat, Pak Amir masih mampu mengimbanginya. Kentara jelas bahwa pria paruh baya itu adalah seorang ahli bela diri.

Pergulatan terjadi antara Iprit dan Pak Amir. Di saat sang pria paruh baya terjengkal ke belakang dengan punggung menabrak tanah, makhluk itu melompat ke atas tubuh pria tersebut dan berusaha membenamkan taringnya ke dalam leher lawannya. Beruntung, tangan pria itu masih sempat menahan kepala Iprit itu dari mendekat.

"Sial, apa aku akan kalah di sini!?" teriak Pak Amir dalam hati dengan keringat mengalir menuruni pelipisnya.

Mendadak, terdengar suara-suara teriakan dari kejauhan.

“Dayat! Dayat!”

Teriakan tersebut semakin lama semakin besar, menandakan sejumlah orang sedang menghampiri tempat itu.

Mendengar hal itu, Iprit tersebut mendesis, kemungkinan kesal dengan gangguan mendadak tersebut. Dengan cepat dia bangkit menjauhi tubuh sang pria paruh baya, lalu menghilang di balik kegelapan.

Tepat pada saat itu, sejumlah orang melihat sosok pria paruh baya yang terbaring di tanah dengan pakaiannya yang kotor.

“Pak Amir?” ujar seorang pemuda dengan nada bertanya-tanya.

Pak Amir yang terbaring di tanah menoleh, menatap sosok pemuda yang memimpin pencarian malam itu.

“Wisaka ....”

Wisaka mengerutkan kening, lalu pandangannya beralih kepada satu sosok lain yang terbaring tak berdaya di bawah pohon rindang. Mata pemuda itu terbelalak, lalu dia berteriak, “Dayat!” Dengan tangan menopang kepala sahabatnya yang wajahnya pucat pasi, pemuda itu menampar pelan wajah temannya, berusaha menyadarkannya.

“Dayat! Sadar!”

Melihat pemandangan di hadapan mereka, para penduduk yang berada di sana segera menatap Pak Amir dengan wajah curiga.

“Pak Amir, apa yang sebenarnya terjadi di sini?!”

Penduduk geger kembali. Wajah-wajah pucat mengelilingi sesosok tubuh dengan kondisi mengenaskan, hitam, gosong. Bisik-bisik penuh kecurigaan tertuju kepada Pak Amir yang berada dekat Dayat.

"Sttt, mengapa Pak Amir ada di sini?" tanya seseorang hampir tidak kedengaran.

"Entahlah," jawab yang lain sambil menggeleng.

"Dayat masih hidup, ayo, angkat!" suruh tetua kampung.

Dayat yang sedang sakratul maut, diangkat warga. Tetapi karena mahluk itu sudah mengisap banyak sekali darahnya, ia meninggal di perjalanan. Penduduk shock dengan kejadian yang ternyata masih terulang dengan kejadian yang hampir mereka lupakan. 

Baru saja mereka makan dan ngopi bareng, sekarang maut sudah memisahkan. Tersadar akan satu kenyataan, malaikat maut itu ternyata begitu dekat, berbaur dengan kehidupan mereka sehari-hari.

Tatapan curiga penuh tuduhan di tujukan kepada Pak Amir, yang terakhir bersama dengan Dayat seolah menjadi terdakwa.

"Ia meminta jiwa lagi," hampir tak terdengar, Pak Amir bergumam. Wajahnya mendongak ke atas, seolah-olah mencari sesuatu di antara noda-noda hitam pada lingkaran bulan yang sedang bersinar sempurna.

Orang-orang yang tidak mendengar gumaman Pak Amir, memandang curiga. Hati menduga-duga penuh prasangka.

"Pak Amir, bukankah tadi Dayat bersama dengan Pak Amir?" tanya salah seorang warga memberanikan diri.

"Iya, Dayat Pak Amir apakan sampai seperti ini?" tanya yang lain menimpali.

Pak Amir kaget mendengar tuduhan warga, sejenak ia terdiam. Setelah menghela napas ia maju ke dekat mayat Dayat. Mengambil sesuatu dengan jarinya.

"Lihatlah! Apa yang ada di jariku?" tanyanya. "Ini adalah cairan sperma, apakah aku sebagai laki-laki, memperkosa laki-laki?"

Warga tertunduk tanpa ada yang berani menjawab.

"Ayo, semuanya kita lakukan, apa yang harus dilakukan, jangan pikiran kalian dikotori oleh prasangka buruk, aku berada di sini bermaksud menolong dia," kata Pak Amir.

Akhirnya warga beranjak dan menggotong kembali mayat Dayat untuk dibawa pulang. Menyimpan kecurigaan mereka dalam hati terhadap Pak Amir.

Kegegeran yang sama terulang kembali seperti saat dulu menemukan mayat Firman. Desas-desus berkembang, ditambah bumbu di sana-sini.

Hari hampir subuh. Masyarakat sibuk menyiapkan pemakaman. Pelayat sudah mulai berdatangan. Wajah mereka diliputi kecemasan. Kematian yang sangat mengenaskan dan kontroversi. Mereka takut korban berikutnya tidak hanya menimpa pengantin saja.

Wisaka datang melayat. Mukanya pucat pasi. pemuda itu kelihatan shock dengan kejadian tadi malam.

"Hati-hati, kamu bukannya calon pengantin juga?" kata Umar setengah bertanya.

"Iya, hatiku juga takut sebenarnya, tapi masalah ini tidak boleh dibiarkan, harus kita selidiki," kata Wisaka.

"Aku mana berani berurusan dengan yang beginian," kata Umar sambil bergidik.

"Kalau bukan kita, siapa lagi?" tanya Wisaka.

"Yang jelas bukan aku, ilmuku gak mumpuni untuk melawan mahluk tersebut," jawab Umar.

"Jadi, kita harus bagaimana?" Wisaka bertanya lagi.

"Entahlah," jawab Umar sambil menerawang.

Wisaka dan Umar terdiam, pandangan mereka tertuju kepada pelayat yang baru datang. Sepasang suami istri yang tampak selalu awet muda. Perempuannya cantik dan laki-lakinya ganteng.

Walau jarang keluar rumah, tapi kehadirannya mampu menjadi pusat perhatian seluruh warga yang hadir. Sejak kepergian mereka setahun silam, wajah mereka semakin hari semakin berubah. Bukannya lebih tua atau lebih jelek, tetapi semakin cantik berseri bagi si wanita dan ganteng berwibawa bagi yang laki.

Awang dan Barshi, demikian nama mereka. Tanpa bicara apapun, mereka menyalami warga yang hadir. Mereka memang tidak banyak bicara, cuma tersenyum tipis. 

Wajah cantik dan kulit bening Barshi mampu membuat para pria, menelan ludah.

Kehadiran mereka juga memancing perhatian Pak Amir. Ia menatap tajam pasangan tersebut. Warga yang menyadari pandangan Pak Amir, ada yang diam-diam berbisik.

"Lihatlah, orang tua saja tertarik dengan kemolekan Barshi," bisik pria salah satu warga.

"Iya, apalagi dia sudah lama menduda, pikirannya udah kemana-mana itu." Sambil senyum ditahan yang lain menimpali sambil tetap berbisik.

Pak Amir yang merasa kalau dia sedang menjadi perhatian orang, cepat mengalihkan pandangannya. Dirinya yang sudah dicurigai menjadi pembunuh Dayat, tak mau kalau kepergok berbuat tak senonoh dengan memperhatikan istri orang lain.

Apakah Pak Amir memang seperti dugaan orang? Mempunyai ilmu hitam? Mengapa tidak bercerita kepada penduduk, kalau dia sudah melihat mahluk aneh? 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sarifuddin Fuddin
bagus cerita novelnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status