Home / Romansa / ISTRI BISU Tuan Terhormat / 46. Emosi di Pagi Hari

Share

46. Emosi di Pagi Hari

Author: desafrida
last update Last Updated: 2025-07-11 13:56:44

Pagi itu datang dengan cahaya matahari yang hangat menembus jendela kamar. Namun, kehangatan itu tidak menyentuh suasana hati Adrian yang sedang sibuk memasang topeng ketidakpedulian.

Ia melirik sekilas ke arah sofa.

Liora masih di sana. Sudah bangun, tapi hanya duduk diam. Wajahnya menatap datar seperti melamun. Tidak memandang ke mana pun.

Adrian berjalan ke arah pintu dengan langkah mantap. Wajahnya datar. Seolah semalam tidak pernah berdiri terpaku di depan wanita itu. Seolah bukan dia yang menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. Seolah tidak pernah muncul rasa bersalah dalam hatinya.

Sebelum akhirnya keluar, ia sengaja berhenti dan melontarkan kalimat yang terdengar keras tapi tanpa emosi.

“Jangan malas makan! Jangan buat perceraian kita nanti menjadi sorotan dengan tubuhmu yang semakin kurus.”

Liora tidak menatapnya. Ia hanya mengangguk pelan, bahkan nyaris tak terlihat. Reaksinya begitu tenang karena sudah terlalu terbiasa.

Adrian terdiam. Wajahnya sempat memancarkan rasa itu.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   50. Pertemuan Luca dan Liora

    “Makanlah,” ucap Adrian pada Liora, sebelum makanannya tiba.Liora diam. Dia pun mulai makan.Setelah Bibi tiba, Adrian mulai merapat dan makan bersama Liora.Adrian memperhatikan Liora diam-diam. Perempuan itu hening.Ia kemudian memalingkan wajah. Meneguk air putih yang nyaris tak menyentuh kerongkongannya. Tenggorokannya kering, seperti ada batu besar mengganjal.“Aku ingin membahas perceraian kita,” ucapnya tegas.Liora menatapnya sejenak lalu melanjutkan makannya. Siap mendengar apapun yang pria terhormat itu katakan. Bukankah dari awal memang dia yang mengandalikan?“Kalau kita sudah bercerai, aku tidak mengizinkanmu untuk tinggal di panti.”Liora menatapnya lagi. Kali ini cukup lama. Apa maksudnya?“Aku akan membelikan rumah kecil untukmu.” Adrian mencoba menegaskan tawarannya sebagai kompensasi. “Dan aku akan tetap membiayaimu. Selama kau belum menikah. Itu—itu bentuk tanggung jawabku.”Liora masih menatapnya. Lalu, perlahan, menghentikan sejenak aktivitas makan. Dia mengambil

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   50. Saat Luca Sadar

    Liora mengunci tatapan tepat di mata Adrian. Wajahnya datar cenderung menyimpan kebingungan. Lalu muncul perasaan terluka yang membuatnya ingin marah.Seketika Liora menggeleng. Dia melepas tatapannya.“Kenapa?” Adrian reflek menyentuh bahunya.Liora menatap tangan Adrian di bahunya.Adrian lekas menjauhkan tangannya.Liora menatapnya cukup tajam. Diam tapi menusuk. Ia meraih buku yang ada di meja. Lalu menulis.“Apa maksudmu? Kenapa kau tiba-tiba ingin mengembalikan suaraku? Bukankah sejak awal kau bersyukur aku tidak punya suara? Tidak akan ada yang bisa mendengarku.”Matanya terpaku setelah membaca jawaban Liora. Tiba-tiba saja udara terasa berat. Sesak.“Aku hanya… ingin kau pulih,” ucap Adrian akhirnya. Suaranya pelan, terdengar seperti ia sendiri tidak yakin dengan apa yang dia katakan saat ini.Adrian merasa seperti tertampar dengan jawaban Liora. Lalu batinnya mengingat. Bukankah dia dulu merasa beruntung saat mengetahui bahwa Liora adalah alat yang sempurna karena tidak bisa

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   49. Untuk Mengembalikan Suaramu

    “TIDAK LUCA!” Camila membentaknya. “Untuk apa?” tanyanya panik.Luca terdiam.“Kalau memang tidak ada hubungannya dengan kecelakaan itu kenapa aku tidak boleh bertemu dengan Tanteku? Bukankah dia istri Om Adrian?” tanyanya.Juliana menghela napas. Mencoba sabar dan memberi peringatan pada cucunya tersebut.“Luca… dia sama sekali tidak ada hubungannya dengan kecelakaan itu. Kamu salah paham. Om Adrian terpaksa menikahi dia karena hal lain. Dan… kamu tidak perlu menemuinya karena dia itu perempuan yang licik. Om mu juga sebentar lagi akan menceraikannya. Lagi pula, kamu baru pulang. Jangan membuat masalah lagi. Nanti Om mu bisa benar-benar marah,” jelasnya, mencoba tetap tenang.Luca terdiam.“Sudah… Sekarang ayo kamu makan siang dulu. Bi… tolong antarkan tas Luca ke kamarnya!” teriak Juliana mengalihkan.Setelah makan, Luca duduk di tepi ranjang kamarnya. Matanya menatap kosong ke arah lantai yang mengilap, namun pikirannya jauh melayang—berisik oleh penyesalan dan kebingungan yang men

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   47. Pelaku Sebenarnya

    Adrian mengepalkan tangan. Dan dalam sekejap…BUK! Pukulannya menghantam meja kerja hingga benda-benda di atasnya bergetar. Gavin tersentak, tapi tetap diam, menunggu amarah itu surut.“Lakukan saja, Gavin!” bentaknya, suara rendah tapi menggigit. “Aku tidak akan menyesal!”Gavin menahan napas, menatap atasannya dengan hati-hati. “Baik, Tuan,” ujarnya. “Tapi… untuk keperluan pengajuan ke pengadilan, pasti butuh alasan sah. Apa yang harus dicantumkan?”Adrian terdiam.Hening menggantung lama di antara mereka. Padahal biasanya, Adrian selalu cepat dan tegas dalam membuat keputusan. Tapi kali ini, Gavin melihat jelas, rahang pria itu mengeras seperti menahan sesuatu yang tidak bisa diucapkan dengan ringan.Semakin lama Adrian diam, semakin Gavin yakin bahwa semakin keras tuannya bersikap, semakin lemahlah tekadnya sebenarnya.Akhirnya, dengan suara rendah yang nyaris seperti g

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   46. Emosi di Pagi Hari

    Pagi itu datang dengan cahaya matahari yang hangat menembus jendela kamar. Namun, kehangatan itu tidak menyentuh suasana hati Adrian yang sedang sibuk memasang topeng ketidakpedulian.Ia melirik sekilas ke arah sofa.Liora masih di sana. Sudah bangun, tapi hanya duduk diam. Wajahnya menatap datar seperti melamun. Tidak memandang ke mana pun.Adrian berjalan ke arah pintu dengan langkah mantap. Wajahnya datar. Seolah semalam tidak pernah berdiri terpaku di depan wanita itu. Seolah bukan dia yang menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. Seolah tidak pernah muncul rasa bersalah dalam hatinya.Sebelum akhirnya keluar, ia sengaja berhenti dan melontarkan kalimat yang terdengar keras tapi tanpa emosi.“Jangan malas makan! Jangan buat perceraian kita nanti menjadi sorotan dengan tubuhmu yang semakin kurus.”Liora tidak menatapnya. Ia hanya mengangguk pelan, bahkan nyaris tak terlihat. Reaksinya begitu tenang karena sudah terlalu terbiasa.Adrian terdiam. Wajahnya sempat memancarkan rasa itu.

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   45. Terdiam Membaca Laporan (Kisah Liora)

    Kening Adrian mengerut semakin dalam.‘Baku tembak antar geng? Ibunya korban salah waktu dan tempat? Kenapa itu tidak pernah menjadi berita besar?’ batin Adrian penasaran.Ia melanjutkan bacaan.Sejak hari itu, Liora mengalami trauma mendalam. Kehilangan suara karena syok berat melihat semua terjadi dengan cepat di depan mata. Diberhentikan bekerja. Menarik diri dari dunia. Ayahnya berusaha menolong semampunya, tapi ia hanya seorang kurir makanan. Sederhana, jujur, tapi pekerja keras. Dia tak pernah meninggalkan putrinya. Bahkan ketika Liora hanya duduk diam di sudut kamar berbulan-bulan.Adrian menggeser pandangan ke jendela. Matanya terasa panas. Ia menghela napas sedalam mungkin.Dan kemudian ia membaca bagian yang paling menghantamnya.Suatu hari, ayahnya mengantarkan makanan ke sebuah panti. Di sanalah Liora ikut mengantar. Tak sengaja dia bertemu dengan anak-anak. Salah satu anak panti menyentuh tangannya. Liora tersenyum... untuk pertama kalinya setelah berbulang-bulan. Sejak h

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status