Share

Wanita Itu

"Ayo, jawab! Kamu pergi ke mana?" Nyonya Mia tetap menekan putranya untuk mengaku.

Irfan menelan saliva, lalu membuang mukanya.

"Pergi dengan teman, Ma," jawab Irfan kemudian.

"Teman kamu yang mana?" selidik Mamanya lagi.

Irfan meringis menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Sudah, sudah. Mama duduklah, biar Airin buatkan minum," ucap Airin sambil mempersilahkannya duduk.

Airin mengambil belanjaannya dan berjalan menuju dapur.

"Jangan macam-macam kamu, Irfan!"

Airin menghentikan langkah, urung menuju dapur. Dia menyandarkan tubuhnya di dinding pembatas ruang tamu, mendengarkan apa yang mereka bicarakan.

"Kamu kan tahu keluarga kita punya banyak hutang pada mendiang orang tua Airin!" ucap Mama mertuanya dengan suara yang tertahan.

Deg! Jantung Airin berdegup kencang mendengar perkataan Nyonya Mia. Hutang?

"Orang tua Airin kan sudah meninggal, Ma?"

"Bodoh kamu! Semua itu masih tercatat dalam data notaris! Sekali Airin tahu, tamat riwayat kita. Makanya kamu jangan macam-macam!"

"Ma, aku sudah bosan pura-pura baik terus padanya! Aku gak tahan lagi melihat wajahnya setiap waktu. Jijik, Ma!"

"Tugas kamu cuma menjadi suami yang baik! Apa susahnya?"

"Tapi sampai kapan, Ma?"

"Sampai Mama bisa memastikan semua data itu hilang dalam kebakaran waktu itu!"

"Tapi, Ma ...."

"Diam, jangan membantah! Jika data itu masih ada, kita butuh tanda tangan Airin untuk membebaskan kita dari hutang itu!"

Irfan membuang napas.

"Baiklah, Ma. Tapi jangan halangi Irfan untuk menikahi Amel."

"Irfan!"

"Irfan mau membantu Mama. Mama juga harus mengerti Irfan dong!"

Nyonya Mia membuang napas kesal mendengar ucapan puteranya itu. Dia takut puteranya itu nekad. Kalau sampai Airin tahu, hancurlah semuanya.

Airin mengepalkan tangannya seraya memejamkan mata menahan sesak di dada. Jadi ternyata seperti itu? Ternyata pernikahan ini hanya permainan semata. Apa mungkin kebakaran waktu itu juga ada hubungannya dengan hal itu?

Airin membuang napas, lalu melangkah menuju ke dapur. Kecurigaan Bella ternyata benar. Kalau memang seperti itu kenyataannya, tidak ada pilihan lain untuk menyelidiki kasus itu kembali.

Airin mengambil gawainya, lalu menelpon Bella.

"Bell, aku mau kau menyelidiki sesuatu," ucapnya begitu Bella mengangkat teleponnya. "Ini berhubungan tentang catatan notaris Papa."

"Kamu tahu sesuatu?" tanya Bella.

"Selidiki saja dulu, akan kuceritakan sisanya nanti," ucap Airin.

"Baiklah."

Airin menutup telepon, lalu segera membuat dua cangkir teh. Dia membawanya ke ruang depan dan bersikap seolah tak mendengar apapun.

"Maafkan Irfan, ya, Sayang. Dia bosan di rumah, makanya pergi bersama teman-temannya," ucap Mama Mertuanya saat Airin meletakkan cangkir itu di atas meja.

"Lain kali kalau dia ulangi lagi, bilang sama Mama!" lanjutnya.

Airin  tersenyum, lalu duduk di samping mereka.

"Seharusnya tidak perlu berbohong kalau ada meeting, Mas," ucapnya sambil menatap Irfan.

"Maafkan Mas, Dek," jawab Irfan salah tingkah.

Airin tersenyum miring.

"Gak apa-apa kok, Mas. Mas pasti melatangku ikut karena takut teman-teman mengejekku, kan?" ucapnya.

"Iya, Dek. Mas gak mau kamu terluka," jawabnya.

"Nah, begitu dong, Irfan. Seharusnya kamu jujur dari awal. Airin begitu baik hati, pasti bisa mengerti. Menantu Mama memang yang terbaik," ucap Mamanya sambil merangkul Airin.

Airin tertawa miris dari dalam hati. Keluarga ini sangat pandai beracting. Kenapa tidak menjadi pemain film saja?

"Oh, iya, Dek. Minggu depan Mas harus ke luar negeri untuk proyek baru kantor," ucap Irfan sambil menyeruput tehnya.

Mamanya terlihat mendelik padanya, tapi Irfan tak peduli.

"Untuk berapa lama, Mas?" tanya Airin, penuh curiga dalam hati.

"Mungkin sekitar sebulan, bisa lebih," jawab Irfan lagi.

"Lama sekali, Mas. Apa memang harus selama itu?"

"Maaf ya, Dek. Ini kan demi perusahaan juga."

Airin terdiam. Irfan pasti berbohong lagi padanya. Dia harus menyelidiki hal itu lagi.

"Kalau begitu biar aku bantu bersiap-siap ya, Mas?" ucap Airin kemudian.

"Jangan, Dek. Aku gak mau kamu capek. Kan masih Minggu depan, jadi Mas bisa melakukannya sendiri," jawab Irfan, yang semakin membuat Airin curiga.

"Kamu jangan khawatir, Airin," sahut Mama mertuanya. "Irfan gak akan macam-macam. Biar Mama yang nanti yang menyuruh orang mengawasinya."

Irfan melirik kesal pada Mamanya. Airin hanya diam sambil berpikir bagaimana caranya mencari tahu.

Malam itu Airin membuka laptopnya ketika suaminya sudah tertidur lelap. Tidak biasanya dia tertarik dengan kehidupan para artis. Tapi kali ini, dia benar-benar ingin tahu tentang wanita bernama Amel Angelina.

Airin mengintip sosial media aktris itu, terlihat dia memamerkan sebuah cincin, dan tertulis caption di sana.

"Yes, I will marry you "

Airin membuka lagi status yang lebih baru. Tampak foto sebuah gaun pernikahan cantik dengan caption.

"Sebulan lagi, kita akan benar-benar bersanding di pelaminan."

Status dia yang terakhir, sebuah foto undangan pernikahan bertuliskan huruf besar I & A dia pamerkan dengan caption.

"Menuju hari H."

Airin menatap ke arah suaminya yang sedang tertidur pulas. Status dia tepat sekali dengan rencana kepergian suaminya ke luar negeri. Airin tersenyum miris. Rupanya mereka merencanakan pernikahan besar tanpa sepengatahuan dirinya. Baiklah, mungkin ini saat yang tepat. Airin mengambil gawainya, lalu menelpon Bella.

"Bell, minggu depan ... aku ingin menjalani operasi. Tolong persiapkan semuanya."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status