Pada saat akan menaruh tas di bangku mobil, zahra terlupa belum menutup tas dengan sempurna. Alhasil tas tersebut memuntahkan beberapa barang yang berada di dalamnya.Ada satu yang menarik perhatiannya, yaitu kertas hasil pemeriksaan dari rumah sakit. Gadis itu memungut lalu menatapnya lekat. Ada sesuatu yang mendesak dalam dadanya untuk memberi tahu hasilnya kepada Elang.Walau hal ini takkan berpengaruh bagi hubungan mereka, tapi Zahra ingin membersihkan nama baik Elang supaya tak ada beban dalam dadanya.Gadis itu segera mengambil kertas dan turun dari mobil. Sejenak dadanya dipenuhi berjuta keraguan. Namun rasanya tidak adil jika membiarkan kesalahpahaman ini terjadi.Dengan berat, gadis itu melangkah menuju pria yang masih berstatus sebagai suaminya.‘Tunggu! Aku ingin berbicara sebentar saja!” Zahra menghentikan suaminya yang sedang membuka pintu mobil.Elang menatap ke arah suara. Dia tak percaya bahwa wanita yang menggugatnya berada di hadapannya.“Apa begitu penting?” tanya E
Mobil Elang sudah tiba di kantor. Pria itu terlihat murung.“Turunlah! Bonus yang aku janjikan, akan segera ditransfer!” ucap Elang kepada wanita yang duduk disampingnya. Pria itu sama sekali tak menatap ke arah wanita yang sudah menenamninya untuk datang ke persidangan.“Baik, Pak. Terimakasih!” jawab wanita cantik tersebut. Kemudian turun dari mobil dan berjalan menuju kantor.“Siapa dia, Lang?” tanya baskoro yang duduk di samping sopir. Dia menatap wanita cantik itu sekilas, lalu mengarahkan pandangan kepada putranya yang duduk di belakang.“Dia sekertarisku, Pah!” jawab Elang lemah.“Papah sudah menebaknya. Tak mungkin kau bisa secepat itu membuka hati untuk wanita lain. Jadi apa tujuanmu sebenarnya?” tanya Baskoro.Elang menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. “Kita bicara di ruanganku saja!” jawab Elang sembari merapihkan jas yang dipakainya. Kemudian turun dari mobil bersama papahnya. Keduanyapun melangkah menuju ruang kerja sang direktur yang berada di lantai empat.“M
182 KETUK PALUKetukan palu hakim terasa bak petir menyambar di siang bolong. Pertanda semuanya sudah berakhir. Hari ini hakim mengabulkan permohonan gugatan perceraian yang diajukan oleh Zahra. Keduanyapun kini resmi berpisah.Zahra menangis terisak dalam pelukan sang bunda. Dia merasa dunia seperti hancur. Tak ada harapan lagi untuk hidup. Dia sangat menyesal dengan keputusannya yang begitu merugikan dirinya.“Ibu. Aku sekarang sudah menjadi janda!” Zahra menangis terisak pada pelukan ibunda tercinta.“Yang sabar ya, Nak.” Sang ibu mengusap-usap kepala putrinya dengan lembut. Hatinya juga hancur melihat putri satu-satunya bersedih. Tak ada yang bisa dilakukan karena semua sudah terjadi.“Jadikan ini sebagai pembelajaran. Jangan pernah memutuskan segala sesuatu dalam keadaan emosi. Karena kau bisa menyesal nantinya. Seperti yang terjadi saat ini. Kau harus menebusnya dengan penyesalan seumur hidupmu.”Wanita yang melahirkan Zahra melonggarkan pelukan. Kemudian mengusap air mata sang
“Banyak yang bilang kalau aku cerdas, tapi itu salah. Aku hanyalah wanita bodoh yang menyianyiakan pria sebaik dirimu. Tapi aku bahagia karena pernah menjadi bagian dari hidupmu. Aku yakin kau suami yang baik. Kelak di akhirat nanti, aku ingin bersaksi bahwa kau adalah suami yang sangat baik. Aku pasti merindukanmu! Aku sangat menyesal!”Zahra menangis terisak. Diapun hendak berlari meninggalkan mantan suaminya. Namun dia mrngurungkan niat saat mendengar ucapan sang mantan.“Bukankah kau yang menginginkan perpisahan ini? tapi kenapa kau bilang menyesal dan akan merindukan aku?! Tolonglah, jangan membuat langkahku menjadi berat karena kau merajuk! Semua kenginanmu sudah aku penuhi termasuk juga dengan perpisahan ini. Dan kenapa kini kau menangisi semuanya pada saat aku tak bisa lagi memelukmu atau hanya sekedar mengusap airmatamu!” ucap Elang dengan nada tinggi. Kekecewaan dan kekesalan bercampur menjadi satu dan memenuhi dadanya.“Elang. Aku ... ““Cukup! Semua sudah berakhir. Kau car
“Bagaimana kabarmu, Budi?” tanya Elang saat tiba di rumah Budi. Pria itu duduk di bangku yang ada di teras.“Alhamdulillah baik. Untuk apa kau kemari setelah membuat Zahra kecewa. Kenapa kau tega menceraikan Zahra demi perempuan itu?!” Budi memberondong pertanyaan dengan dada yang bergemuruh. Dia sangat kecewa saat tahu dengan teganya Elang menceraikan Zahra.Elang menarik napas panjang. Pertanyaan dari Budi terkesan memojokkan dirinya.“Kau salah paham. Tentunya kau tahu jika yang menggugat adalah Zahra!” Elang mencoba membela diri.“Aku tahu. Tapi Zahra sudah mengatakan semuanya, bahwa kau sudah punya kekasih baru yang lebih segalanya dari Zahra! tega-teganya kamu berbuat hal itu setelah kau merebut Zahra dariku lalu kau mencampakkannya!” ucap Budi dengan nada tinggi. Dia terlihat begitu emosi saat mengingat Zahra bercerita dengan berurai air mata.Elang terdiam dan tak menampik apa yang dikatakan oleh Budi. Awalnya ingin mengungkap kebenaran, tapi urung melakukannya. Dia berpikir m
“Aku sudah menganggap Zahra seperti adikku sendiri. Tidak lebih! Jadi tak mungkin aku menikahinya. Lebih baik kau pergi dari sini dan jangan pernah menginjakkan kaki di rumahku! Pergilah!” Budi mendorong tubuh Elang dengan kasar hingga membuat Elang terhuyung. Untung saja tak sampai membuat Elang terjatuh.“Kita sama-sama lelaki. Jangan membohongi dirimu sendiri jika kau sudah merasa nyaman karena Zahra selalu berada di sisimu, bukan? Itu artinya kau bukan hanya menganggapnya sebagai seorang adik. Tapi lebih dari itu!”“Diamlah! Jangan pernah mengatakan apa-apa lagi! Dan jangan mencampuri urusanku. Kau mengerti?!”Elang terdiam dan menahan supaya tak terpancing emosi. Dia berusaha untuk mengendurkan urat syaraf yang mulai menegang. Dia akan mencoba meyakinkan budi sekali lagi. Hanya inilah yang bisa dilakukan untuk menebus dosa karena sudah merebut Zahra dari sisinya.“Percayalah. Aku akan membantu semua pengobatanmu sampai kau sehat seperti sedia kala! Dan aku juga bisa mewujudkan mi
“Untuk apa Elang datang ke sini, Mas?” tanya Zahra kepada Budi.Budi mengusap wajahnya dengan kasar. Kata demi kata yang Elang ucapkan masih sangat membekas pada pikirannya.Kenapa Elang bisa beranggapan seperti itu. Bisa-bisanya dia mengatakan kalau aku nyaman bersama Zahra. Bahkan dia berani mengatur hidupku untuk menikahi Zahra. Tapi benarkah aku memang membutuhkan Zahra selain sebagai sahabat? Benarkah cinta yang terpendam kini kembali berkembang? “Ya Tuhan. Mikir apa sih aku!” kembali Budi mengusap wajahnya dengan kasar. Dia terlihat sangat gelisah.Tentu saja hal itu memicu rasa penasaran pada diri Zahra. Tak biasanya Budi segelisah ini.“Apa yang terjadi? apa yang Elang katakan menggangu pikiranmu, Mas Budi?” Zahra mensejajarkan diri dengan Budi. Dia berjongkok di samping Budi dan meneliti wajah Budi dengan seksama. Wajah pria itu tampak pucat hingga membuat Zahra panik.“Sangat mengganggu. Dan ini ada hubungannya dengan dirimu!” jawab Budi tegas.“Dengan diriku?”“Iya!’ sahut
“Justru karena itu aku datang ke sini. Sebentar lagi aku juga akan hidup bahagia dan melupakanmu untuk selamanya. Jadi aku juga kasihan karena kau belum ada penggantiku. Makanya aku memberi saran kepada Budi untuk menikah denganmu. Dengan begitu, kalian bisa saling mengisi kekosongan hati. Bukankah kalian dulu saling menyayangi? Tak sulit untuk menumbuhkan rasa cinta yang dulu pernah hadir.”Zahra sangat kesal.Tangannya mengepal dan menahan amarah.Tiba-tiba muncul ide di kepala. Dia akan membuat satu keputusan yang akan membuat laki-laki itu tercengang .Aku tahu kau masih mencintaiku, Elang. Kalau memang kau tak mencintaiku, kau pasti tak peduli lagi padaku. Baiklah. Aku akan mengambil keputusan yang akan membuatmu hancur.“Baiklah, Elang. Aku akan memenuhi keinginanmu untuk menikah dengan Mas Budi, pria yang sangat kucintai tapi hubungan kami sempat terhalang karena kehadiranmu. Kau takkan pernah lupa akan hal itu, bukan? Dan aku akan buktikan kalau kami bisa bahagia walaupun deng