Hari ini seharusnya menjadi hari yang paling bahagia dan dinantikan oleh calon pengantin. Senyum kebahagiaan terpancar dari wajah yang telah dipoles oleh make up yang sempurna.Namun hal itu tidak terjadi kepada Zahra. Walau make up yang menempel begitu sempurna tak mampu menutupi kesedihan pada wajahnya. Kebaya pengantin berwarna putih tak mampu mencerahkan mendung yang menggelayut pada wajahnya. Sorot matanya kosong dan tak ada senyum yang menghiasi wajahnya.Sang pengantin wanita hanya bisa menatap ke luar lewat jendela kamar di mana dia berdiri saat ini. Tatapannya masih kosong dan tanpa asa.Gadis berhijab itu menatap langit yang sangat cerah. Tak nampak sedikitpun awan hitam menutupi pancaran cahaya mentari.Zahra menatap langit dan ingin mencurahkan hatinya.“Hai, langit. Hari ini aku akan menjadi istri dari pria yang tidak aku cintai. Aku akan menjadi orang lain yang berpura-pura hidup bahagia dengan pernikahan tanpa cinta. Setelah ini aku tak bisa menjadi diriku kembali. Aku
“Kamu dari mana saja?” tanya Ibu Budi saat melihat putranya muncul. Sedari tadi dia tak melihat putranya hingga membuatnya cemas.“Tadi kan aku sudah bilang dari toilet, Bu.” Jawab Budi dengan tersenyum.“Ya sudah. Tuh, lihat. Calon istrimu cantik sekali. Seandainya saja ... ““Sstt.” Budi meletakkan telunjuk di bibir memberi kode kepada ibunya untuk diam.Budi menatap ke arah Elang yang sedang berjalan menuju kursi tamu undangan di bagian paling depan. Lagi-lagi ada yang berdenyut dari dalam dadanya. Rasa sakit yang sulit terlukiskan dengan kata-kata.Pada saat yang bersamaan tatapan keduanya bersirobok. Sejenak Budi terlihat tidak nyaman. Namun perasaannya berubah tenang saat Elang tersenyum dan menganggukkan kepala. Budipun membalasnya dengan menguntai senyum manis.Terlihat calon pengantin wanita yang begitu cantik dan mulai memasuki ruang untuk ijab kabul bersama ibunya. Semua mata menatap kagum terhadap kecantikan sang pengantin. Walau terlihat sedrhana tapi terkesan elegan dan
“Karena saya ... “ sejenak budi menghentikan ucapannya. Pria itu menngambil napas dalam sembari menundukkan kepala. Sangat sulit untuk mengatakan hal ini. tenggorokannya terasa tercekat dan seolah tak mampu untuk meneruskan kata. Tangannya semakin erat menggengam sang ibu.“Apa yang akan kau ucapkan?!” elang terdiam ditempat. Dia sangat cemas menunggu ucapan Budi yang terhenti.Para tamu undangan semakin bertanya-tanya. Mereka saling berbisik dengan opini masing-masing.“Ibu. Tolong kuatkan aku.” Tangan Budi gemetar. Bibirnya juga bergetar.“Bicaralah, Nak. insya alloh keputusanmu yang terbaik untuk kedua belah pihak.” Sang bunda berusaha menguatkan putranya. Sekuat mungkin wanita itu menahan air mata, namun tak mampu. Air mata mengalir deras membasahi pipi yang mulai keriput.“Katakan apa yang ingin kau katakan, Budi!” kembali Elang berteriak dengan kesal.“Mohon maaf. Aku akan membatalkan pernikahan ini!” seru Budi dalam satu tarikan napas. Dia terlihat lebih tenang dari sebelumnya.
221 HASIL PEMBICARAAN“Aku sama sekali tak ingin membuat keluargamu malu. Dan apa yang aku lakukan itu demi kebahagiaanmu.”Budi mencoba meyakinkan Zahra.“Aku tahu kemana arah pembicaraanmu. Jangan pernah membahas tentang Elang di sini karena kau tahu sendiri jika hubunganku dengannya sudah berakhir!” jawab Zahra dengan ketus. Dadanya naik turun menahan emosi.“Tapi kalian masih saling mencintai! Aku tak ingin kau menikah denganku karena terpaksa. Jangan pernah mengulangi kebodohan untuk yang kedua kali!”“Mas Budi! Dengarkan aku ...”“Kau yang harus mendengarkan aku! Demi Tuhan. Aku tak rela melihatmu tidak bahagia karena menikah denganku!”“Siapa bilang aku tak bahagia kalau menikah denganmu?!”“Jangan potong pembicaraanku!” Budi sedikit meninggikan suaranya.Zahra memalingkan wajah dan melipat tangan di dada. Dia sudah menduga kejadiannya akan begini. Zahra tahu kalau Budi seorang pria yang berjiwa besar. Dia bersedia melakukan apapun demi wanita yang dicintai, sekalipun itu mampu
“Elang! Tolong, menikahlah dengan Zahra!” ucap Budi dengan bibir gemetar. Bukan hal yang mudah untuk mengatakan hal tersebut. Walau berusaha tegar, tapi jauh di lubuk hatinya ada perih yang tak mampu terobati. Luka tersayat bak disiram air cuka. Sakit yang teramat sakit. Melepas wanita yang hanya tinggal beberapa detik saja menjadi miliknya, membuat separuh nyawanya terasa melayang.“Jangan gila kamu, Budi! Apa kamu pikir dia itu barang yang bisa kau ambil dan buang sesukamu?! Kau tak lebih bejat dari pria hidung belang diluar sana!” Elang menarik pakaian yang dikenakan oleh Budi dengan kasar. Emosinya mulai tak terkontrol.“Elang!”Terdengar suara Mustafa yang berteriak dengan keras dan melangkah ke arahnya. Namun Budi mengangkat tangan untuk memberi tanda dia baik-baik saja.“Tolong, jangan ada yang ikut campur! Ini menjadi urusanku dengan Elang! Uhuk ... uhuk ...!” Budi mulai terasa sesak napas. Namun dia berusaha untuk bertahan.“Elang! Apa yang kau lakukan?! Lepaskan Mas Budi!” t
“Bukan karena itu. aku hanya menyadari bahwa cinta tak bisa dipaksakan. Rasanya begitu sakit jika cinta hanya dibalas dengan belas kasihan. Sudahlah. Kau tak perlu berpikir lagi. Sekarang, temuilah calon istrimu dan katakan padanya bahwa kau hanya menemukan bahagia bersamanya. Dan aku yakin kalian memang berjodoh. Berbahagialah!” Budi menepuk-nepuk lengan Elang dengan lembut. Pria itu memaksakan diri untuk bisa tersenyum walau terasa pahit. Kemudian membalikan badan untuk melanjutkan langkah.“Mas, Budi. Terimakasih. Kau akan aku kenang selalu sebagai seorang pria yang paling baik. Aku akan selalu berdo’a untuk kebahagiaanmu. Suatu saat nanti, aku yakin kau akan menemukan cinta sejatimu yang lebih baik dari diriku.” Ucap Zahra tulus dengan berderai air mata.Budi hanya menganggukkan kepala tanpa menoleh ke arah Zahra.“Budi! Apa kau tak ingin menjadi saksi untuk pernikahan kami?!” Elang bertanya kepada Budi.Entah kenapa Budi merasakan pertanyaan itu begitu jahat. Bagaimana mungkin di
224 MALAM PERTAMA (TAMAT SESSION 1)“Sayang, mahar apa yang kau inginkan dariku?” tanya Elang kepada Zahra.“Aku tak ingin apapun. Aku hanya ingin dirimu sebagai mahar untukku.” Jawab Zahra dengan senyum penuh arti.“Maksudmu?!” tanya Elang dengan kening berkerut sebagai tanda tak mengerti.“Aku ingin kau menjadi milikku selamanya. Makanya aku meminta kaulah sebagai mahar untukku.”“Kau ini ada-ada saja.” Elang tersenyum sembari mengusap kepala istrinya dengan lembut.“Aku serius.” Jawab Zahra dengan cemberut.Elang menggandeng tangan sang istri ke hadapan penghulu.Sebelum mengikrarkan janji suci, Elang lebih dulu meminta restu kepada kedua orangtua Zahra. Tentu saja dengan senang hati mereka merestui pernikahan keduanya.Elang meminta waktu sebentar untuk menghubungi asisten pribadinya dan memintanya mempersiapkan mahar.Sesaat kemudian akad nikahpun dilaksanakan. Gedung klinik azzahra, satu set berlian dan satu unit appartemen dari elang sebagai mahar untuk sang istri tercinta.“Sa
“Uwekk ... uwekk.” Zahra berlari ke kamar mandi saat mencium wangi parfum sang suami. Biasanya dia sangat menyukai parfum yang membuat tubuh suaminya menjadi harum dan semakin menggoda. Entah kenapa berbeda untuk saat ini. Harum tubuh suaminya membuat perutnya seperti di aduk-aduk. “Sayang. Kamu kenapa?” Elang mengejar istrinya ke kamar mandi. Dia terlihat sangat khawatir saat melihat wajah sang istri terlihat pucat. “Aku tidak apa-apa, Sayang. Mungkin hanya masuk angin saja.” Zahra membasuh wajahnya dan memutar tubuh hingga berhadapan dengan sang suami. “Wajahmu pucat sekali. Ini tak bisa dibiarkan begitu saja. Kita ke dokter, ya?” Elang menyentuh pipi sang istri dengan wajah penuh kecemasan. “Tidak perlu. Nanti juga akan membaik. Apa kamu lupa kalau aku ini seorang dokter?” Zahra tersenyum dan mengecup jemari sang suami dengan lembut. “Bukan begitu. Aku hanya khawatir kau tidak baik-baik saja. Hari ini kau tidak usah bekerja. Ijin saja dulu, demi kesehatanmu.” “Aku tidak apa-ap