Share

RENCANA LICIK

"Aku menawarkan agar kau menjadi wanitaku, Lucy Watts. Jika kau mau kehidupanmu akan jauh lebih baik dari sekarang. Aku akan memberikan apa yang kau minta, menjadi wanitaku itu berarti kau tak perlu susah payah bekerja keras sebagai sekretaris Daniel Noel lagi, bagaimana apakah kau tertarik?" tuturnya penuh percaya diri.

"Maaf, Mr. Hakon. Saya sudah memiliki kekasih dan hubungan kami sudah cukup serius," jawabku tegas.

"Benarkah? Bagiku itu tidak masalah, karena menjadi wanitaku itu bukan berarti harus menjadi kekasih. Kau hanya tinggal menyetujuinya saja maka kita akan mulai berkencan malam ini."

Astaga, pria ini memang sudah benar-benar gila dan tidak waras! Aku tak habis pikir otak mesumnya sungguh membuatku muak dan ingin segera pergi!

"Dengan sangat menyesal saya menolak tawaran Anda, Mr. Hakon karena maaf saya bukan wanita yang seperti yang Anda pikirkan. Sepertinya sudah cukup saya berada di sini, saya mohon pamit dan permisi," aku menyahut dengan menahan perasaan dongkol, susah payah aku menahan tanganku tadi agar tak melayang di wajah mesumnya saat menatapku!

Tanpa kupedulikan reaksi Tobias Hakon, aku pun berjalan cepat meninggalkan restoran dan memesan taxi di luar restoran. Namun, saat aku hendak menyetop taksi, tiba-tiba sebuah tangan menghalangiku untuk masuk ke dalam.

"Kenneth?!" pekikku kaget.

"Kau pergilah, wanita ini akan pulang bersamaku!" perintah Kenneth pada supir taxi yang berhenti di depanku.

"Tolong lepaskan aku! Aku mau pulang!" seruku marah.

"Tenanglah, Lucy. Aku akan mengantarkanmu pulang karena aku yang bertanggung jawab membawamu ke sini tadi," ucapnya serius.

"Aku bisa pulang sendiri! Jadi tolong lepaskan aku!" sungutku kesal.

"Baik aku akan melepaskanmu, tapi tolong tenanglah. Kita bisa bicara baik-baik di dalam mobil dan kuantarkan kau pulang," ucapnya lirih berusaha menenangkanku.

Sejenak aku diam dan berpikir, dengan sikap baik Kenneth padaku. Aku kesal dengan bosnya bukan berarti aku harus marah juga dengan dia bukan? Karena posisi Kenneth sama denganku, hanya melaksanakan perintah dan pekerjaan dari atasannya sendiri. Jadi aku berpikir, tidak ada salahnya bukan menolak niat baiknya padaku?

"Kenapa kau keluar dari restoran dengan marah, Lucy? Apakah Mr. Hakon telah menyinggungmu?" Kenneth bertanya setelah kami di dalam mobil.

"Kurasa kau sudah tahu jawabannya, Mr. Done jadi aku tak perlu menjawab pertanyaanmu itu," aku menyahut ketus dengan ekspresi wajah kesal.

"Astaga, bukankah kau sudah tahu jika Mr. Hakon memang tertarik padamu sejak awal beliau bertemu denganmu. Beliau juga pria baik dan tentu saja sangat mapan, kenapa kau menolaknya, Lucy?" Kenneth bertanya dengan wajah sok polosnya.

"Tentu saja aku menolaknya, karena yang pertama aku sudah memiliki kekasih dan yang terpenting aku bukan wanita yang seperti ada dalam pikiran bosmu itu!" aku menjawab dengan penuh penekanan.

"Baiklah, baiklah aku mengerti. Kau memang wanita berprinsip tinggi, Miss. Lucy Watts. Aku mengagumimu," Kenneth menyahut dengan tatapan tetap fokus di jalan.

Hening.

Aku tak mau banyak bicara karena memang suasana hatiku sedang sangat kesal sekarang. Hinggap selama beberapa saat, aku kemudian menyadari jika jalan yang di tempuh Kenneth bukan jalan menuju ke apartemenku.

"Kenneth, kita akan ke mana? Ini bukan jalan pulang ke apartemenku!" protesku merasa ada yang tak beres.

"Benarkah? Aku rasa ini benar, Lucy. Karena aku sengaja lewat jalan pintas agar kita lebih cepat sampai ke apartemenmu," sahutnya santai.

Tidak, ini tidak benar! Aku tahu jalan mana yang harus ditempuh! Firasatku mengatakan ada yang tidak beres.

"Turunkan aku di sini! Aku bisa pulang sendiri!" perintahku tegas, tak mau mengambil resiko terjadi hal yang tidak kuinginkan.

"Rileks, Lucy! Kenapa kau panik seperti itu. Tenanglah, aku pasti akan mengantarkanmu pulang," ucap Kenneth.

"Tidak, turunkan saja aku di sini, Kenneth Done! Jika tidak aku akan melompat dari mobil!" ancamku serius.

Maka detik itu juga, Kenneth menepikan mobilnya di pinggir jalan dan menghentikan mobilnya. Tanpa pikir panjang lagi dengan cepat aku membuka pintu mobil, namun terkunci.

"Buka pintunya, Kenneth! Kenapa kau masih menguncinya?!" aku berseru mulai panik.

"Maaf, Lucy. Sepertinya aku harus terpaksa melakukan ini padamu." Kenneth berkata sebelum aku menyadari dengan cepat, pria itu membekap hidung dan mulutku dengan sapu tangan.

Aku mencoba berontak melepaskan diri, namun entah kenapa tubuhku terasa lemah dan tak bisa digerakkan sebelum semuanya menjadi gelap karena pandanganku yang mulai kabur dan melemah.

***

Di lain sisi, Daniel Noel baru tahu dari asisten pribadinya jika Tobias Hakon mengajak makan malam sekretarisnya tanpa sepengetahuannya. Entah kenapa ia merasa kesal, cemburu? Itu tidak mungkin karena tak ada rasa cinta sama sekali pada sekretarisnya itu, yang memang dalam segi pandangannya sebagai pria normal, sosok Lucy Watts sekretarisnya itu adalah wanita yang cantik dan mempesona walaupun kecantikan sang sekretaris masih jauh jika dibandingkan kecantikan sang istri, Helen Noel, namun Lucy Watts seperti memiliki pesona dalam dirinya yang membuat wanita itu memiliki kecantikan yang berbeda dari wanita yang pernah Daniel temui selama ini dalam hidupnya.

Apalagi sejak peristiwa malam itu, dimana Daniel telah melakukan kesalahan satu malam bersama sang sekretaris yang memang sepenuhnya adalah kesalahannya sendiri dan Daniel Noel sadar akan hal itu. Sejak saat itu pandangan Daniel pada Lucy berubah, dalam diam ia semakin mengagumi Lucy Watts sebagai wanita yang berprinsip tinggi.

Daniel tahu jika dialah pria pertama bagi Lucy Watts yang telah berhasil menyentuhnya dengan pemaksaan atas dirinya, namun sampai sekarang ia masih tak mengerti kenapa wanita itu tak menuntut dirinya untuk bertanggung jawab malah justru bersikukuh menolak tanggung jawab darinya dan sepakat untuk melupakan malam panas itu? Hal itulah yang masih membekas dalam pikiran Daniel Noel. Lucy memang berbeda dengan wanita yang selama ini kenal dalam hidupnya, bahkan Helen sang istri bukan seorang perawan saat pertama kali mereka melakukan percintaan, tetapi bagi Daniel Noel tidak mempermasalah akan hal itu selama ini.

Karena itu Daniel Noel merasa bertanggung jawab dengan hidup sekretarisnya sekarang, apalagi ia tahu sosok Tobias Hakon rekan bisnisnya itu yang berperangai buruk atau lebih tepatnya mesum, dan sudah lama tertarik dengan Lucy Watts.

"Sial!! Kenapa ponselmu tidak aktif sekarang?!" umpat Daniel kesal karena sudah berkali-kali ia menelepon sekretarisnya itu namun belum ada jawabannya justru sekarang ponselnya tidak aktif, tentu saja itu membuat Daniel semakin cemas dan berpikiran tidak-tidak.

"Marvel, cepat selidiki di mana Tobias Hakon menginap dan terakhir dia berada sekarang!" Daniel memerintah pada seseorang di sambungan teleponnya.

Ia menghembuskan nafas dengan kasar, wajahnya tampak frustasi dan cemas, ia sendiri tidak sadar kenapa ia bisa secemas itu pada Lucy Watts yang hanya seorang sekretarisnya yang telah mengabdi padanya selama hampir 3 tahun.

Tak mau berdiam diri, Daniel keluar dari mansion dan meluncurkan mobilnya menuju ke apartemen Lucy Watts. Namun, selang hanya beberapa menit sebelum ia sampai di sana, sebuah panggilan di telepon memecahkan konsentrasinya.

"Ya, Marvel apa yang kau dapatkan?"

"Apa?!!

Baiklah, cepat kirim lokasinya padaku sekarang!" Perintah Daniel, kali ini wajahnya geram setelah mendapatkan kabar dari sang penelepon jika Tobias Hakon telah membawa Lucy ke sebuah villa di Laurel Canyon, Los Angeles.

***

Comments (7)
goodnovel comment avatar
Ratu Don2
lanjutkan Min....
goodnovel comment avatar
Zattul Mukti
semua novel ini aneh ...sy sudah beli koin jg tetep aza .sama halnya
goodnovel comment avatar
Amelia Hastuti
lanjut thor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status