Ayana, cepat kau rapikan tempat tidurku, dasar lelet!" perintah Nina, menatap acuh adiknya.
Setelah seminggu, pesta ulang tahun yang ditunggu oleh Nina telah juga tiba. Nina sudah tidak sabar untuk merayakan ulang tahunnya kali ini, bersama dengan Bryan.Setelah Nina memastikan jika penampilannya cukup cantik untuk bersanding bersama dengan, Bryan, Nina kemudian menoleh ke arah Ayana, yang masih berpakaian biasa, sedang sibuk merapikan tempat tidurnya."Ayana, mengapa kau belum bersiap-siap? Lihat pakaian yang kau kenakan itu, terlihat sangat buruk. Tidak lama lagi, Dimas akan datang untuk mengajakmu keluar, tidak mungkin kau keluar untuk merayakan ulang tahunmu, bersama Dimas dengan berpakaian seperti itu!"Ayana yang mendengar perkataan Kakaknya, segera menelisik pada pakaian yang dikenakannya, menurutnya pakaian yang dia kenakan cukup pantas. Lagi pula, dia tidak berniat untuk menerima ajakan Dimas, jika bukan karena paksaan Kakaknya, yang tidak bisa dia tolak."Tidak perlu Kak, lagi pula pakaian Ayana ini cukup sopan."Kemudian Ayana menatap ke arah pakaian yang di kenakan Kakaknya, dress berwarna pink yang begitu cantik, melekat di tubuh Kakaknya."Kak Nina, dressnya sangat cantik, Apakah Kak Nina membelinya?" Ayana menatap kagum, pada pakaian yang dikenakan Nina, dengan mata berbinar.Nina menoleh menatap Ayana, yang saat ini terus menatap pada pakaian yang dia kenakan. Seraya tersenyum, Nina menjawab rasa penasaran Ayana."Tidak, Kakak tidak membelinya. Tetapi Ini hadiah dari Bryan, dia ingin melihat Kakak tampil cantik, di pesta ulang tahun yang Bryan siapkan, agar tidak membuatnya merasa malu saat bertemu dengan beberapa teman dan rekan kerja ibunya," Nina berputar-putar di depan cermin, mengagumi dress yang telah diberikan oleh Bryan.Senyum di wajan Ayana, yang mulanya merekah tiba-tiba saja menghilang dari wajahnya, digantikan dengan raut sedih, saat melihat perhatian yang diberikan oleh Bryan, kepada Kakaknya.Tidak cukup Bryan merayakan ulang tahun Kakaknya, dengan begitu mewah, sekarang Bryan juga memberikan pakaian yang begitu indah, untuk Kakaknya kenakan, itu cukup membuat Ayana sadar, yang masih mengira jika Bryan juga menaruh hati ke padanya.Tidak lama setelahnya, salah satu anak panti datang mengetuk pintu kamar Ayana, dan memberi kabar jika Dimas sudah menunggunya di lantai bawah."Kak Ayana, Kak Dimas sudah tiba dan menunggu Kak Ayana dibawah, untuk menemuinya," kemudian berbalik, setelah menyampaikan pesan yang diberikan oleh Dimas.Ayana melirik ke arah Kakaknya, yang masih saja sibuk merapikan penampilannya. Dengan menghela nafas, Ayana segera turun ke bawah untuk menemui Dimas, yang saat ini sudah menunggunya.Saat akan menginjakkan kakinya di anak tangga, Nina keluar dari dalam kamar, untuk mengucapkan sesuatu ke pada Ayana."Ayana bersenang-senanglah dengan Dimas, ini adalah hari ulang tahunmu, jadi kau bisa menggunakan kesempatan ini untuk lebih dekat dengan Dimas, dan lebih mengenalnya," kemudian berbalik masuk ke dalam kamarnya.Ayana terdiam saat mendengar perkataan Kakaknya. Dan kembali melanjutkan langkahnya, untuk segera menemui Dimas. "Ada apa Kak, Dimas?" tanya Ayana, sedikit sungkan saat berhadapan dengan Dimas, yang merupakan mantan kekasih Kakaknya.Dimas menoleh kearah Ayana, yang datang menemuinya, memberikan senyuman saat melihat wajah cantik Ayana berdiri didekatnya. "Hari ini adalah ulang tahunmu, dan aku bermaksud ingin mengajakmu keluar, untuk merayakannya berdua. Bagaimana? Apa kau sudah siap?"Saat Ayana akan menolak ajakan dari Dimas, suara Nina yang berteriak daei jendela kamar memanggil nama Bryan, membuat Ayana menoleh untuk mencari keberadaan Bryan, yang kebetulan bertatapan mata dengan Ayana, yang berdiri bersama dengan Dimas.Ayana menatap ke arah mata Bryan yang tajam, dan tidak mengerti dengan maksud dari tatapan yang diberikan oleh Bryan kepadanya.Saat Ayana dan Bryan masih saling menatap satu sama lain, suara Nina yang menghampiri Bryan, dan langsung menggandeng lengan Bryan, membuat Ayana segera memutuskan kontak mata dengan Bryan, dan mengambil helem yang ada di tangan Dimas, dan mengajak Dimas, untuk segera membawanya pergi.Sementara Bryan, yang menatap kepergian Ayana bersama dengan Dimas, tanpa sadar mengepalkan tangannya kuat. Matanya masih saja tertuju ke arah, ke mana Ayana pergi bersama dengan Dimas, tanpa mengetahui jika saat ini nina tengah tersenyum sinis menggandeng lengan Bryan."Bryan, Bagaimana? apa penampilanku terlihat cantik?" tanya Nina, yang tiba-tiba saja menyadarkan Bryan dari lamunannya. Bryan kemudian menatap tajam Nina, yang dengan berani menggandeng lengannya."Maaf Bryan, aku tidak sengaja melakukannya," Nina menyadari raut tidak suka Bryan, dan tidak ingin membuat Bryan marah kepadanya."hm!" Bryan tidak mengatakan apapun, hanya melirik ke arah penampilan Nina sejenak, mengerutkan keningnya, merasa tidak asing dengan pakaian yang dikenakan oleh Nina."Bukankah, aku memintamu untuk mengajak Ayana, ke pesta ulang tahun yang aku buat untuknya? Mengapa dia pergi bersama dengan seorang pria?" Bryan meminta penjelasan ke pada Nina, saat melihat Ayana tidak ikut dalam pesta ulang tahun yang dia buat, untuk Ayana, melainkan pergi dengan seorang pria, yang tidak dikenalnya.Nina yang berdiri di depan Bryan, menggigit bibirnya menatap Bryan dengan sedih, seolah apa yang akan dia katakan akan membuat perasaan Brian akan terluka."Ayana tidak ingin merayakan ulang tahunnya dengan Kak Bryan! Ayana ingin merayakan ulang tahun dengan Kak Dimas, lelaki yang membawa Ayana pergi, itu adalah kekasih Ayana Kak Bryan!" kilah Nina dengan sengaja mengatakannya, untuk membuat Bryan membenci Ayana.Degh!"Apa maksudmu, Nina! juga mengapa pakaian yang aku berikan untuk Ayana, kamu kenakan, Nina? Kamu tahu jika aku sudah lama memesan pakaian ini, untuk aku berikan kepada Ayana sebagai hadiah ulang tahunnya?" kembali Bryan meminta penjelasan keada Nina, mengapa pakaian yang dia titipkan ke pada Nina, untuk dia berikan kepada Ayana sebagai hadiah, saat ini telah Nina kenakan di tubuhnya.Bryan menatapnya penuh selidik, tidak suka pakaian yang seharusnya dikenakan oleh Ayana, saat ini telah melekat di tubuh Nina."Ayana membuangnya Kak, jadi aku mengambilnya!"Nina tidak mengerti, mengapa Bryan begitu menyukai Ayana, dan bukan dirinya. Yang jauh lebih cantik dari Ayana."Bagaimana mungkin, Ayana membuang hadiah yang aku berikan untuknya. Apa kau sudah mengatakan kepada Ayana, jika baju itu untuk dia kenakan di pesta yang aku siapkan, untuknya?""Bryan, kenapa kau berkata seperti menuduhku, Ayana tidak menyukai hadiahmu, dan tidak ingin pesta yang kau buat untuknya. Dia memilih untuk merayakan ulang tahunnya bersama kekasihnya, jadi Bryan berhenti mengharapkan Ayana!" bryan tertegun melihat kemarahan Nina.Ayana, dasar saudara sampah, kau selalu saja membuatku diabaikan, Bryan, lihat saja aku akan merebut semua yabg seharunya menjadi memilikku. batin Nina.Melihat, Nina yang bersedih, Bryan merasa tidak tega. "Baiklah, pesta itu untukmu saja, Nina."Ayana, yang semalam merayakan ulang tahunnya bersama dengan Dimas, membuka matanya dan melihat ke arah sekitar jika dirinya saat ini berada disebuah kamar asing, yang membuat Ayana segera bangun dan terduduk diatas sebuah kasur berwarna putih, dengan jantung yang berdetak kencang. Ayana melihat ke arah sekitar, dengan keringat yang mulai muncul di dahinya, tempat tidur dan lantai terlihat serta pakaian yang dia kenakan semalam, nampak berserakan dilantai kamar. Ayana mencoba untuk mengingat apa yang terjadi semalam, saat dirinya bersama dengan, Dimas, merayakan ulang tahunnya. Ayana tidak tahu, apalagi yang terjadi setelah Dimas meninggalkannya di restoran. Yang Ayana tahu, dirinya sudah terbangun di sebuah kamar hotel, yang Ayana tidak tahu, tepatnya di mana, dan siapa yang membawanya. Ayana menahan sakit dikepalanya, mencoba beranjak dari tempat tidur, dengan menahan sakit disekujur tubuhnya, Ayana berjalan untuk mengambil pakaian, yang telah dia lepaskan entah sejak kapan, yang
Tetapi, Ayana tidak mengatakan apapun kepada, Nina. Ayana hanya balas tersenyum sembari menggeleng pelan menatap, Nina. "Tidak ada Kak, Kak Dimas tidak memberikan apapun kepada, Ayana." Penjelasan yang baru saja diungkapkan, Ayana kepada, Nina, Jelas saja membuat Nina tidak percaya. Bagaimana mungkin Dimas yang sudah merencanakan pesta ulang tahun yang akan dia rayakan berdua bersama, Ayana tidak memberi Ayana hadiah apapun. "Jangan bohong, Ayana! aku tahu pasti Dimas memberimu hadiah, Dimas sudah merencanakan begitu lama, untuk merayakan ulang tahunmu berdua dengannya, tidak mungkin, Dimas tidak memberikanmu hadiah apapun semalam." Ayana melihat, jika Nina sepertinya tidak percaya dengan ucapannya. Jika memang Dimas, tidak memberikan hadiah apapun kepada, Ayana, selain luka yang mungkin tidak akan pernah bisa Ayana lupakan. Jika mengingat malam menyedihkan yang menimpa dirinya, Ayana hanya dapat menahan sesak yang dia rasakan didadanya. Ayana menatap Nina, berusaha untuk tidak
Kepanikan terlihat jelas di wajah Bryan, yang kemudian segera menggendong Ayana dan akan membawanya untuk ke rumah sakit. "Ayana, bersabarlah, aku akan membawamu ke rumah sakit!" Bryan, kemudian memeluk Ayana dalam gendongannya, yang kemudian berbalik untuk meninggalkan kamar Ayana, untuk menuju mobilnya. Nina yang melihat tindakan Bryan, yang saat ini terlihat jelas kepanikn diwajah Bryan ingin menghentikan tindakan Bryan, yang tengah menggendong Ayana didalam pelukannya. Berdiri di depan pintu kamar, Nina menghalau menghentikan langkah kaki Bryan yang tengah menggendong Ayana. "Bryan, apa yang ingin kau lakukan!" Nina benar tidak suka melihat tindakan Bryan, yang menggendong Ayana dalam pelukannya. Bryan berdiri dengan menatap tidak suka, melihat apa yang dilakukan Nina dihadapannya. "Nina, apa yang kau lakukan, cepat menyingkir, aku ingin membawa Ayana ke rumah sakit!"Dengan Ayana berada di dalam gendongan Bryan, Bryan tanpa peduli kembali melangkah ke depan setelah meminta Nin
Bryan yang matanya masih tertuju kepada wajah Ayana, yang nampak begitu pucat, dengan langkah pelan Bryan menghampiri Ayana. "Ada apa? Apa kau menginginkan sesuatu?" Bryan, mengulurkan tangannya untuk menepis sehelai rambut, yang menutupi di wajah Ayana, yang masih terbaring lemah di diatas kasur. Ayana menggeleng pelan, mendengar pertanyaan dari Bryan, matanya menatap Bryan penuh cinta yang saat ini terlihat mengkhawatirkannya. "Apa Kak Bryan yang membawaku ke rumah sakit?" Ayana ingin mendengar, jika memang Bryan yang membawanya ke rumah sakit, seperti apa yang perawat baru saja katakan kepadanya. Bryan mengangguk dengan pelan mengiyakan, "Untung saja aku dapat segera menemukanmu, jika tidak, kau mungkin saja masih tersiksa dengan suhu tubuhmu yang begitu tinggi." Ayana hanya tersenyum tipis, mendengar apa yang barusan dikatakan Bryan, yang menatapnya dengan penuh kekhawatiran membuat Ayana erlahan merasa jauh lebih baik. Ayana tahu, apa yang menyebabkan dirinya bisa dalam kead
Dua tahun kemudian... Bruk! "Miss Nina, Tolong jangan--" "Ternyata kau ada di sini, Sayang! aku menunggumu beberapa hari ini untuk menemuiku, tetapi kamu tetap tidak datang, Bryan," Nina berjalan dengan anggun, dengan gaun ketat menutupi tubuh seksinya, berjalan memasuki ruang meeting, dimana Bryan sedang duduk mendengarkan klien yang memaparkan rencana kerja sama dengannya. Tanpa mempedulikan tatapan semua orang, yang ada di ruangan itu, Nina, dengan pakaian yang memperlihatkan lekukan tubuhnya, mendudukkan dirinya di atas pangkuan Bryan. Sembari mengelus pelan dada bidang Bryan yang saat ini sudah mengepalkan tangannya marah. Bryan memberi tatapan tajam ke arah asistennya Davin, yang membiarkan Nina masuk dan membuat kekacauan saat dirinya sedang mengadakan pertemuan. "Maaf tuan!" Asisten Davin, hanya menunduk saat melihat Tatapan yang diberikan oleh sang majikan. Dirinya merasa bersalah karena tidak berhasil untuk menghalangi Nina, agar tidak mengganggu rapat yang dilakukan,
Ayana, yang baru saja pulang dari bekerja sebagai guru di sebuah TK, berjalan memasuki rumah yang baru beberapa bulan ini ditempatinya.Semenjak, Bryan membatalkan pernikahan mereka dan menikahi, Nina, Ayana memutuskan untuk keluar dari panti dan tinggal disebuah kota, mengasingkan diri dari kehidupan masa lalunya, sudah 2 tahun Ayana hidup dengan berpindah, agar Bryan tidak dapat menemukannya. Ayana tahu, jika orang suruhan Bryan beberapa kali datang untuk mencari keberadaanya, dan alasan Bryan melakukan itu Ayana juga tidak tahu. Ayana hanya bisa berpikir, jika Bryan kembali mencarinya mungkin untuk kembali mempermalukannya, menunjukkan jika saat ini Bryan memiliki kehidupan Bahagia bersama dengan, Nina.Memikirkan semua itu, Ayana tidak tahu kenapa Bryan bisa bersikap setega itu kepadanya. Masih tersimpan diingatan Ayana, saat Bryan membatalkan pernikahan mereka dan mengatakan jika yang ingin Bryan nikahi adalah, Nina, dan bukan dirinya membuat Ayana merasakan sakit hati yang teram
Didepan apartemen kumuh Ayana, Bryan kemudian berjalan menaiki anak tangga untuk segera menuju lantai apartemen Ayana. Satu persatu anak tangga Bryan lewati, hingga berdiri tepat di depan pintu apartemen Ayana. Asisten Davin, melihat Bryan berdiri di depan pintu apartemen Ayana, Bryan mencoba untuk mengetuk pintu Ayana, berharap Ayana tidak akan terkejut melihat kehadiran Bryan yang saat ini berdiri di depannya. Asisten Davin, juga mengetahui cerita percintaan atasannya dengan saudari kembar istri Bryan, Nina, yang saat ini menjadi istri Bryan. Davin tidak menyangka jika percintaan sang atasan begitu rumit, setelah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Tok Tok Tok Bryan, nampak gugup berdiri menunggu Ayana membukakan pintu. Dapat terlihat jelas dari raut wajah Bryan, yang saat ini menghela nafas beberapa kali. Bryan juga sering kali memperbaiki penampilannya, agar saat dirinya bertemu dengan Ayana, tidak membuat kesan pertamanya terlihat buruk, hingga membuat Ayana, menatap tidak
"Apa kau sudah mempersiapkan pakaianmu, Ayana?" Mita menghampiri Ayana yang saat ini tengah sibuk mempersiapkan pakaian yang akan dibawanya. Hari ini rencana Ayana akan pergi meninggalkan kota yang dia tempati saat ini, dan untuk sementara akan menetap di rumah teman Mita. "Sudah Mita! Apa kau yakin Bryan tidak bisa melacak tempat tinggal temanmu?" Ayana merasa takut, jika seandainya Bryan masih bisa menemukan persembunyiannya, Ayana hanya ingin terbebas dari Bryan. Tanpa kembali mengingat masa lalu yang penuh luka. "Kamu tenang saja Ayana. Lebih baik kau sekarang cepat meninggalkan kota ini, sebelum Bryan bisa menemukan mu," Mita kemudian membantu Ayana, untuk membawa barang bawaan yang akan dibawa bersamanya meninggalkan kota C. "Baiklah, Mita, Kalau begitu aku pergi dulu," Ayana kemudian memberi sebuah pelukan perpisahan kepada Mita. Sebelum masuk ke dalam taksi dan menutupnya. "Ayana, kau tidak perlu merasa khawatir dengan barangmu yang ada di sini, aku akan memastikan semuanya