Brams tidak menyangka jika Ayana akan menunjukkan kemarahan seperti ini di hapannya. Tetapi Brams mengerti, ini semua adalah kesalahannya sendiri yang memilih menyakiti Ayana, untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.Brams tidak perduli dengan penolakan Ayana. "Ayana, biarkan aku melihat wajahmu. Aku hanya ingin memeriksanya," Brams mendekat dengan mengulurkan tangannya. Namun segera ditepis oleh Ayana, yang menghindari uluran tangan Brams dengan membuang muka. Dengan mata yang mau merah marah, Ayana menunjukkan kebenciannya kepada Brams. Ayana tersenyim mencibir "Brams, jangan pernah berpikir untuk menyentuhku, aku jijik dengan orang sepertimu yang bekerja sama dengan wanita busuk untuk mencelakai orang yang selama ini memberinya tumpangan!" Hina Ayana yang membuat Jesslin berdiri dengan melipat kedua tangannya didean dada, merasa kesal mendengar ucapan yang dilontarkan Ayana yang terdengar menghinanya.Brams menoleh melirik ke arah Jesselin, yang terlihat menggertakkan buku-buku j
Malam hari, Bryan masih belum berhasil menemukan lokasi Ayana, walaupun dia didukung oleh tim polisi dan Stefano yang membantu secara aktif."Bagaimana, apa kalian telah menemukan persembunyian Brams bersama dengan Jesselin, mereka berdua mungkin tidak pergi terlalu jauh melihat mereka tidak memiliki banyak dana dan juga tempat yang bisa mereka tempati persembunyi."Bryan meminta laporan daripada para bawahan yang dia tugaskan untuk mencari keberadaan Ayana. Namun, mereka sama sekali belum mendapatkan hasil yang diharapkan oleh Bryan.Hendrik, bawahan yang ditugaskan oleh Bryan menunduk kepalanya di depan Bryan."Maaf Tuan, sepertinya kedua orang itu telah mempersiapkan dengan matang persembunyian mereka, melihat hingga sekarang mereka berdua belum dapat untuk bawahan saya menemukannya, Tuan." Bryan tdiam mendengarkan, tangannya ter kepala marah sampai sekarang memikirkan keberadaan Ayana yang masih belum dapat ditemukanBrian memejamkan matanya sembari memijat pelan keningnya. "Ayana
Saat jarum suntik hendak disuntik ke dalam cairan infus yang menggantung di lengan asisten Davin, dari luar Stefano yang memasuki ruangan asisten Davin, melirik ke arah Dokter yang nampak mencurigakan. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Stefano, yang membuat Dokter gadungan menghentikan aksinya dan kembali memasukkan jarum suntik yang semula dia keluarkan sebelum keluar dari ruangan menghindari Stefano.Namun, sayangnya Stefano seolah sudah mengetahui niatnya, segera Sterano menghentikan langkah Dokter gadungan yang hendak melarikan diri, dengan menendang perutnya hingga membuat Dokter gadungan yang mencoba melarikan diri terpental dan terjatuh menabrak dinding kamar.Bugh!! Arghht!! "Katakan, siapa yang menyuruhmu untuk melakukan ini?" tanya Stefano, menuntut jawab dari Dokter gadungan yang merintih kesakitan di depannya.Dari luar beberapa pengawal yang mendengar keributan di dalam kamar segera berjalan membuka pintu kamar asisten Davin, dan melihat pada sosok Dokter yang terduduk lem
Saat Bryan akhirnya menemukan lokasi Ayana. Bryan meminta semua pengawal yang dia miliki untuk mengampuni memastikan jika brams tidak memiliki tempat untuk dapat melarikan diri."Aku tidak peduli cara apa yang akan kalian lakukan, yang aku inginkan, kalian segera mencegah hingga mereka tidak memiliki tempat untuk melarikan diri," titah Bryan kepada para bawahannya yang berdiri berbaris di hadapannya."Baik Tuan, kami akan melakukan perintah anda." Para bawahan Bryan kemudian membubarkan diri mengikuti perintah sang atasan yang meminta mereka untuk segera mengepung tempat persembunyian Brams, sebelum Brams mengetahuinya dan kembali bertindak.Bryan memandangi bawahannya, kemudian melirik ke arah Stefano yang berjalan menghampirinya."Bryan, apa kamu akan menemui, Ayana sekarang? Jika Iya, biarkan aku ikut denganmu. Aku ingin memastikan jika Ayana baik-baik saja, sampai saat ini keadaan Ayana masih dipikirkan oleh istriku.""Hm, baiklah."Bryan tidak bisa menolak bantuan Stefano, lagi
"Angkat tangan, Jangan bergerak. Jika tidak, kami akan menembakmuj ucap pengawal Bryan, yang berdiri dihadapan mereka dengan memberi todongam senjata, keadaan yang mengejutkan Jesslin maupun Brams, yang berdiri membulatkan matanya menatap ke arah beberapa bawahan Bryan yang berdiri di hadapan mereka."Hehehe, Brain benar-benar licik dia ternyata mempermainkanku," mata Brams memerah, saat mengingat keadaannya saat ini.Brams tidak menyangka, jika pernyataan Bryan yang Sebelumnya dia dengar, jika menyetujui untuk menyerahkan seluruh hartanya hanyalah sebuah tipu muslihat untuk melemahkannya.'Benar-benar sial harus berurusan denganmu, Bryan!'Seolah tidak peduli dengan keberadaan bawahan Bryan, yang berdiri menodongkan senjata di deannya, Brams menoleh ke arah belakang memastikan jika mereka tidak melihat keberadaan Ayana. Namun, sepertinya sudah terlambat, beberapa bawahan Bryan berhasil memasuki gudang dan menemukan keberadaan Ayana.Jeselin melihat situasi mereka yang tidak memungkin
"Ayana, apa kau sudah selesai menjemur pakaiannya? Kau ini, menjemur pakaian saja sangat lama sekali, dasar gadis ideot!" teriak Nina, Kakak dari Ayana.Ayana yang sedang fokus menjemur pakaian itu, seketika langsung menoleh ke arah Nina. Ayana sudah tidak terkejut lagi dengan perkataan kasar yang dilontarkan oleh Nina, karena sehari-harinya memang seperti itulah sikap Nina."Maaf, Kak, tinggal sedikit lagi," jawab Ayana.Nina berkacak pinggang sembari menghampiri Ayana. Secepat kilat tangan Nina menyambar rambut Ayana, ia menjambak rambut sang Adik. Ayana meringis menahan sakit."Kak, sakit, tolong lepaskan," mohon Ayana, dengan menahan sakit akibat tarikan kuat Nina.Tetapi Nina justru semakin menarik kuat rambut Ayana yang panjang itu. "Kau selalu menguji kesabaranku, gadis sialan!" umpat Nina yang masih ingin menyiksa Ayana."Ampun, Kak, aku akan menyelesaikannya dengan cepat," Ayana mengiba menatap Nina, yang terlihat memberinya tatapan benci."Cepat, kau selesaikan! Lalu kau uru
"Kita akan ke mana Kak?" Ayana yang selesai memasang sabuk pengaman, menoleh ke arah Bryan, yang duduk mengemudikan mobilnya .Bryan tersenyum ke arah Ayana. "Tebaklah, aku akan mengajakmu ke mana." "Ayana tidak bisa menebaknya, Kak."Bryan tersenyum tipis. "Bagaimana jika, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat, dan pastinya akan kau sukai," mendengarnya membuat Ayana mengangguk menyetujui.Bryan kemudian membelokkan mobilnya, menuju ke arah pantai, yang letaknya tidak terlalu jauh dari panti asuhan, agar Ayana tidak merasa khawatir berkendara terlalu lama, berdua dengannya.Setelah beberapa saat berkendara, Ayana dan Bryan tiba di pantai, tempat yang ingin Bryan perlihatkan kepada Ayana."Ini masih pagi, jadi pengunjung di pantai ini belum banyak yang datang." Bryan berucap, kemudian menyusul, menemani Ayana. "Ayo Kak, kita ke sana, Ayana ingin bermain air laut," Ayana terlihat bahagia. Seraya menarik tangan Bryan, untuk ikut bersamanya, menikmati air laut yang dingin.Bryan lekas m
Ayana menggeleng, saat mendengar tuduhan yang Kakaknya tujukan ke padanya, Ayana menjelaskan agar Kakaknya tidak salah paham ke padanya."Aku tidak melakukan hal seperti apa yang Kak Nina tuduhkan, lagi pula, ini hanya makanan yang tidak kami makan saat di restoran tadi, dan juga Kak Bryan tidak merasa keberatan." Ayana membela dirinya. Nina yang mendengarnya, hanya menatapnya dengan acuh, kemudian mengambil paksa, bungkusan yang ada di tangan Ayana dan membukanya."Bukannya kau mengatakan, jika kau makan di restoran bersama Bryan! Kenapa hanya ini saja yang kau bawa pulang, Ayana! mana yang lainnya? Apa kau tahu, berapa banyak anak-anak yang ada di panti Ayana? Makanan ini tidak akan cukup untuk anak-anak bagi!" Cercanya dengan nada marah, seraya menunjukkan isi bungkusan makanan, hanya berupa tiga menu.Nina yang masih merasa cemburu, ke pada adiknya, karena berani jalan berdua bersama Bryan, membuatnya hanya ingin melampiaskan amarahnya."Ayana, apa kau tahu jika aku menyukai Brya