Share

Bab 6

Ayana, yang semalam merayakan ulang tahunnya bersama dengan Dimas, membuka matanya dan melihat ke arah sekitar jika dirinya saat ini berada disebuah kamar asing, yang membuat Ayana segera bangun dan terduduk diatas sebuah kasur berwarna putih, dengan jantung yang berdetak kencang.

Ayana melihat ke arah sekitar, dengan keringat yang mulai muncul di dahinya, tempat tidur dan lantai terlihat serta pakaian yang dia kenakan semalam, nampak berserakan dilantai kamar.

Ayana mencoba untuk mengingat apa yang terjadi semalam, saat dirinya bersama dengan, Dimas, merayakan ulang tahunnya.

Ayana tidak tahu, apalagi yang terjadi setelah Dimas meninggalkannya di restoran.

Yang Ayana tahu, dirinya sudah terbangun di sebuah kamar hotel, yang Ayana tidak tahu, tepatnya di mana, dan siapa yang membawanya.

Ayana menahan sakit dikepalanya, mencoba beranjak dari tempat tidur, dengan menahan sakit disekujur tubuhnya, Ayana berjalan untuk mengambil pakaian, yang telah dia lepaskan entah sejak kapan, yang Ayana tanpa sadar melakukannya.

Segera, Ayana mengenakan pakaiannya dan berjalan keluar, meninggalkan kamar yang dia tempati saat ini, yang ternyata sebuah kamar hotel.

Ayana, dengan cepat mencari sebuah taksi untuk membawanya pulang ke panti, di dalam mobil taksi yang Ayana tumpangi untuk mengantarnya pulang, Ayana hanya dapat menggigit bibirnya, mencoba kembali mengingat, apa saja yang telah terjadi semalam.

Ingatannya kembali saat, Dimas, mengungkapkan perasaannya kepada Ayana, yang langsung ditolak oleh Ayana, sehingga membuat Dimas marah, dan meninggalkannya sendirian di restoran, tanpa mengantarnya kembali pulang.

Setelah itu, Ayana hanya mengingat jika dirinya tiba-tiba pusing, dan memesan sebuah taksi untuk mengantarnya kembali pulang, akan tetapi, Ayana dapat samar mengingat, malam itu sopir taksi yang akan mengantarnya kembali pulang, terlihat menyerupai Dimas. Dan setelah itu semua, Ayana tidak mengingat apapun lagi.

"Kak Dimas, apa kau yang melakukannya kepadaku Kak!" Ayana menangis dengan lirih, mengabaikan tatapan supir taksi, yang menatap heran ke arahnya.

Ayana sedikit menyesal, karena mengikuti permintaan Kakaknya, Nina, yang memaksanya untuk keluar merayakan ulang tahunnya bersama dengan Dimas. Sehingga membuat dirinya dalam keadaan seperti sekarang ini.

Entah apa yang terjadi semalam, sehingga pakaian Ayana terlepas dari tubuhnya dan membuat tubuhnya sedikit merasakan nyeri, yang cukup membuat Ayana tidak nyaman.

Ayana tidak ingin berpikiran buruk, tetapi melihat tanda yang ada di sekujur tubuhnya, serta pakaiannya yang berserakan di lantai, serta aroma pria di kamar hotel tempatnya tidur, Ayana tahu, jika semalam dirinya telah tidur dengan seorang pria.

Memikirkan hal buruk itu mungkin saja benar terjadi kepadanya, membuat Ayana tidak tahan untuk kembali menangisi nasib hidupnya.

Apa yang akan terjadi kepada dirinya ke depannya, dengan tubuh yang tidak lagi seperti yang dia banggakan, tubuhnya sudah ternoda. Ayana sangat-sangat menyesal, meratapi nasibnya. Seandainya, Ayana dapat memutar waktu, Ayana tidak akan mengikuti ajakan Dimas, yang ingin mengajaknya keluar untuk merayakan ulang tahunnya.

Apa Dimas yang melakukannya, setelah Dimas menerima penolakan darinya, tetapi bagaimana mungkin, Dimas, melakukannya dan dengan tega meninggalkan dirinya begitu saja dikamar hotel, hanya itu kemungkinan yang bisa ditebak oleh, Ayana saat ini.

Hanya Dimas, yang terpikirkan oleh Ayana, yang mungkin bisa mekakukan itu semua ke padanya. Makan malam di restoran yang diatur, Dimas, yang mungkin saja makanan itu juga telah Dimas campur dengan obat yang membuat, Ayana tidak sadarkan diri.

Sesampainya di depan panti, Ayana membuka pintu taksi dengan menahan sakit di tubuhnya, Ayana, melangkah turun dari mobil taksi, setelah membayarnya dan berjalan masuk untuk beristirahat di kamarnya.

Melihat kamarnya yang terlihat rapi, Ayana mengira, jika mungkin Kakaknya Masih bersama dengan, Bryan.

Ayana mengejek dirinya sendiri, yang tidak seberuntung Nina, yang di hari ulang tahunnya, mendapatkan kejutan manis oleh Bryan. Berbeda dengan apa yang dialaminya saat ini, Ayana hanya bisa menangisi hidupnya.

Melangkah masuk ke dalam kamar mandi, bermaksud untuk membersihkan tubuhnya, Ayana kembali menumpahkan semua rasa sesak di dadanya, berharap setelah ini, kepahitan yang terjadi dalam hidupnya akan berganti dengan kebahagiaan.

Saat Ayana, baru saja keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang telah di ganti, Nina yang baru saja pulang, setelah semalam menikmati pesta ulang tahunnya bersama dengan, Bryan, berjalan menghampiri Ayana, yang saat ini terlihat begitu menyedihkan dengan kantung mata yang membengkak.

"Ayana, apa yang terjadi denganmu! Kenapa matamu bisa membengkak seperti itu?" Nina yang melihat mata, Ayana, seperti baru saja menangis, tidak tahan untuk tidak bertanya kepada adiknya itu.

"Tidak apa-apa kak. Bagaimana dengan pesta ulang tahun Kakak," Ayana, mencoba mengalihkan perhatian Kakaknya, agar tidak bertanya lebih lanjut, perihal apa yang sebenarnya terjadi kepadanya.

Ayana masih belum siap, untuk mengatakannya kepada siapapun, tentang apa yang terjadi dengan dirinya semalam, dia hanya ingin menyimpan rahasia itu sendirian untuknya, dan berusaha untuk mencari Dimas, untuk bertanya, jika apa yang terjadi kepadanya, memang telah di melibatkan Dimas.

Nina menatap dengan curiga ke arah, Ayana, namun tidak mengatakan apapun dan hanya mendudukan dirinya di atas tempat tidurnya, dengan menatap ke arah Ayana.

"Ayana, apa kau melihat ini! ini adalah kartu hitam yang diberikan oleh Bryan kepadaku, kartu spesial ini, bisa aku gunakan untuk membeli semua kebutuhan yang aku inginkan," tunjuk Nina dengan bangga, memperlihatkan kartu hitam yang telah diberikan Bryan.

Ayana hanya melirik, untuk melihat sekilas tanpa bertanya lebih lanjut, mengenai kartu hitam yang di tunjukkan, Nina, itu juga bukanlah urusannya. Lagi pula saat ini, Ayana hanya ingin beristirahat dan tidak ingin berbicara kepada Kakaknya untuk saat ini.

"Kak Nina, aku ingin beristirahat sebentar. Apa kau bisa menggantikanku, untuk mengurus anak-anak panti," Ayana, meminta tolong kepada, Nina, untuk membantunya mengurus keperluan anak-anak panti, yang pagi ini tidak bisa dia kerjakan, mengingat tubuhnya merasa sangat kelelahan.

Nina, yang mendengar permintaan Ayana, menoleh menatap tidak suka. "Apa maksudmu, Ayana! apa kau memintaku untuk mengurus keperluan anak-anak itu. Tentu sajà aku tidak mau Ayana, lagi pula kamu tahu, jika mereka tidak menginginkan aku untuk membantunya, selain dirimu, jadi lebih baik kamu sendiri yang mengurus mereka," Nina menolak permintaan, Ayana, yang meminta tolong kepadanya.

"Aku, hanya minta tolong kali ini, Kak, aku sungguh merasa kurang sehat dan ingin beristirahat sebentar," Ayana menatap memohon kepada Nina, yang saat ini duduk dengan acuh mengabaikannya.

Namun tetap saja, Nina tidak mempedulikan permintaan Ayana, dan memilih membuka kado, yang dia dapatkan semalam dari beberapa tamu, yang ikut merayakan ulang tahunnya.

Nina, tidak sabar ingin membuka kado pemberian Bryan, dan menujukannya kepada Ayana.

"Wah, kado dari, Bryan sangat indah!" Itu adalah sebuah kalung yang sangat indah, cukup membuat mata Nina berbinar, tersenyum senang menerima hadiah pemberian, Bryan.

"Ayana, kau lihat ini, ini adalah kado pemberian Bryan, ini pasti sangat mahal," tunjuknya pada kalung berlian bermata biru, yang terlihat sangat cantik, begitu Nina menempelkan di lehernya.

"Sepertinya, Bryan sangat mengetahui apa yang aku inginkan. Lihatlah, Bryan jelas begitu mencintaiku, sehingga dia memberikanku kalung berlian yang sangat mahal."

Ayana, juga melihat pada kalung berlian yang ditunjukkan Nina kepadanya. Memang terlihat indah, apalagi saat Nina mencoba untuk mengenakan kalung itu di lehernya, nampak sangat cantik dikenakan oleh Nina, yang memiliki kulit seputih susu.

"Kalungnya sangat cantik, Kak, Kakak beruntung mendapatkan hadiah dari Kak Bryan," pujian yang dikatakan, Ayana, memanglah benar. Nina sangat beruntung mendapatkan Bryan, yang terlihat sangat mencintai Kakaknya, tidak seperti dirinya.

"Kamu benar, Ayana, Bryan memang sangat mencintaiku, aku juga dapat melihat itu," Nina merasa bangga.

Sengaja Nina memamerkan kalung berlian, hadiah dari Bryan, untuk membuat Ayana sadar akan dirinya, yang tidak pantas untuk mendapatkan Bryan.

Nina tidak akan pernah membiarkan Ayana, mendapatkan Bryan dan hidup bahagia bersama Bryan. Nina sudah lama hidup di panti asuhan dan tidak ingin kembali merasakan hidup susah.

Mendapatkan Bryan, yang merupakan seorang pria yang memiliki kekayaan berlimpah, tidak akan mungkin Nina begitu saja melepaskan kesempatan yang ada di depannya, kesempatan yang bisa merubah hidupnya menjadi wanita kaya.

"Ayana, hadiah apa yang diberikan oleh Dimas kepadamu? cepat kau perlihatkan kepadaku!" Nina, merasa penasaran dengan hadiah pemberian, Dimas, yang mungkin saja itu tidak lebih berharga dari pemberian, Bryan kepadanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status