Beranda / Romansa / ISTRI KESAYANGAN OM BARA / Bab 5. Basah-basahan

Share

Bab 5. Basah-basahan

Penulis: Lavinka
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-11 05:39:21

Bara mengabaikan teriakan dan tawa adiknya, atau tatapan dingin ayahnya. Matanya menyipit penuh peringatan ke arah Tisa yang terus menempel hingga membongkar jika mereka tak tidur seranjang semalam. “Menyingkirlah!” bisiknya di antara gemertak giginya.

“Gak mau, Om!” Gadis itu menggeleng imut. Dia bahkan tak malu menarik wajah Bara dan mengecupnya di depan adik ipar, serta ayah mertuanya. “Ini hukuman buat Om karena udah ninggalin Tisa semalam,” sambungnya dengan mata menyipit.

Tangan Bara mengepal di dalam saku celananya dan jangan lupakan juga tatapan sedingin kutub Utara ditujukan pada sang istri.

Tisa mengabaikan tatapan membunuh dari Bara. Dia dengan semangat menarik tangan suaminya untuk duduk di kursi yang sengaja disiapkan, tepat berada di samping gadis itu.

“Em, Om Suami mau makan apa? Biar Tisa ambilkan.” Gadis itu sudah memegang piring dan bersiap menyendok nasi untuk Bara, tetapi pria itu justru menolaknya.

“Aku bisa ambil sendiri,” katanya datar.

“No, no, no!” Tisa menggeleng hingga rambut ekor kudanya ikut bergoyang, sesuai intensitas gerakannya. “Sebagai seorang istri, Tisa ingin melayani Om Suami dengan sepenuh hati,” katanya sedih, berharap jika dengan gak itu suami mengizinkannya.

“Bara!”

Bara melirik ke arah ayahnya. Pria itu tahu jika ayahnya pasti marah padanya. Akhirnya, dia menghela napas pasrah. Memberikan kembali piring itu pada Tisa.

Bibir Tisa melengkung membentuk kurva senyum yang indah. “Makasih ya, Om Suami. Om, ganteng, deh,” pujinya sambil mencolek dagu Bara.

Bara mengatupkan bibirnya, menahan geram lantaran Tisa semakin kurang ajar padanya, dan itu membuat harga dirinya terluka. “Awas aja, aku gak akan pernah melepaskan kamu, Bocah!” batinnya.

Bara menatap ke depan. Pada saat itu juga, dia melihat Danandra tengah tersenyum menyeringai. Rahangnya mengetat dengan tangan mengepal di bawah meja. “Sial!” umpat Bara dalam hati.

Setelah acara sarapan pagi yang menyebalkan bagi Bara selesai. Kini, dirinya kembali terkurung di dalam kamar bersama istrinya. Itu semua adalah ide dari Ayahnya.

Katanya, mereka harus mengobrol untuk saling mengenal satu sama lain, supaya chemistry seorang suami-istri makin terjalin. “Cih!” Bara berdecih muak saat membayangkan jika dia harus mengurusi seorang bocah.

Dia lantas berdiri dengan satu tangan masuk ke dalam saku celana, berjalan menuju balkon untuk menghubungi seseorang. Akan tetapi, langkahnya yang baru tiga langkah terinterupsi akan teriakan dari arah kamar mandi.

“Om, tolongin Tisa!” Tiba-tiba, gadis itu berlari ke arah Bara. Wajahnya sudah basah dan panik.

Bara melihat penampilan Tisa yang terlihat seperti ayam kecebur got. Dress berwarna putih itu kini menempel pada kulit istrinya. Belum lagi dalaman warna hitam itu nyeplak dan membuat libidonya seketika naik.

“Shit!” umpat Bara, memalingkan wajah. “Apa yang kamu lakukan, Bocah? Dan, apa kamu gak tau jika kita ini berada di rumah, bukan di kolam renang? Huh!” teriaknya kemudian.

“Iih, Om tuh daripada sibuk ngomel-ngomel mulu, lebih baik bantuin Tisa.’’ Tisa menyeret tangan Bara hingga mereka berada di depan pintu kamar mandi. “Itu, kerannya bocor, Om!” Tangannya menunjuk ke arah dalam.

Bara hendak mengomeli gadis itu, tetapi gagal. Tisa justru mepet-mepet dirinya karena air cipratan dari kran itu menyembur ke arah mereka. Baju yang dikenakannya pun ikutan basah.

“Sabar, Bar! Ingat, itu di depan bukan siapa-siapa. Anggap aja kamu lagi bantuin bocah ingusan yang kecebur got. Abaikan lekuk tubuh bocah itu! Kamu gak boleh terpedaya, apalagi terpesona dengan bocah sableng ini!” batin Bara memperingati.

Bara lalu menarik napas dalam-dalam, membuangnya hingga beberapa kali.

“Om!” Tisa menggoyangkan lengan Bara tak sabar. “Om, tuh, lagi mikirin apa, sih? Kok, malah ngelamun?”

Bara menggerakkan rahangnya, berharap jika dia tak menggigit istri kecilnya itu. Dia menatap Tisa dengan bibir mengatup. “Bagaimana bisa keran ini patah? Dan, kamu tuh baru sehari di sini. Tapi, kenapa kamu udah ngerusakin barang-barangku? Huh!”

Bibir Tisa mengerucut tak mau disalahkan. “Mana Tisa tahu, Om. Tadi itu Tisa cuman mau cuci tangan, eh, tiba-tiba krannya patah sendiri,” ceritanya, “mungkin, emang udah waktunya ganti kali, Om!”

“Yakh!” teriak Bara kelepasan.

Tisa mengkerut.

Bara menyugar rambutnya kesal. Dia menjauhkan diri dari Tisa. Bisa jadi perkedel itu bocah, kalau mepetin dia terus. “Sabar Bara, sabar! Kamu gak boleh marah-marah. Nanti, ketampananmu bisa berkurang!” gumamnya.

Meladeni kelakuan istri kecilnya yang aneh bin ajaib, ternyata benar-benar merepotkan seorang Bara. Ini baru satu hari mereka menikah, tetapi ada saja kelakuan Tisa yang membuatnya naik darah.

“Sekarang gimana, Om?” Tiba-tiba, Tisa sudah berdiri di dekatnya lagi. Menarik baju bagian ujung suaminya. Tatapannya seperti anak kucing yang minta dikasih makan.

Bara hampir terpedaya, tetapi langsung dienyahkan. “Menurut kamu, apa saya harus pergi keluar, dan panggil tukang buat benerin itu kran?” tanyanya di antara gigi bergemeletuk.

“Iya, dong, Om.” Tisa menjawabnya tanpa ragu.

“Oh my God!” Kepala Bara hampir meledak. “Berani sekali kamu menyuruh seorang CEO buat manggil tukang?

Apa nyawamu banyak? Huh!”

Tisa berjengit kaget. Dia mundur dengan bibir yang mendumel.

“Kamu pikir, kamu siapa nyuruh-nyuruh aku buat benerin kran itu?” tanya Bara lagi.

Tisa melirik keberadaan suaminya. Baju pria itu sudah basah, sama seperti dirinya. “Tapi, baju Tisa ‘kan basah, Om! G-gak mungkin–”

“Diam gak kamu?!” Bara berteriak. Deru napasnya memburu. Matanya berkilat marah menatap sang istri. “Sekali lagi kamu ngomong lagi, aku gak segan membuangmu ke tempat sampah!” Sambil berjalan menghentak, Bara meninggalkan Tisa.

“Apa susahnya, sih, bilang gak mau bantuin? Orang, kok, senengnya marah-marah mulu. Nanti, giliran kena stroke aja nyalahin Tisa!” Sambil melepaskan baju, Tisa mendumel. Menyisakan dalamannya saja. Namun, suara dari arah pintu membuatnya menjerit kaget.

“O-om–” Tisa langsung menyilangkan kedua tangannya, menutupi bagian yang tak seharusnya dilihat oleh orang lain. Tapi, percuma. “Om, tuh ngapain balik lagi, sih?”

Bara sudah melihatnya. Pria itu bahkan sedari tadi berdiri diam tanpa mengalihkan pandangan. Tubuh gadis itu kini sudah terpampang nyata di hadapannya. Putih, dan seksi. Tiba-tiba, sesuatu di dalam dirinya terasa sesak. “Sial!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 47. Kembali

    “Bagaimana ini?” Pada saat Tisa kebingungan, dia lalu menemukan pengawal pribadinya. Dia pun melambaikan tangannya ke arah Ricky.Tanpa disuruh dia kali, pemuda yang bernama Ricky itu berjalan ke arahnya dan menunduk hormat. “Ada yang bisa saya bantu, Nona?”“Bisa tolong kamu bawa Basta dulu? Saya ada urusan,” beritahunya.Ricky yang memang mengenal jelas siapa pria yang kini tengah memeluk kaki Nona Mudanya mengangguk patuh. “Baik, Nona.” Setelah Basta dibawa pergi oleh Ricky, Tisa pun memegang bahu yang ternyata bergetar milik suaminya. Dia yang sudah sangat merindukan suaminya tentu merasa bersedih dan tidak tega. “Bangunlah, Mas, sebaiknya kita cari tempat untuk bicara!” putus Tisa kemudian. Tisa kurang nyaman jika harus menjadi perhatian banyak orang. Bara mengangguk, lalu berdiri. Dia langsung membawa tangan mereka dalam satu tautan hangat yang sudah sekian lama tak dia daoatkan. “Biarkan begini ya, Sayang?” tanyanya den

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 46. Terungkap

    “Arghh!” Tiba-tiba, Bara merasa sakit di bagian perut. Dia meringis sambil meremas baju bagian bawah dengan badan membungkuk. “Yah, ndak papa?” Panggilan cadel dan sedikit tak jelas, serta usapan di bagian punggung membuat Bara menengadahkan wajahnya sambil menahan sakit. Dengan terengah, ia memaksakan bibirnya tersenyum ketika menemukan ekspresi cemas di wajah batita tersebut. “Makasih, Sayang. Karena kamu, Om sudah jauh lebih baik,” kilahnya tak ingin membuat khawatir. Dia lalu menegakkan badan kemudian mengusap puncak kepala Basta. Biarlah dia yang sakit, tanpa perlu ada yang tahu sebenarnya.“Ndak!” Basta menggelengnkeras kepala. “Yah, Atit?” Wajah anak kecil masih saja khawatir. “Acuk, yu, Yah … alem!” ajaknya kemudian.Bara sempat tidak mengerti maksud ucapan Basta. Namun, dia sadar ketika tangannya terus ditarik oleh anak kecil tersebut. “Apa kamu mengajak Om masuk ke dalam?” tanyanya bodoh.“Hem! Cuk, yuk, Ya

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 45. Penyesalan

    “Jika boleh meminta, Bara ingin mengejarnya. Tapi, Bara juga gak mau egois, Yah!” Pria itu tampak merenung.“Ckckck! Pantas saja menantuku milih kabur daripada tetap bertahan denganmu,” cibir Sanjaya pada anaknya.“Yah!” Bara terlihat merengek.Sanjaya menghela napas, lalu menepuk bahu sang anak. “Apa kau tahu jika Tisa itu sangat mencintaimu?”Bara mengangguk ragu. “Entahlah, Yah.”Sanjaya yang gemas pada Bara lalu menempeleng kepala putranya. “Badan besar, umur tua, emang gak menjamin,” cibirnya pedas, “intinya, kamu itu terlalu banyak berpikir yang tidak-tidak tentangnya. Sampai kau melupakan hal yang sesungguhnya, Nak!”“Jadi, maksud Ayah, prasangka Bara selama ini salah?”“Hem. Jadi, kau akan tetapi diam saja? Atau, kamu emang gak mau kembali pada menantuku?” Sanjaya menatap putranya dengan serius.Bara menggeleng. Tekadnya sekarang makin kuat untuk tetap mendapatkan kata maaf dari Tisa. “Bara akan mel

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 44. Mengantar Nyawa

    “Sayang, kamu di mana? Aku kangen sama kamu!” Bara menatap pigura foto pernikahan mereka dengan tatapan merindu. Badannya juga tak sesegar dulu, bahkan dia menjadi malas hanya sekedar memotong jambang. Semenjak empat tahun lalu, tepatnya ketika sang istri kabur dari rumah Dia memutuskan untuk tinggal di apartemen, sendirian. Semua dilakukan untuk ketenangan hati serta batinnya. Jika di rumah, kepalanya penuh.“Pulanglah, Baby! Aku minta maaf karena sudah bodoh melukai gadis yang benar-benar tulus mencintaiku. Mungkin jika saat itu aku tidak termakan kecemburuanku, mendengarkan dulu penjelasan mu, kamu pasti masih berada di sisiku,” gumamnya seorang diri.Kini, dia menyesal, sangat-sangat menyesal. Andai bisa memutar waktu, Bara tidak ingin gegabah dan mencari tahu dulu tentang mereka berdua. Bukan malah main tuduh dan mabuk hingga melampiaskan kekesalannya pada hal yang salah.Akan tetapi, nasi sudah menjadi bubur. Sanjaya bahkan sampai menghajar

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 43. Kabur

    Tisa merasa gelisah di tempat tidurnya. Berkali-kali dia berusaha untuk memejamkan mata, tetapi selalu tidak bisa. Akhirnya, dia menyerah dan menatap jam dinding di mana sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Namun, sisi ranjang di sampingnya belum juga terisi.“Sebenarnya kamu ke mana, sih, Mas? Kenapa kamu belum pulang juga? Apa karena kamu masih kesal kepadaku?” Wajahnya berubah sendu dan tidak bersemangat. Dalam kegelisahannya, dia duduk sambil bersandar. Tisa ingin menyusul sang suami, tetapi dia tidak tahu keberadaan Bara. Telepon pun sedari tadi tidak diangkat. Membuat hatinya semakin was-was, takut terjadi apa-apa dengan sang suami. “Tapi, aku juga nggak bisa hanya berdiam diri seperti ini terus,” katanya sambil berpikir keras. “Iya, aku harus cari Mas Bara kemanapun dia berada!” Tekadnya kuat. Gadis itu pun bangun dari ranjang untuk mengganti piyamanya dengan celana jeans, serta kaos pendek yang dilapisi dengan jaket. Dia bukan gadi

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 42. Keributan

    “Apa-apaan bocah itu?” Bara hendak turun, tetapi tangannya langsung mengepal karena melihat si pemuda dengan sekonyong-konyong menarik tubuh Tisa ke dalam pelukan. “Bajigur!”Wajah Bara langsung melengos dan tidak mau menatap ke arah dua muda-mudi itu. Dia mengepalkan tangan karena kecewa pada sang istri. Tidak semestinya Tisa bermesraan dengan orang lain. Apalagi, ada dirinya sekarang.“Tuan, Nona sedang ke sini,” beritahu si supir.“Hem.”Badan memilih diam saja ketika pintu geser terbuka bahkan suara pekikan dari sang istri pun tidak diindahkan. Bayangan ketika sang istri berpelukan dengan pria lain membuat emosinya mendidih. “Mas Bara beneran jemput Tisa?” Suara bernada riang itu langsung menembus gendang telinga Bara. “Makasih, Mas,” sambungnya sambil memeluknya. Akan tetapi, Bara tidak membalas pelukan sang istri. Dia justru terlihat cuek dan lebih memilih untuk melihat tabnya. “Aku kan emang udah janji untuk menjemputmu. Jadi, aku pasti datang,” jawabnya sambil lalu.Sepertin

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 41. Antara Janji dan Dusta

    “Maaf,” jeda Bara dengan tatapan bersalah. “Tadi pagi begitu buru-buru karena ada panggilan urgent. Jadi, aku gak bisa nganter kamu. Masalah telpon dan chat kamu, ponselku tertinggal di dalam mobil, sedangkan aku sibuk meeting dengan klien jadi gak tahu kamu menghubungiku,” jelasnya satu persatu.“Dan kamu itu berharga, Sayang, lebih dari yang kamu kira. Justru, aku yang merasa denial di sisimu.” Kepala pria itu tertunduk. “Kamu cantik, pintar, dan masih muda, sedangkan aku?” “Mas, kenapa bicara seperti itu?” Tisa merangsek ke dalam pelukan suaminya. “Justru, kamu itu adalah suami idaman banget. Kamu kaya, tampan, mapan, dan aku hanyalah seorang gadis biasa yang tidak memiliki kelebihan apa pun. Lagi pula ….”“Lagipula kenapa, Baby?” Tangan Bara menarik dagu istrinya hingga mereka saling bertatapan. “Katakan!”Tisa menghela napas tentang pemikirannya beberapa hari ini. Dia begitu terganggu dengan ketidakhadiran sang suami di dekatnya, juga termasuk masalah status mereka. Anggap saja

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 40. Dicecar Istri

    “Ratna?” “Iya, ini aku Ratna. Saudara kamu.”Tisa menatap anak dari paman dan bibinya dengan raut senang. Mereka pun berpelukan saking bahagianya. Namun, mereka tahu jika tempat yang sedang mereka kunjungi tidak boleh berisik. Alhasil, dia mengajak Ratna untuk duduk di rooftop mall.Mereka berdua tampak begitu senang satu sama lain. Walaupun paman dan bibinya suka menindas ya, tetapi bagi Tisa, Ratna adalah saudara sekaligus teman yang baik. Huhungan dua gadis muda itu juga tidak ada masalah, kecuali waktu kabur itu.“Gimana kabar kamu, Rat? Kita udah lama banget, loh, gak ketemu,” celetuk Tisa sambil melihat wajah Ratan yang kini terlihat kurus. “Apa mereka masih senang memaksakan kehendaknya?”“Ya, gini, deh.” Ratna menjawab ambigu. Tisa tahu bagaimana orang tua Ratna membesarkan sang anak. Mereka yang terobsesi memiliki anak yang pintar dan mendapatkan jodoh orang kaya, menuntut si anak untuk belajar dan belajar. Tidak heran jika dulu Ratna memilih kabur ketika akan dijodohkan d

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 39. Bertemu Lagi

    Tisa diajak Zaki untuk mengobrol berdua di halaman belakang kampus. Gadis itu sedikit horor sebenarnya karena tempat tersebut jarang dilewati oleh mahasiswa lain. Jika nanti dirinya diapa-apakan? Tisa bergidik ngeri sendiri memikirkannya. Lagian, tidak mungkin orang sepintar dan setampan Abdulah Zaki melakukan hal tak berperikemanusiaan. Tisa yang sudah bosan segera menghela napas. “Jadi, apa yang sebenarnya Kakak mau tanyakan pada Tisa?” “Sa, apa benar kamu sudah menikah?” “Eh? Oh, itu.” Tisa sempat terdiam untuk beberapa saat, tetapi setelah itu tersenyum. Dia menjadi teringat bagaimana posesifnya Bara semalam hingga mengirimkan sebuah kata-kata yang akan memukul mundur si rival. Kelakuan suaminya memang kadang tidak ingat umur. Sudah tua, tetapi kadang masih cemburuan seperti ABG labil.“Jika Tisa bilang iya, apa Kak Zaki akan mundur?” Akhirnya, dia memilih jujur. Toh, Bara juga sudah mengungkap statusnya pada kakak seniornya. Jadi, berbohong pun terasa percuma.“Jadi benar,

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status