Beranda / Romansa / ISTRI KESAYANGAN OM BARA / Bab 6. Si Cerewet dan Si Arogan

Share

Bab 6. Si Cerewet dan Si Arogan

Penulis: Lavinka
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-21 19:25:40

Melihat Bara yang tak bergerak, atau beritikad balik badan, akhirnya dia berjongkok. Memeluk dirinya sendiri. “O-om, kok, gak sopan banget, sih? Om mau modus, kan?” tanyanya dengan wajah memerah menahan malu.

Bara gelagapan. Dia langsung berpaling, berdeham, lalu memunggungi Tisa. Detak jantungnya bertalu hingga dia merasa sesak. Namun, bukan Bara namanya jika tak pandai menutupi keadaan. Masih membelakangi Tisa, dia pun berkata, “badan kerempeng begitu gak bakalan bikin aku nafsu! Lagian, aku balik ke sini cuma mau ambil handuk, kok!” kilahnya lalu pergi.

“Dasar Om mesum!” teriak Tisa sebelum pintu kamar mandi ditutup oleh Bara.

Sementara itu, Bara sudah berada di kamar. Tatapannya melihat ke arah pintu kamar mandi yang tertutup. Lekuk tubuh istrinya masih terngiang jelas dalam pikirannya. Bohong jika dia mengatakan tak terangsang. Namun, dia tak mungkin terang-terangan mengatakannya pada Tisa.

Dia lalu melirik ke arah bagian bawah, celananya terasa sesak. Bara memejamkan mata dengan pikiran mulai menggila. “Kamu ngapain ada acara pakai bangun segala, sih, Jon? Kalau begini, siapa yang susah!” Dia menjenggut rambutnya frustasi. “Alamat harus main solo deh aku!”

***

Tisa melongok dari balik pintu kamar mandi. Sepi. Bara tidak terlihat di kamar. Kening gadis itu pun mengernyit. “Om Suami ke mana, yah? Bukankah pintunya terkunci, yah?” Matanya menyipit curiga, tetapi pikiran itu segera dienyahkan.

Dia berdiri tegap sambil mengedikkan bahu. “Ah, sudahlah. Bagus juga kalau om suami gak ada di sini. Aku bisa ganti baju tanpa perlu takut ada yang ngintip,” ocehnya sendiri.

Mengingat kejadian memalukan tadi, rona merta serta-merta kembali menghiasi pipi Tisa. “Auh, malu banegt aku tadi,” ujarnya smabil memegang bagian wajhanya. Bibir itu mengerucut ketika mengingat ucapan sang suami. “Aku tahu badanku gak seksi, tapi bisa gak, sih, itu om suami gak pakai menghinaku?”

Sambil menghentakkan kaki kesal, Tisa berjalan menuju kopernya yang berada di samping ranjang. Semalam dia memang sudah tidur di sana, tetapi tak bisa pulas. Pikiran akan pernikahannya yang jauh dari kata cinta sedikit membebaninya.

“Benarkah aku akan tetap bertahan dna menjadi gadis perawan setelah menikah dengan om Bara? Jika memang benar, haruskah aku bahagia, atau sedih?” Selagi memakai baju, sesekali dia melihat sekitar. Mengawasi jika saja ada penampakan sang suami yang tiba-tiba datang.

Akan tetapi, semua terlihat sepi. Sampai Tisa selesai memakai baju, sosok Bara tak jua terlihat. Pikiran gadis itu pun mulai memikirkan praduga jika suaminya kabur lagi seperti semalam.

“Kayaknya aku emang gak layak jadi istri om Bara, deh. Liat saja,” jedanya melihat ke arah sekitar kamar, “di sini aku tak diterima. Atau, aku emang gak pantas bahagia?” Matanya menerawang ke jendela yang dibiarkan terbuka. Suara cicitan burung di luar seolah tengah menertawakan nasib Tisa.

“Ibu bahkan tak sudi merawatku dan menitipkanku pada paman.” Bibirnya tersenyum miris.

Selagi Tisa melamun, sebuah pintu di samping lemari terbuka. Adalah Bara yang muncul dengan pakaian santai. Kaos berkerah dipadukan dengan celana pendek terlihat pas di tubuhnya. Aroma wangi pun langsung menguar ketika dia berjalan.

Hidung Tisa yang tajam pun langsung mencium aroma tersebut. Dia menoleh dan matanya menyipit. “Om masuk dari mana?” tanyanya bingung. Gadis itu melihat ke arah sekitar, tetapi pintu kamar masih tertutup rapat. “Atau, di rumah ini ada pintu ajaib, yah, Om? Di mana?”

Gadis itu berubah antusias.

Bara mengurut pelipisnya. “Bisa gak kamu diam semenit saja?”

Wajah yang tadinya antusias kini berubah cemberut. “Bisa, Om. Tapi, nanti nunggu Tisa tidur, yah? Kan, kalau bobo merem matanya, tuh. Sama kayak mulut Tisa juga bakalan ikut diam,” jawabnya lugu.

Bara mendengkus pasrah. “Ngomong sama kamu, tuh, bikin capek. Udah, sana minggir! Aku mau tidur!” usirnya pada Tisa.

Gadis itu mengerucutkan bibirnya. Dia berdiri, menyingkir dari ranjang king size yang semalam dia tempati. Tatapannya melihat ke arah jam dinding, pukul 10.00 wib. “O-om,” panggilnya takut-takut.

“Hm.”

Tisa terlihat kikuk, apalagi dirinya hanya disuruh melihat punggung Bara yang sudah memunggunginya. Sementara dirinya berdiri seperti orang bodoh.

Bara yang berniat memejamkan mata akhirnya menggeram kesal. Dia sudah menunggu hingga beberapa menit, tetapi istrinya belum juga membuka mulut. Pria itu pun membalikkan posisi tidurnya hingga menghadap Tisa. “Kamu mau nanya apa, Bocah?”

“Em, apa di kamar ini ada cemilan?”

“Apa?” Bara langsung bangun dari tidurnya. Menatap Tisa yang sedang memainkan jari dan bibir mengerucut di hadapan. Pria itu mendesah keras. “Kamu ini, yah, benar-benar … arghh! Gak tau, ah! Kalau laper, minum tuh air kamar mandi!”

“Lah, kok?” Belum sempat Tisa mengomentari, pria itu sudah keburu pergi.

Setelah itu, Bara kembali rebahan, menutupi tubuhnya dengan selimut hingga kepala. “Perasaan aku lagi kecil nggak pernah begitu amat, deh. Masa pertumbuhan, sih, masa pertumbuhan. Tapi, gak laper mulu, dong! Baru juga jam 10,” dumelnya sadis.

Sementara itu, Tisa yang ditinggal sendiri oleh Bara kemudian menghentakkan kaki. Dia bersungut-sungut sambil pergi ke arah balkon. Ingin berteriak, walau kenyataannya tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Hanya bibir saja yang ‘mangap’, layaknya orang berteriak betulan.

Setelah puas ‘mangap-mangap’ seperti ikan kekurangan oksigen, kini Tisa memilih duduk. Kakinya dilipat di kursi empuk dengan mata menyipit menatap pohon kaktus di di atas meja. Dia mengibaratkan Bara dengan pohon berdiri itu. Walau kecil, tetapi sulit untuk didekati, apalagi dipegang, terlalu banyak ranjau di sana.

Tisa kemudian ganti posisi menjadi menyamping, kepalanya ditaruh di lengan dan memasang wajah kesal.

“Kenapa, sih, orang dewasa gak bisa ngertiin perasaan Tisa? Dulu paman dan bibi juga melarangku jajan mulu. Padahal, dia yang nyari duit. Giliran sekarang, eh, om suami. Emang kalau laper gak boleh? Apa segitu takutnya mereka menjadi miskin hanya sekadar membeli cemilan? Huh! Pokoknya, aku gak mau jadi dewasa!”

Tisa kembali mengganti posisi duduknya. Dia membiarkan kepalanya menghadap atas, di mana langit cerah, bahkan terkesan panas membuat matanya silau. Tangannya disilangkan di depan dada dan kembali berceloteh.

“Jika menjadi dewasa seperti itu, Tisa gak mau. Biarlah orang menganggap Tisa gila, silakan! Toh, Tisa gak minta makan dan uang sama mereka. Tisa bisa nyari duit sendiri, kok!”

Napasnya memburu dengan dada naik turun. Emosi di dalam hatinya masih belum habis dan dia butuh pelampiasan. Namun, gadis itu tidak tahu harus melakukan apa. “Tapi, Tisa lapar,” ujarnya sedih sambil mengusap perutnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 47. Kembali

    “Bagaimana ini?” Pada saat Tisa kebingungan, dia lalu menemukan pengawal pribadinya. Dia pun melambaikan tangannya ke arah Ricky.Tanpa disuruh dia kali, pemuda yang bernama Ricky itu berjalan ke arahnya dan menunduk hormat. “Ada yang bisa saya bantu, Nona?”“Bisa tolong kamu bawa Basta dulu? Saya ada urusan,” beritahunya.Ricky yang memang mengenal jelas siapa pria yang kini tengah memeluk kaki Nona Mudanya mengangguk patuh. “Baik, Nona.” Setelah Basta dibawa pergi oleh Ricky, Tisa pun memegang bahu yang ternyata bergetar milik suaminya. Dia yang sudah sangat merindukan suaminya tentu merasa bersedih dan tidak tega. “Bangunlah, Mas, sebaiknya kita cari tempat untuk bicara!” putus Tisa kemudian. Tisa kurang nyaman jika harus menjadi perhatian banyak orang. Bara mengangguk, lalu berdiri. Dia langsung membawa tangan mereka dalam satu tautan hangat yang sudah sekian lama tak dia daoatkan. “Biarkan begini ya, Sayang?” tanyanya den

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 46. Terungkap

    “Arghh!” Tiba-tiba, Bara merasa sakit di bagian perut. Dia meringis sambil meremas baju bagian bawah dengan badan membungkuk. “Yah, ndak papa?” Panggilan cadel dan sedikit tak jelas, serta usapan di bagian punggung membuat Bara menengadahkan wajahnya sambil menahan sakit. Dengan terengah, ia memaksakan bibirnya tersenyum ketika menemukan ekspresi cemas di wajah batita tersebut. “Makasih, Sayang. Karena kamu, Om sudah jauh lebih baik,” kilahnya tak ingin membuat khawatir. Dia lalu menegakkan badan kemudian mengusap puncak kepala Basta. Biarlah dia yang sakit, tanpa perlu ada yang tahu sebenarnya.“Ndak!” Basta menggelengnkeras kepala. “Yah, Atit?” Wajah anak kecil masih saja khawatir. “Acuk, yu, Yah … alem!” ajaknya kemudian.Bara sempat tidak mengerti maksud ucapan Basta. Namun, dia sadar ketika tangannya terus ditarik oleh anak kecil tersebut. “Apa kamu mengajak Om masuk ke dalam?” tanyanya bodoh.“Hem! Cuk, yuk, Ya

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 45. Penyesalan

    “Jika boleh meminta, Bara ingin mengejarnya. Tapi, Bara juga gak mau egois, Yah!” Pria itu tampak merenung.“Ckckck! Pantas saja menantuku milih kabur daripada tetap bertahan denganmu,” cibir Sanjaya pada anaknya.“Yah!” Bara terlihat merengek.Sanjaya menghela napas, lalu menepuk bahu sang anak. “Apa kau tahu jika Tisa itu sangat mencintaimu?”Bara mengangguk ragu. “Entahlah, Yah.”Sanjaya yang gemas pada Bara lalu menempeleng kepala putranya. “Badan besar, umur tua, emang gak menjamin,” cibirnya pedas, “intinya, kamu itu terlalu banyak berpikir yang tidak-tidak tentangnya. Sampai kau melupakan hal yang sesungguhnya, Nak!”“Jadi, maksud Ayah, prasangka Bara selama ini salah?”“Hem. Jadi, kau akan tetapi diam saja? Atau, kamu emang gak mau kembali pada menantuku?” Sanjaya menatap putranya dengan serius.Bara menggeleng. Tekadnya sekarang makin kuat untuk tetap mendapatkan kata maaf dari Tisa. “Bara akan mel

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 44. Mengantar Nyawa

    “Sayang, kamu di mana? Aku kangen sama kamu!” Bara menatap pigura foto pernikahan mereka dengan tatapan merindu. Badannya juga tak sesegar dulu, bahkan dia menjadi malas hanya sekedar memotong jambang. Semenjak empat tahun lalu, tepatnya ketika sang istri kabur dari rumah Dia memutuskan untuk tinggal di apartemen, sendirian. Semua dilakukan untuk ketenangan hati serta batinnya. Jika di rumah, kepalanya penuh.“Pulanglah, Baby! Aku minta maaf karena sudah bodoh melukai gadis yang benar-benar tulus mencintaiku. Mungkin jika saat itu aku tidak termakan kecemburuanku, mendengarkan dulu penjelasan mu, kamu pasti masih berada di sisiku,” gumamnya seorang diri.Kini, dia menyesal, sangat-sangat menyesal. Andai bisa memutar waktu, Bara tidak ingin gegabah dan mencari tahu dulu tentang mereka berdua. Bukan malah main tuduh dan mabuk hingga melampiaskan kekesalannya pada hal yang salah.Akan tetapi, nasi sudah menjadi bubur. Sanjaya bahkan sampai menghajar

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 43. Kabur

    Tisa merasa gelisah di tempat tidurnya. Berkali-kali dia berusaha untuk memejamkan mata, tetapi selalu tidak bisa. Akhirnya, dia menyerah dan menatap jam dinding di mana sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Namun, sisi ranjang di sampingnya belum juga terisi.“Sebenarnya kamu ke mana, sih, Mas? Kenapa kamu belum pulang juga? Apa karena kamu masih kesal kepadaku?” Wajahnya berubah sendu dan tidak bersemangat. Dalam kegelisahannya, dia duduk sambil bersandar. Tisa ingin menyusul sang suami, tetapi dia tidak tahu keberadaan Bara. Telepon pun sedari tadi tidak diangkat. Membuat hatinya semakin was-was, takut terjadi apa-apa dengan sang suami. “Tapi, aku juga nggak bisa hanya berdiam diri seperti ini terus,” katanya sambil berpikir keras. “Iya, aku harus cari Mas Bara kemanapun dia berada!” Tekadnya kuat. Gadis itu pun bangun dari ranjang untuk mengganti piyamanya dengan celana jeans, serta kaos pendek yang dilapisi dengan jaket. Dia bukan gadi

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 42. Keributan

    “Apa-apaan bocah itu?” Bara hendak turun, tetapi tangannya langsung mengepal karena melihat si pemuda dengan sekonyong-konyong menarik tubuh Tisa ke dalam pelukan. “Bajigur!”Wajah Bara langsung melengos dan tidak mau menatap ke arah dua muda-mudi itu. Dia mengepalkan tangan karena kecewa pada sang istri. Tidak semestinya Tisa bermesraan dengan orang lain. Apalagi, ada dirinya sekarang.“Tuan, Nona sedang ke sini,” beritahu si supir.“Hem.”Badan memilih diam saja ketika pintu geser terbuka bahkan suara pekikan dari sang istri pun tidak diindahkan. Bayangan ketika sang istri berpelukan dengan pria lain membuat emosinya mendidih. “Mas Bara beneran jemput Tisa?” Suara bernada riang itu langsung menembus gendang telinga Bara. “Makasih, Mas,” sambungnya sambil memeluknya. Akan tetapi, Bara tidak membalas pelukan sang istri. Dia justru terlihat cuek dan lebih memilih untuk melihat tabnya. “Aku kan emang udah janji untuk menjemputmu. Jadi, aku pasti datang,” jawabnya sambil lalu.Sepertin

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 41. Antara Janji dan Dusta

    “Maaf,” jeda Bara dengan tatapan bersalah. “Tadi pagi begitu buru-buru karena ada panggilan urgent. Jadi, aku gak bisa nganter kamu. Masalah telpon dan chat kamu, ponselku tertinggal di dalam mobil, sedangkan aku sibuk meeting dengan klien jadi gak tahu kamu menghubungiku,” jelasnya satu persatu.“Dan kamu itu berharga, Sayang, lebih dari yang kamu kira. Justru, aku yang merasa denial di sisimu.” Kepala pria itu tertunduk. “Kamu cantik, pintar, dan masih muda, sedangkan aku?” “Mas, kenapa bicara seperti itu?” Tisa merangsek ke dalam pelukan suaminya. “Justru, kamu itu adalah suami idaman banget. Kamu kaya, tampan, mapan, dan aku hanyalah seorang gadis biasa yang tidak memiliki kelebihan apa pun. Lagi pula ….”“Lagipula kenapa, Baby?” Tangan Bara menarik dagu istrinya hingga mereka saling bertatapan. “Katakan!”Tisa menghela napas tentang pemikirannya beberapa hari ini. Dia begitu terganggu dengan ketidakhadiran sang suami di dekatnya, juga termasuk masalah status mereka. Anggap saja

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 40. Dicecar Istri

    “Ratna?” “Iya, ini aku Ratna. Saudara kamu.”Tisa menatap anak dari paman dan bibinya dengan raut senang. Mereka pun berpelukan saking bahagianya. Namun, mereka tahu jika tempat yang sedang mereka kunjungi tidak boleh berisik. Alhasil, dia mengajak Ratna untuk duduk di rooftop mall.Mereka berdua tampak begitu senang satu sama lain. Walaupun paman dan bibinya suka menindas ya, tetapi bagi Tisa, Ratna adalah saudara sekaligus teman yang baik. Huhungan dua gadis muda itu juga tidak ada masalah, kecuali waktu kabur itu.“Gimana kabar kamu, Rat? Kita udah lama banget, loh, gak ketemu,” celetuk Tisa sambil melihat wajah Ratan yang kini terlihat kurus. “Apa mereka masih senang memaksakan kehendaknya?”“Ya, gini, deh.” Ratna menjawab ambigu. Tisa tahu bagaimana orang tua Ratna membesarkan sang anak. Mereka yang terobsesi memiliki anak yang pintar dan mendapatkan jodoh orang kaya, menuntut si anak untuk belajar dan belajar. Tidak heran jika dulu Ratna memilih kabur ketika akan dijodohkan d

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 39. Bertemu Lagi

    Tisa diajak Zaki untuk mengobrol berdua di halaman belakang kampus. Gadis itu sedikit horor sebenarnya karena tempat tersebut jarang dilewati oleh mahasiswa lain. Jika nanti dirinya diapa-apakan? Tisa bergidik ngeri sendiri memikirkannya. Lagian, tidak mungkin orang sepintar dan setampan Abdulah Zaki melakukan hal tak berperikemanusiaan. Tisa yang sudah bosan segera menghela napas. “Jadi, apa yang sebenarnya Kakak mau tanyakan pada Tisa?” “Sa, apa benar kamu sudah menikah?” “Eh? Oh, itu.” Tisa sempat terdiam untuk beberapa saat, tetapi setelah itu tersenyum. Dia menjadi teringat bagaimana posesifnya Bara semalam hingga mengirimkan sebuah kata-kata yang akan memukul mundur si rival. Kelakuan suaminya memang kadang tidak ingat umur. Sudah tua, tetapi kadang masih cemburuan seperti ABG labil.“Jika Tisa bilang iya, apa Kak Zaki akan mundur?” Akhirnya, dia memilih jujur. Toh, Bara juga sudah mengungkap statusnya pada kakak seniornya. Jadi, berbohong pun terasa percuma.“Jadi benar,

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status