Share

Kesepakatan Pernikahan Kontrak

"What?!"

Teriakan histeris Natalie. Tak percaya, ketakutannya ternyata jadi nyata.

Sudah sejak setahunan ini, Natalie selalu berusaha keras untuk menarik perhatian Vin, bahkan rela menjadi penguntit untuk mengetahui setiap jadwal kegiatan Vin, selain meminta bantuan dari tantenya, Helena.

Tapi sayang, Vin selalu menolak ajakan kencan atau bahkan bercinta dari Natalie. Namun di setiap penolakan ini, maka semakin keras usahanya untuk mendapatkan hati dan tentu saja harapan sebagai istri sekaligus nama belakang keluarga Dharmawan.

"Vin. Kamu ngomong apa? Kamu itu masih mabuk!" sambung Helena, meneruskan keterkejutan Natalie yang kini menangis dalam pelukannya. "Dia ini gadis apa? Pasti kamu ketemu dia club malam, ya kan? Dia wanita murah--"

"Dia asisten pribadiku, sekaligus calon istriku!" tegas Vin.

Vin bergeser, berdiri di samping Lea yang menatapnya bingung.

"Ca calon istri anda?" tanya Lea, sembari menatap bergantian antara Vin dan dua wanita di hadapannya. "Sejak kapan?" tanyanya lirih lagi.

"Ya sejak sekarang!" sahut Vin pelan juga, mengucapkannya secara geregetan tanpa membuka terlalu lebar bibirnya.

"Vin. Mommy nggak bisa terima ini. Ayahmu di alam sana pasti kecewa denganmu. Gadis itu...lihatlah dia. Apa yang menarik dari dia!"

Mendapat cemoohan dari Helena, Lea naikkan gagang tengah kacamata hitamnya, lalu mengangkat kopernya.

"Iya, saya cuma mau pulang!' ucap Lea dengan getaran, tapi lengannya kemudian di tahan Vin, sehingga langkahnyapun terhenti.

"Kamu...tetap di sini, karena yang harus pulang itu mereka berdua," perintah Vin dingin.

"Vin! Kamu ini kenapa, sih?! Selalu saja cari jalan buat lawan mommy. Aku ini istri ayahmu, dan ibumu sudah meninggal lama. Akulah yang jadi ibumu selama ini, tapi kenapa masih saja membenci mommy, hah?" Helena berusaha mengambil hati Vin.

Rencana menjadi penguasa sebagian harta Anthony Dharmawan, bersama Natalie, sebisa mungkin Helena wujudkan melalui segala cara, meski selalu saja mendapat halangan dari Vin.

"Aku tidak pernah meminta tante melakukannya. Bagiku, kita berdua hanya partner dalam mengelola harta ayah, jadi jangan mengatur hidupku lagi. Kembalilah ke hotel dan hadiri pernikahanku dengan Lea di Sicilia, lusa nanti."

"Vin! Kamu tega banget!" pekik Helena, lalu membuang muka dan membawa Natalie yang kecewa, keluar dari penthouse pribadi milik Vin ini.

Pintu kemudian terdengar di tutup dengan keras. Setelah terlihat di monitor CCTV, pintu lift juga telah tertutup membawa Helena dan Natalie, Vin kemudian jatuhkan diri di atas sofa dengan kedua mata terpejam.

"Pak...saya pengen pulang," pinta Lea takut-takut.

Setelah terdengar helaan napas, Vin membuka kembali kedua matanya, lalu menatap Lea tertegun. Satu dua detik kemudian, baru berbicara memberi tanggapan.

"Kamu ini kok nggak paham-paham. Kan aku sudah bilang, kamu itu calon istriku, dan kita akan menikah lusa di kota Sicilia. Ngerti, nggak?!"

"Apa ini bentuk tanggung jawab bapak?" tanya Lea, dengan air mata yang tak bisa terbendung lagi.

"Siapa bilang!" pekik Vin, yang telah berdiri dan mendekati Lea.

Vin naikkan dagu Lea, agar tak perlu berbicara berkali-kali buat gadis polos dan sering lama loading ini.

"Aku memang akan bertanggung jawab atas kejadian semalam, tapi perlu kamu ingat, kita melakukannya juga karena kamu tidak menolak atau bahkan mencoba melawanku, jadi bisa di bilang, semua itu kita lakukan atas dasar suka sama suka."

"Tapi saya tidak menginginkannya. Sepertinya saya salah minum sesuatu, lalu mabuk. Saya...saya..." Lea tak sanggup meneruskan pembelaannya. Dia kembali tenggelam dalam tangis, sampai napasnya tak sanggup untuk bicara panjang lebar.

"Lea," panggil Vin lirih, setelah melepaskan tangannya dari dagu Lea. "Akan aku buat surat kontrak pernikahan buat kita berdua."

"Apa maksud anda?"

"Sebenarnya, aku sudah tahu tentang kondisi ibumu dan bagaimana perekonomian keluargamu. Kamu anak yatim yang harus menanggung biaya pengobatan ibumu, bukan?"

Lea berikan anggukan pelan seraya bertanya, "Bagaimana bapak tahu?"

"Itu yang tidak perlu kamu tahu, yang pasti aku sudah tahu banyak soal dirimu."

"Jadi untuk apa kontrak pernikahan itu kalau anda tidak menginginkannya?"

"Demi keuntungan kita berdua. Mungkin tadi kamu sudah mendengar sebagian ceritanya. Aku butuh seorang istri agar bisa penuhi wasiat ayahku untuk jadi penerus bisnisnya, dan kamu perlu uang banyak untuk pengobatan ibumu. "

"Pak Vin."

"Kita akan buat perjanjian saling menguntungkan, sampai batas satu tahun, kita bisa jalani kehidupan masing-masing."

Lea mundur beberapa langkah,di sapu air mata di kedua pipi dan di tahan semua tangisannya, karena telah menyadari sesuatu.

"Jadi...anda sudah mencari tahu soal saya, dan karena alasan inilah anda menginginkan saya jadi asisten anda. Iya, kan?"

Vin kedipkan kedua mata dan menggangguk samar sebagai jawaban.

"Anda memilih saya karena saya bodoh. Iya, kan?" dugaan negatif Lea. "Saya bukan kriteria anda, pak. Saya tidak sebanding dengan gadis-gadis yang anda campakkan. Anda pasti mengira, saya akan menurut saja pada anda, karena saya tidak bisa menolak permintaan anda. Iya, kan?" Lea kembali terisak dengan penilaiannya pada dirinya sendiri ini.

"Karena kamu berbeda, Lea."

"KARENA SAYA BODOH!" teriak Lea. "Bilang saja begitu, pak!"

Hati Lea hancur, tangisnya kembali meraung, hampir saja dia terjatuh, kalau saja Vin tidak segera berlari dan menahan tubuhnya.

"Lea. Tidak seperti itu. Kejadian semalam bukan bagian dari rencanaku. Aku memang sudah mengincarmu, tapi itu murni untuk kontrak pernikahan itu, bukan...bukan..."

Vin tak sanggup meneruskan, langkahnya mundur setelah melepaskan ikatan tangannya pada Lea yang sudah kembali kuat berdiri.

"Segera aku minta sekretaris Li buatkan kontrak pernikahan ini. Selama kamu jadi istri kontrakku, semua biaya pengobatan ibumu akan aku tanggung. Ibumu akan mendapatkan fasilitas VIP sampai sembuh. Kamu juga akan dapat uang cash 1 miliar, di luar semua tunjangan dan fasilitas kelas 1 sebagai istriku nanti."

Vin berbalik, lalu meraih ponsel yang dia letakkan begitu saja di atas meja ruang tamu.

"Nama sekretaris Li sudah ada di layar ponselku, sekarang tinggal apa jawaban darimu," ucap Vin dingin. "Apa kamu bersedia atau tidak?" tanyanya kemudian.

Lea jadi gamang. Bukan karena semata dia membutuhkan materi saja, tapi bagaimana tatapan sendu ibunya dalam menahan rasa sakit, segera memenuhi pikirannya.

Maksud hati Lea ingin tunjukkan harga diri di depan Vin, yang sudah di kenalnya sebagai pria tak berperasaan pada wanita, selain sikap arogansinya, tapi senyum ibunya jualah yang mengharuskan Lea harus kesampingkan pikiran egoisnya ini.

Melalui getaran bibirnya, Lea berikan jawaban dengan keterpaksaan di luar keinginan hati terdalamnya.

"Baiklah, pak. Saya setuju."

Vin tersenyum. Penilaiannya terhadap Lea sebagai gadis polos, pintar, namun unik berbeda dengan wanita-wanita yang dia jadikan boneka saja, ternyata memanglah benar adanya.

"Bagus. Sekarang hidupmu akan bergantung padaku!"

Comments (8)
goodnovel comment avatar
Leon Hart
Terima Kasih Kak Natasa
goodnovel comment avatar
Natasa Natasya
cerita nya sangat menarik
goodnovel comment avatar
Leon Hart
Terima kasih Kak Meliz
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status