"Aku adiknya."
"Aku tidak tahu Mas Anmar punya adik."
"Aku tinggal di Boston."
Troy juga masih terkejut, bagaimana bisa dia melihat wanita itu dan ada di apartemen kakaknya. Wanita yang selama ini Troy pikir hanya ada dalam mimpi ternyata benar-benar nyata dan kakinya menginjak lantai yang artinya Troy tidak sedang mengkhayalkannya karena jetlag.
"Aku Alea." Alea menghampiri Troy untuk berkenalan.
Troy juga jadi memperhatikan pakaian yang di pakai Alea, hanya pakaian tidur agak tipis dan pria manapun pasti akan langsung memikirkan detail tubuhnya. Sebenarnya Alea juga tidak nyaman tapi sudah terlanjur.
"Mas Anmar masih di kant
YUK VOTE YA
Selesai bicara dengan Troy, Anmar langsung menyusul Alea ke kamarnya. Alea sedang menekuni layar ponselnya sambil duduk bersandar di kepala ranjang. Alea membalas beberapa pesan dari mbak Karina saat tiba-tiba ikut masuk pesan dari Sofie. Mereka belum tahu jika Alea sudah menikah karena kemarin Alea beralasan mengambil cuti magangnya karena ada tugas kampus yang lebih mendesak untuk segera dia selesaikan. Anmar menyusul naik ke atas ranjang, menarik kaki Alea dengan gerakan tiba-tiba sampai Alea terperosot dan terbaring untuk segera ia terkam. "Oh!" Alea kaget tapi tidak menolak ketika diciumi, Alea malah mengaitkan kaki ke pinggang suaminya untuk balas bermanja karena rasanya Alea juga mulai memiliki ketergantungan pada lelakinya, ingin terus digelung dan berdekatan. "Singkirkan du
Sebagai pasangan muda yang baru menikah wajar jika Alea dan Anmar sedang ingin terus berdekatan, semua hal yang juga baru mulai bisa Alea nikmati dengan benar. Perasaan memiliki seseorang, dicintai, dan dimiliki oleh pria yang dulunya asing tapi sekarang sudah dia biarkan berulang kali menyatu dengan tubuhnya, menyatu dengan cara paling dalam untuk menjadi keluarga serta bagian dari hidupnya. Ale tidak keberatan disentuh di manapun dan boleh, tidak ada larangan lagi untuk apa saja. Kedekatan yang dulu tidak pernah Alea bayangkan bakal dia lakukan dengan siapapun. Pasangan muda memang lebih eksploratif dalam menikmati kesenangan dengan berbagai cara tidak terduga. Anmar menyapukan lidah ke puncak buah dada Alea yang kemerahan dan ranum, menghisapnya lagi dengan lumatan mulutnya yang panas dan kuat. Rasanya kembali membuat Alea merinding sampai ke tengkuk dan belakang telinga apa lagi mereka masih sama-sama telanjang dan pinggul mereka pun sudah kembali merapat saling
Walaupun sedang mengambil cuti tapi hari ini mendadak ada rapat penting yang harus Anmar hadiri sebagai kepala dewan direksi yang tidak bisa dia wakilkan. Karena kebetulan suaminya tidak di rumah Alea sekalian minta ijin untuk keluar, Alea butuh membeli beberapa pakaian. Apalagi lusa mereka akan pergi ke Boston, jujur saja Alea gugup dan takut akan terlihat tidak pantas berada di samping suaminya. Alea sudah siap untuk pergi dan sedang berjalan menuruni tangga ketika Troy menyapanya. "Kau mau keluar?" Troy bisa melihat dari pakaian Alea. "Ya, hanya sebentar ada beberapa yang harus kubeli." Alea tersenyum sambil memasukkan ponsel ke dalam tas kecilnya. "Bisa kuantar." Troy sudah berdiri dari sofa.
Napas Alea masih tersengal dengan sisa rasa dari pria lain yang tertinggal di bibirnya. Tindakan yang sangat tidak pantas dan bisa dianggap kurang ajar tapi tidak tahu kenapa ternyata Alea tidak bisa marah pada Troy. Sepertinya Troy juga sedang terlihat bingung dan gelisah. "Maaf-maaf ... maafkan aku ... seharusnya aku tidak begini ... " Alea masih syok karena sama persis seperti yang juga pernah dilakukan Anmar Haris padanya. "Aku seperti tidak bisa mencegahnya." Waktu itu Anmar juga mengatakan hal yang sama persis seperti itu. Tapi anehnya kali ini Alea tidak gugup seperti waktu Anmar yang menciumnya, Alea tetap tenang meskipun sempat syok. "Aku istri kakakmu!" teg
Tinggal satu kabin dengan pasangan pengantin baru dalam perjalanan panjang adalah mimpi buruk yang sebenarnya ingin Troy hindari. Troy tida munafik, dia juga laki-laki dan untuk sekedar melihat kakaknya menggenggam tangan Alea saja ia sudah tidak tahan. Tapi niat Troy untuk menghindari Alea ternyata malah berujung dengan mereka bertiga yang tetap pergi bersama dengan jadwal dua hari lebih cepat. Berbagai pikiran terkutuk kembali memenuhi isi kepala Troy ketika melihat sang kakak menarik Alea untuk merapat ke dadanya. Alea mengeluh agak pusing karena ini perjalanan panjang pertamanya, walaupun mereka sempat singgah untuk transit tapi tetap saja Alea merasa kurang sehat setelah lewat sepuluh jam dalam penerbangan. Anmar sudah menyarankan Alea untuk berbaring karena ada tempat tidur yang cukup nyaman di dalam kabin, tapi Alea justru maki
Troy menemani Alea menunggu Anmar yang masih bicara dengan ibunya. Troy mengajak Alea keruangan yang lebih santai dan nyaman. Troy minta pelayan untuk membuatkan minuman hangat untuk Alea karena dia melihat Alea juga masih agak syok dengan suhu udara kota Boston mendekati akhir tahun. "Minumlah dulu," kata Troy setelah minuman mereka datang dan langsung mendekatkannya ke depan Alea. Alea juga langsung meraih gelasnya untuk dia genggam dan seketika rasa hangat membuatnya nyaman. Mereka duduk di ruangan luas dengan kisi-kisi balkon yang di biarkan terbuka. Dari lantai dua tersebut Alea bisa melihat ke halaman samping yang juga cukup luas dengan kolam renang serta taman. Rumah yang sangat besar dan megah di sebuah kota besar yang terkenal dengan mayoritas penduduk kaya, keluarga suaminya jelas bukan keluarga biasa. Walaupun Alea bu
Ini adalah kali pertama Alea bertemu dengan ibu mertuanya dan Alea tidak menyangka jika ibu mertuanya ternyata masih sangat cantik meski usianya bisa terbilang sudah tidak muda lagi. Nyonya Camila memang sangat cantik dengan keanggunan yang tepat untuk seorang nyonya besar dengan dua anak laki-laki yang hebat. Nyonya Camila sedang duduk di ujung meja agak berjauhan dengan Troy ketika Anmar membawa Alea ikut bergabung di meja makan. "Perkenalkan istriku Alea, Ibu." Alea langsung menghampiri nyonya Camila dan mencium punggung tangannya. "Senang akhirnya bisa bertemu, Ibu." Nyonya Camila cuma memperhatikan Alea dari ujung kepala sampai ujung kaki. Meski tidak mengucapkan apa-apa Alea paham jika penampilannya mungkin tidak cocok
Akhirnya Anmar setuju untuk tidak pulang tapi dia tidak mau membawa Alea ikut duduk bersama ibunya dulu, bagaimanapun mereka perlu waktu untuk sedikit berdamai dengan ego masing-masing. Kadang menunggu memang diperlukan, sama halnya jangan memutuskan suatu perkara pada saat masalah itu sedang terjadi, tunggu sejenak seperti menunggu air yang keruh jadi lebih jernih karena pikiran dan keputusan yang diambil ketika sudah lebih tenang bisa sangat berbeda. Anmar mengajak Alea sarapan di halaman belakang sekaligus untuk menghirup udara segar di bawah naungan pohon cemara yang masih berdaun hijau setelah melewati musim gugur. Menghabiskan waktu yang hangat di suhu udara yang semakin turun juga bisa terlihat sangat manis. "Habiskan makananmu." Anmar melihat Alea yang cuma makan sedikit-sedikit. "Apa minumannya sudah dingin?" Anmar juga memas