"Jangan berhenti ... " Alea sendiri juga tidak tahu bagaimana dia juga bisa ikut sangat menyukai perbuatan suaminya. Alea suka diperlakukan seperti itu, dibuai dan dimanjakan.
Memang tidak pernah ada yang bisa menduga apa saja yang bisa terjadi di antara suami dan istri ketika bersama. Walaupun masih sangat muda tapi ternyata Alea juga sangat menyukai semua yang ada pada suaminya. Semuanya, napasnya ketika mengeram puas, aroma tubuhnya, sentuhan tangannya, ciuman dari bibirnya, sapuan dari lidahnya dan seluruh rasa dari sekujur tubuhnya. Mereka sudah saling tak bersekat, siapa yang perduli dengan kesenjangan usia jika tubuh polos mereka sedang saling melilit seperti ini.
Alea mendesah lagi karena belum mau dilepaskan dan masih ingin dibawa bergelung hingga terlelap tidur. Sudah hampir pagi ketika akhirnya Alea tertidur lelap seperti bay
"Aku sedang tidak punya banyak pilihan." "Kau tahu dia papaku, dan kau tetap setuju menikah dengannya! " teriak Troy sambil kembali menghantam samsak dengan tiba-tiba hingga Alea berjingkat. Bisa Alea bayangkan jika kepalanya pun bisa ikut retak jika dihantam seperti itu. "Apa waktu itu kau perduli padaku? " tuntut Troy. "Apa kau perduli akan seperti apa perasaanku!" "Kau egois, Alea! kau hanya peduli pada dirimu sendiri!" Alea tidak bisa menjawab ketika melihat bibir Troy bergetar dan napasnya berdesis penuh kemurkaan. "Jangan pernah perduli apapun lagi tentangku! "
Liontin itu jatuh bukan karena kancingnya tidak rapat, tapi karena rantainya putus. Tuan Anmar masih memperhatikan rantai liontin di tangannya yang terputus kasar kemudian memperhatikan kembali kaca alat treadmillnya yang retak. Bukan Alea yang mampu menghantam benda seperti itu, dan bukan Alea yang dapat menyentak rantai liontinnya sendiri sampai tercerai berai macam ini. ***** Ketika Tuan Anmar kembali ke dalam rumah Alea terlihat sedang berada di pantry bersama bi Warni, gadis muda itu terlihat ikut sibuk membuat sesuatu yang sedang diajarkan pengurus rumahnya. "Apa ini sudah cukup, Bi?" tanya Alea sebelum menunjukkan hasil rebusan sayurnya. "Ya, tidak apa-apa, tuan tidak suka yang terlalu matang."
Bagi Troy jarak terjauh di seluruh semesta ini adalah batas antara dirinya dan Alea. Gadis yang kali ini mungkin sedang berbaring di bawah naungan tubuh papanya. Alea yang begitu lembut, polos, dan masih terlalu muda, sampai kapanpun rasanya Troy tetap tidak akan pernah rela. Untuk sekedar membayangkannya saja Troy sudah nyaris gila. Ingin sekali Troy membencinya dan menghukumnya tapi ternyata dia tidak bisa. Ketika Alea hanya pasrah membiarkannya seperti kemarin saja rasanya Troy bisa ikut tak berdaya hingga hanya tinggal tersisa sedikit sekali kewarasannya untuk tidak membawa gadis itu kabur dari papanya.*****Tuan Anmar kembali mencium perut Alea yang baru kembali ia buahi. "Berbaringlah dulu jangan banyak bergerak."Tuan Anmar hanya menarik selimut untuk menutup tubuh polos Alea k
Alea memperhatikan foto tuan Anmar dan istrinya yang sedang hamil besar dan di pajang berjejer di ruang keluarga. Ketika dibawa tinggal di rumah ini Alea memang tidak pernah berpikir jika dirinya juga akan hidup di dalam dunia suaminya. Berulang kali Alea tidak mau dianggap cemburu dengan mendiang istri tuan Anmar dan sebenarnya Alea bisa mengerti jika tuan Anmar pastinya juga tidak bisa asal menyingkirkan semua benda itu hanya karena keberadaannya. Kenyataannya wanita itu bukan hanya istri yang masih akan terus dia cintai, tapi juga ibu dari putranya. Kenangan itu bukan hanya milik tuan Anmar seorang tapi juga milik putranya. Alea cuma jadi agak sensitif belakangan ini mungkin karena terlalu risau mengharapkan kehamilannya yang tidak kunjung datang. "Apa kau sudah merasakan tanda-tanda kehamilan, Alea?" tanya bibi Rosita yang kebetul
Bi Warni sedang membuat pancake, Alea bantu menyusun sediri keatas piring untuk suaminya yang sudah menunggu, ia memotong beberapa strawbery dan menyiramnya dengan madu. Alea menghisap ujung jarinya sendiri yang jadi ikut terasa manis kemudian tersenyum malu kepada tuan Anmar yang ternyata masih saja menatapnya. Tidak tahu kenapa Alea malu, mungkin karena dia masih ingat dengan semua detail perbuatan mereka berdua sepanjang pagi tadi yang sepertinya masih akan membuatnya terus tersipu sepanjang hari. "Kemari lah," tuan Anmar malah memanggil agar Alea menghampirinya. Alea suka memperhatikan bibir penuh suaminya ketika tersenyum, pria itu juga mengedikkan sebelah alis tebalnya agar Alea segera mendekat. Tuan Anmar tidak menarikkan kursi untuk Alea tapi membuka pahanya agar Alea duduk di atas salah satu pahanya.
Setelah permainan satu lawan satu yang cukup sengit akhirnya Troy tetap kalah dua angka dari papanya. Kekalahan tipis tapi membuat Troy harus mendengarkan perkataan papanya. "Sudahi sikap kekanak-kanakanmu! Papa dan Alea sudah menikah, terima dia sebagai keluargamu dan jangan pernah menyinggungnya lagi." ***** Walaupun Troy sudah tidak menyinggung Alea lagi dan lebih banyak mengabaikannya tapi nyatanya Alea tetap merasa tidak nyaman ketika harus tinggal satu rumah seperti ini dan harus melihatnya setiap hari. Alea jadi sering pergi ke rumah bibinya selama Troy ada di rumah, biasanya Alea sekalian akan dijemput oleh tuan Anmar sepulang dari pekerjaannya. Tuan Anmar pria yang sibuk jarang berada di rumah dan Alea tidak mau ditinggal sendirian.
Troy kembali menatap Alea setelah mereka sama-sama tenang. Napas Alea masih sedikit tersengal dan dadanya masih berdebar-debar tapi dia sudah cukup sehat untuk berpikir masuk akal. Alea sangat benci dengan perbuatan Troy 'tapi apa dia juga bisa membencinya?' Alea balas menatap Troy Haris yang juga tidak bergeming mengunci matanya. "Aku hanya ingin tahu apa yang kau rasakan sekarang?" tanya Troy yang yakin jika Alea juga merasakannya. Rasanya memang sama-sama menyesal tapi tidak tahu harus dimulai dari bagian mana penyesalan mereka. "Terserah apa yang kurasakan sekarang, aku tidak mau membahasnya!" tolak Alea. "Ini sudah sangat salah!" "Aku juga tidak akan minta maaf padamu!" balas Troy sebelum kemudian berpaling lebih dulu.
Alea benar-benar tidak habis pikir kenapa dirinya bisa jadi seperti ini. Alea masih mondar-mandir di depan ranjang, tidak jenak untuk duduk dan tidak enak untuk berbaring, tapi kali ini lebih karena suaminya yang belum juga pulang sampai hampir tengah malam. Pikiran Alea mulai liar ke mana-mana, 'etah sedang di mana suaminya, apa yang dia lakukan sampai selarut ini dan bersama siapa saja?' Alea sudah mengirim pesan tapi tidak juga di balas, teleponnya juga tidak diangkat. Bagaimana Alea tidak tambah kurus jika terus begini, pikirannya jadi tidak karuan jika tuan Anmar belum pulang-pulang sampai larut malam dan itu semakin sering akhir-akhir ini. Troy juga masih duduk di teras dan mulai ikut khawatir karena papanya belum kembali ke rumah. Troy menelpon sampai dua kali baru kemudian panggilannya diangkat oleh seorang wanita sebelum kemudian di berikan pada papanya. Troy cuma terkejut tapi