Alea memperhatikan foto tuan Anmar dan istrinya yang sedang hamil besar dan di pajang berjejer di ruang keluarga. Ketika dibawa tinggal di rumah ini Alea memang tidak pernah berpikir jika dirinya juga akan hidup di dalam dunia suaminya. Berulang kali Alea tidak mau dianggap cemburu dengan mendiang istri tuan Anmar dan sebenarnya Alea bisa mengerti jika tuan Anmar pastinya juga tidak bisa asal menyingkirkan semua benda itu hanya karena keberadaannya. Kenyataannya wanita itu bukan hanya istri yang masih akan terus dia cintai, tapi juga ibu dari putranya. Kenangan itu bukan hanya milik tuan Anmar seorang tapi juga milik putranya.
Alea cuma jadi agak sensitif belakangan ini mungkin karena terlalu risau mengharapkan kehamilannya yang tidak kunjung datang.
"Apa kau sudah merasakan tanda-tanda kehamilan, Alea?" tanya bibi Rosita yang kebetul
YUK JANGAN LUPA VOTE DAN KOMININ YANG SERU2 BIAR IKUT PADA PENASARAN ^.^
Bi Warni sedang membuat pancake, Alea bantu menyusun sediri keatas piring untuk suaminya yang sudah menunggu, ia memotong beberapa strawbery dan menyiramnya dengan madu. Alea menghisap ujung jarinya sendiri yang jadi ikut terasa manis kemudian tersenyum malu kepada tuan Anmar yang ternyata masih saja menatapnya. Tidak tahu kenapa Alea malu, mungkin karena dia masih ingat dengan semua detail perbuatan mereka berdua sepanjang pagi tadi yang sepertinya masih akan membuatnya terus tersipu sepanjang hari. "Kemari lah," tuan Anmar malah memanggil agar Alea menghampirinya. Alea suka memperhatikan bibir penuh suaminya ketika tersenyum, pria itu juga mengedikkan sebelah alis tebalnya agar Alea segera mendekat. Tuan Anmar tidak menarikkan kursi untuk Alea tapi membuka pahanya agar Alea duduk di atas salah satu pahanya.
Setelah permainan satu lawan satu yang cukup sengit akhirnya Troy tetap kalah dua angka dari papanya. Kekalahan tipis tapi membuat Troy harus mendengarkan perkataan papanya. "Sudahi sikap kekanak-kanakanmu! Papa dan Alea sudah menikah, terima dia sebagai keluargamu dan jangan pernah menyinggungnya lagi." ***** Walaupun Troy sudah tidak menyinggung Alea lagi dan lebih banyak mengabaikannya tapi nyatanya Alea tetap merasa tidak nyaman ketika harus tinggal satu rumah seperti ini dan harus melihatnya setiap hari. Alea jadi sering pergi ke rumah bibinya selama Troy ada di rumah, biasanya Alea sekalian akan dijemput oleh tuan Anmar sepulang dari pekerjaannya. Tuan Anmar pria yang sibuk jarang berada di rumah dan Alea tidak mau ditinggal sendirian.
Troy kembali menatap Alea setelah mereka sama-sama tenang. Napas Alea masih sedikit tersengal dan dadanya masih berdebar-debar tapi dia sudah cukup sehat untuk berpikir masuk akal. Alea sangat benci dengan perbuatan Troy 'tapi apa dia juga bisa membencinya?' Alea balas menatap Troy Haris yang juga tidak bergeming mengunci matanya. "Aku hanya ingin tahu apa yang kau rasakan sekarang?" tanya Troy yang yakin jika Alea juga merasakannya. Rasanya memang sama-sama menyesal tapi tidak tahu harus dimulai dari bagian mana penyesalan mereka. "Terserah apa yang kurasakan sekarang, aku tidak mau membahasnya!" tolak Alea. "Ini sudah sangat salah!" "Aku juga tidak akan minta maaf padamu!" balas Troy sebelum kemudian berpaling lebih dulu.
Alea benar-benar tidak habis pikir kenapa dirinya bisa jadi seperti ini. Alea masih mondar-mandir di depan ranjang, tidak jenak untuk duduk dan tidak enak untuk berbaring, tapi kali ini lebih karena suaminya yang belum juga pulang sampai hampir tengah malam. Pikiran Alea mulai liar ke mana-mana, 'etah sedang di mana suaminya, apa yang dia lakukan sampai selarut ini dan bersama siapa saja?' Alea sudah mengirim pesan tapi tidak juga di balas, teleponnya juga tidak diangkat. Bagaimana Alea tidak tambah kurus jika terus begini, pikirannya jadi tidak karuan jika tuan Anmar belum pulang-pulang sampai larut malam dan itu semakin sering akhir-akhir ini. Troy juga masih duduk di teras dan mulai ikut khawatir karena papanya belum kembali ke rumah. Troy menelpon sampai dua kali baru kemudian panggilannya diangkat oleh seorang wanita sebelum kemudian di berikan pada papanya. Troy cuma terkejut tapi
"Apa yang kau lakukan?" kaget Alea melihat Troy yang sedang berdiri di depan daun pintu dan sebuah bunyi "Klik!" Troy mengunci pintu dari dalam kemudian mencabut benda logam kecil itu untuk dia masukkan ke dalam saku celana. Alea langsung berinsut mundur dengan waspada mengingat mereka hanya berdua di dalam kamar. "Aku mengkhawatirkanmu," ucap Troy ketika berjalan mendekat. "Kau tidak bisa masuk ke kamarku sembarangan." Alea masih mundur sampai kakinya membentur tepi ranjang. "Ini kamar papaku." "Ya, tapi dia sedang tidak ada dan sekarang kau tidak boleh masuk sembarangan." Alea mulai gugup karena Troy tetap mendekatinya. "Maa
"Di mana Troy?" tanya tuan Anmar ketika tidak melihat putranya turun untuk makan malam. "Troy, keluar sejak siang dan belum pulang," jelas bi Warni yang baru mengambilkan sup untuk Alea. Alea tidak berani ikut bicara walaupun sebenarnya dia juga baru tahu jika Troy pergi sejak siang tadi dan belum kembali. Mau tidak mau ternyata Alea juga ikut khawatir apalagi Alea tahu Troy pergi dalam kondisi marah. "Makan yang banyak." Tuan Anmar memperhatikan Alea yang baru mulai menyeruput supnya. Sejak siang Alea mengaku kurang enak makan karena itu tuan Anmar menyuruh bi Warni untuk membuatkannya sup. "Ini masih terlalu panas." Alea tetap melanjutkan makannya pelan-pelan.
Untung Troy sudah bangun sebelum tuan Pulang, bi Warni mengantarkan makanan ke kamarnya agar anak laki-laki itu mau makan dan tidak membuat papanya curiga. "Ayo cepat dimakan! jangan sampai papamu tahu kau sudah tidak pulang semalaman!" "Taruh saja dulu nanti kumakan." "Makan selagi hangat, Alea sudah susah payah membuatkanmu makanan." Baru kemudian Troy mendongak dari permukaan bantal tempatnya tertelungkup. Troy jadi penasaran makanan apa yang dibuat Alea. "Ayo makan dulu!" Bi Warni menyodorkan mangkuk ke depan Troy. Ternyata Alea membuat bubur, Troy menerima mangkuk buburnya dan mulai mencicipi sedikit. Meski tidak seenak b
"Aku mengiginkannya darimu, Alea!" tegas tuan Anmar dengan bibirnya yang berdesis-desis disertai eraman berat. Pria itu menengadahkan dagu Alea untuk terus dia rampas bibirnya dan ia dera liangnya dengan kencang. Jelas sekali jika tuan Anmar sudah sangat ingin Alea segera hamil untuk memberinya keturunan. Alea semakin takut mengecewakan karena tidak juga kunjung hamil. Alea benar-benar sedang merasa tidak berguna dan hanya menimbulkan masalah. Sering kali Alea juga merasa bukan siapa-siapa di antara tuan Anmar dan putranya, dirinya hanya orang asing. Orang asing yang membawa pertengkaran di tengah keluarga yang semula damai, di antara ayah dan anak yang seharusnya tidak berada dalam posisi sepeti ini jika bukan karena dirinya. Pastinya Troy juga tidak akan bisa mengungkapkan yang sebenarnya kepada papanya, sama halnya Alea yang tidak