Home / Romansa / ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA / CHAPTER 03 (bagian 02)

Share

CHAPTER 03 (bagian 02)

Author: Nanasshi
last update Huling Na-update: 2025-07-30 15:49:56

"Kata Deasy, kamu diusir dari kelas Pak Ditto, ya?"

Kyra sedang double cleansing ketika panggilan dari Sesil meminta dijawab. Ia lantas menerima panggilan tersebut namun dibiarkan dalam mode speaker. Jadi sekarang, ketika Sesil masih sibuk berceloteh, Kyra belum juga menanggapinya.

"Menurut kamu, Pak Ditto itu sudah punya pacar atau belum ya?"

Pertanyaan Sesil mengejutkan Kyra. Perempuan itu lantas meletakkan kapas yang semula sedang diusapkan ke pipinya. "Mana aku tahu," jawabnya ketus.

"Dih ... sensi banget yang habis diusir dari kelas. Salah sendiri, tumben-tumbenan telat. Mana telatnya nggak sadar diri lagi, sampai dua puluh menit."

Kyra mendengus. "Namanya telat itu ya nggak bisa memilih. Aku juga maunya telat cuma lima menit biar si nyebelin itu nggak bikin malu."

Terdengar tawa Sesil dari seberang telepon sana. "Meskipun nyebelin, Pak Ditto itu seksi tahu."

Kyra memutar matanya; jengah. Ia tidak mengerti mengapa teman-temannya -khususnya yang perempuan- selalu mengatakan sikap angkuh, pendiam, galak dan tidak asik dari seorang Ersya Jean Arditto itu sebagai cool, apalagi seksi.

Itu lebih tepat dibilang sebagai sikap me.nye.bal.kan!

"Seksi dari mananya sih," sanggah Kyra ketus. "Dosen galak itu nggak ada seksi-seksinya sama sekali."

"Tapi aku suka deg-degan tahu kalau dia masuk kelas," potong Sesil seraya tertawa centil. "Apa aku jatuh cinta ya sama beliau?"

Kyra tertawa. Sangat keras. "Dih ... kayak nggak ada manusia lain aja di bumi."

"Kalau memang nggak ada lagi laki-laki di bumi, bagaimana? Ikri si kecintaan kamu itu juga nggak ada, cuma ada dosen galak bernama Ersya Jean Arditto, hayo ... kamu mau bagaimana?"

Kyra diam sejenak. PIlihan yang diberikan Sesil sama sekali tidak oke.

"Lebih baik aku jadi amoeba dan membelah diri."

Sesil tertawa puas di seberang telepon. Ia nampak puas sekali menggoda sahabatnya yang mengalami hari buruk setelah diusir dari kelas dengan nilai 3 SKS. Kyra jadi berpikir, Sesil ini memang teman bajingan yang tertawa dulu, menolong kemudian.

"Tapi menurutku, Pak Ditto itu memang tipe yang pendiam ya. Tipe yang tidak pernah show off juga."

Kyra mendecih, "Mau show off apa memangnya? Dia 'kan memang tidak punya sesuatu yang bisa dipamerkan."

Sesil tertawa lagi. "Dih, sumpah. Kenapa sih salty banget sama Pak Ditto? Jelas dia punya sesuatu untuk dipamerkan, dong. He's handsome, he's a lecturer, he also has other side businesses that are quite successful. Harus banget dia show off di sosmed, nying!"

Tapi sekalipun Sesil mengatakannya sampai berbuih, Kyra tetap tidak berpikiran demikian. Baginya Ditto tidak se-wah itu. Okelah, secara fisik dia yeah ... enak dipandang. Karirnya juga mapan dan punya usaha lain juga.

Sudah.

Hanya sampai di titik itu.

Tidak ada lagi yang patut dia banggakan.

Sikapnya angkuh, jarang bicara, tidak pernah mendengarkan pendapat orang lain, garing, tidak penuh perhatian, tidak asik ... pokoknya banyak!

Banyak yang tidak bisa Ditto banggakan dari sifat dan kepribadiannya -menurut Kyra.

"Kamu tahu, minggu lalu si Deasy habis dari panti asuhan yang nggak jauh dari rumahnya itu buat antar makanan. Di sana, ternyata ada pak Ditto dan teman-temannya lagi kerja sukarela gitu, ngajarin anak-anak sekaligus bawa bantuan. Duh, Kyra! Tolongin! Aku berdebar-debar nih karena terus ngomongin Pak Ditto. Rahimku jadi anget!"

Kyra mendengus. "Najong! Lagipula, kalau nggak deg-degan ya kamu mati."

Sesil tidak menggubris. "Dia juga sering kasih makan kucing-kucing liar di kampus, sengaja banget sediain makanan kucing dan titip ke OB kalau-kalau dia nggak sempat kasih makan. Dia juga sering ikut ngajar di daerah kolong jembatan sana itu loh."

"Mau sampai kapan kamu jadi salesnya Pak Ditto? Padahal aku lagi sebal banget sama tuh orang."

Sesil tertawa. Ia sepertinya memang memiliki niat terselebung. Niat untuk membuat Kyra semakin kesal.

"Ya sudah, karena kamu sudah banyak kesalnya, aku pamit dulu. Dadah nyet!"

"Sialan!"

Sesil sudah mengakhiri panggilan teleponnya dengan sisa tawa. Menyisakan Kyra dan rasa sebalnya pada Ditto yang anehnya ... jadi tambah banyak. Ia tidak senang saat Sesil memberikan pendapat yang berseberangan dengannya. Menurut Kyra, ia yang paling tahu Ditto. Jadi penilaiannya lebih objektif. Tidak samar oleh pencitraan yang sengaja dibuat laki-laki itu.

Lalu ketika ia akan melanjutkan kembali acara bersih-bersih wajah dan lanjut memakai skincare, tiba-tiba saja lampu menjadi padam. Sangat gelap sampai sekalipun Kyra membuka matanya lebar-lebar, tidak ada satupun yang terlihat.

Kyra tiba-tiba dirundung cemas. Hatinya berdebar keras.

Ia tidak suka gelap karena gelap mengingatkannya pada kolong ranjang tempat ia bersembunyi.

Jadi, ia gemetar lagi kini. Keringatnya mengucur sebesar-besar biji jagung. Tangannya menggenggam erat kapas baru yang tadi akan digunakannya. Ia mencoba meraba ponsel, mencari-cari. Kalau tidak salah, ia meletakkannya di sisi kiri bersampingan dengan vas bunga mawar yang tiga hari lalu dibelikan Ikri.

Tapi sialnya, Kyra terperanjat.

Suara benda terjatuh lantas terberai itu mengejutkannya.

Kyra bangkit, mencoba menjauh dari meja riasnya. Tapi kakinya merasakan nyeri, seperti tertusuk sesuatu. Atau mungkin memang ia tidak sengaja menginjaknya.

Tak tahulah!

Kyra tidak peduli.

Ia ingin segera pergi dari ruangan gelap yang terasa pengap itu. Oleh karenanya, rasa pedih itu ia abaikan begitu saja dan berjalan tertatih-tatih ia, ke sisi dinding, terantuk sudut meja dan mengaduh.

Ia berhasil keluar dari kamarnya dan mencapai pegangan tangga. Lalu ketika keringatnya mengucur semakin deras, juga isi kepalanya yang mulai liar membayangkan ini dan itu, pintu depan rumahnya terbuka.

Mereka berdiri di sana, berlari ke arahnya. Dengan senter, lampu dan lilin di tangan.

"Mama 'kan sudah bilang, kamu harusnya jangan tinggal sendiri." Itu suara Mama Mona yang tergopoh-gopoh. Di belakangnya, ada Papa, Gio lalu ... laki-laki itu. Menerangi langkah mereka dengan senter.

Kyra yang tanpa sadar menangis, mendekat dan memeluk Mama Mona. Lalu ketika semuanya tidak menyadari apa yang terjadi dengan kaki perempuan itu, laki-laki yang sejak tadi ia jelek-jelekkan -di percakapannya dengan Sesil- mendekat padanya, menunduk dan melihat apa yang telah terjadi di sana.

"Kaki kamu berdarah. Ayo turun, biar aku obati."

****

to be continued

follow I* : @nana.sshi_

Di sana nanti akan ada GA untuk pembaca setia yaaaa

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 33

    CHAPTER 33Kata orang, regret, like a tail, comes at the end. Dia tidak memberi aba-aba di depan apalagi muncul. Selalu, setelah semunya terjadi, ia baru muncul untuk membuat manusia ingin berteriak kencang, mengutuk pada takdir lalu memohon agar waktu bisa diputar. Penyesalan selalu begitu.Kyra menyesal. Sangat.Ia seharusnya --sejak dulu-- tidak pernah mudah melepas pasang cincinnya. Toh, cincin yang dipakai di jari manis tidak selalu dianggap sebagai cincin pernikahan. Jadi sekalipun ia ingin menyembunyikan status pernikahan, ia tetap bisa dengan bebas memakai cincin itu. Sebab nyatanya, tidak ada satupun --dari temannya-- yang pernah menanyakan cincin yang kadang ia pakai dan kadang tidak itu.Benar. Seharusnya begitu."Mobil Ikri. Iya, mobil." Kyra akhirnya bangkit, mengempaskan penyesalan yang bercokol dan memilih berusaha menemukan benda kecil itu. Yang hilang entah di mana, di dunia seluas ini. "Aku harus telepon Ikri."Kyra bergegas turun dari lantai dua. Sesaat sibuk memang

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 32

    CHAPTER 32"Mas tunggu sebentar. Aku mau ngomong."Langkahnya kecil, jelas timpang bila mengejar langkah lebar milik Ditto. Ia tersaruk-saruk, mencoba menyamai laki-laki itu. Karena banyak sekali yang ingin ia ucapkan dan jelaskan, tentu saja. Sayangnya, Ditto memilih diam saja sampai akhirnya keduanya sampai di mana mobil Ditto di parkir."Mas." Kyra masih berusaha. Ia menahan lengan Ditto saat laki-laki itu memilih berjalan memutar dan membukakan Kyra pintu. "Aku harus jelasin sesuatu."Ditto masih diam. Ia hanya membuka pintu mobil menjadi lebih lebar, lalu melihat pada Kyra seolah menyuruh perempuan itu masuk tanpa suara. Dan pada akhirnya, dengan berat hati, Kyra menurut.Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Meniti jalan menuju rumah dengan sepi yang menyelubungi keduanya. Baik Ditto maupun Kyra, pada akhirnya tidak ada yang berusaha untuk menjadikan suasana menjadi ramai. Membiarkan saja satu-satunya suara yang ada di dalam mobil hanya alunan lagu Olivia Rodrigo dengan happier-

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 31

    Menanti seseorang itu sama seperti sedang berjalan di atas batu-batu kecil jalanan dengan bertelanjang kaki. Kulit bertemu permukaan kasar itu secara langsung. Rasanya tidak nyaman sekali.Ditto sedang berada dikeadaan itu detik ini. Dalam keadaan yang bercampur antara gelisah dan rasa was-was, sudah berulang kali ia melihat jam di dinding kafe dan pergelangan tangannya. Memastikan --sekali lagi-- bahwa jam tersebut sama.Sama-sama menunjukkan bahwa ia sudah empat jam lamanya menunggu. Sama-sama menunjukkan bahwa ia sudah menghabiskan dua gelas americano.Sama-sama menunjukkan bahwa Ditto sudah menyelesaikan tiga komik selama kurun waktu tersebut.Sekali lagi, ia menengok ke arah jendela besar yang menghadap ke halaman dan gerbang depan kafe. Di mana orang-orang yang datang dan keluar bisa dilihat dengan jelas. Mereka yang mengenakan kemeja, atau berambut panjang, atau tas berwarna pink.Dari sekian banyak itu, tidak ada satu di antaranya sosok itu adalah Kyra Aruma Wahid. Ia lalu me

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 30

    Hari yang mendebarkan itu datang lebih cepat dari dugaannya. Tahu-tahu, ia sudah berada di panggung sambil memegang gitar bersama dengan Nindy --yang menyanyi-- dan menampilkan perpaduan yang menarik antara musik dan rupawan yang enak dipandang. Keduanya berhasil membawakan dua lagu dan menyeret penonton dalam euforia. Apalagi di lagu terahir itu, mereka berdua berduet dengan Sheila on 7 yang semakin memeriahkan suasana.Semua berjingkrak, mengikuti hentak-hentak musik.Semuanya bergembira dan menyanyi.Semuanya, kecuali Ditto. Yang hanya berdiri sambil terus memandang ke arah Kyra dengan lengkungan senyuman yang tak pernah surut. Seolah, hiruk pikuk di sekelilingnya hanya desau angin. Tidak mengganggunya untuk terus menjadikan Kyra satu-satunya objek mata.Mungkin karena Kyra dengan rambut terurai, sedikit keringat yang meremang, dan memetik gitar adalah perpaduan yang sangat seksi. Atau mungkin karena --sesekali-- perempuan itu juga menatapnya. Dan tersenyum.Ah, entahlah. Ditto ti

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 29

    Ia mungkin tidak bisa mengamuk di kampus setelah dengan seenaknya didaftarkan pada seleksi tersebut. Bagaimanapun, ia masih ingin merahasiakan pernikahan itu dari siapapun manusia-manusia kampus, terlebih pacarnya, Zikri Ananda. Jadi setidaknya, butuh tiga jam sampai semua mata kuliah selesai dan ia kembali ke rumah. Untuk bertatap muka degan laki-laki itu. Dan meledak di sana."Kan aku sudah bilang nggak bisa, Mas!" Kyra menghentikan langkah Ditto saat akan menaiki anak-anak tangga. "Aku tuh nggak suka tampil di hadapan banyak orang."Ditto yang sebelumnya nampak terkejut karena tiba-tiba dihentikan oleh Kyra --yang entah datang dari mana-- akhirnya memilih menarik tangan perempuan itu dan membawanya duduk. Meski, ada yang aneh dengan duduk yang dimaksud."Lepasin, Mas. Aku mau ngomong serius.""Go ahead and talk."Kyra memukul bahu Ditto meski tak benar-benar bisa disebut memukul. Karena cenderung pelan. "Gimana mau ngomong kalau aku malah duduknya kayak begini," protes Kyra. "Aku b

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 28

    "Hai, i made you breakfast. Kamu hari ini masih belum ke kampus, kan?"Saat itu, ketika Ditto membuka pintu, untuk sesaat ia terpaku. Yang pertama dilakukannya adalah menoleh ke belakang, ke anak-anak tangga menuju lantai dua. Lalu setelah memastikan hal tersebut, Ditto kembali menoleh pada perempuan yang sudah menunjukkan sebuah paper bag berwarna cokelat di hadapannya."Oh, hai. Jadi ... kamu repot-repot sekali. Padahal aku sudah biasa memasak kok."Perempuan itu Nona Anjani Ratri. "Aku pikir kamu masih tinggal sama ibu kamu. Ternyata, bujang ini sangat mandiri ya," kekehnya pelan. "Aku boleh masuk, kan?"Benar. Dia Nona Anjani Ratri.Sejatinya Ditto ingin mengatakan tidak pada pertanyaan tersebut. Namun ternyata itu lebih sulit dari yang dibayangkan. Hingga yang dilakukannya --tentu saja, as always-- membuka pintu lebih lebar dan mempersilakan perempuan itu duduk di sofa."Biar aku saja yang ambil piringnya."Ditto benar-benar terlalu terkejut dengan sikap Nona. Ia yang baru saja

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status