Share

Chapter 04

Author: Nanasshi
last update Last Updated: 2025-08-18 22:02:08

Lampu itu telah menyala. Mengambil rasa pengap dan sesak yang dibawa gelap beberapa menit lalu. Mengembalikan kelegaan dan sedikit rasa malu karena sisa-sisa basah di pipinya.

Kyra menunduk, mencoba diam-diam menghapus jejak air matanya.

"Ini akan sedikit perih, jadi ... tahan."

Kyra yang duduk di sofa itu, kembali menatap lurus pada eksistensi laki-laki yang sedang berjongkok di hadapannya. Tangan si laki-laki cekatan, membasuh luka sobek akibat pecahan vas bunga itu dengan alkohol. Membuat perih menguar, Kyra meringis menahan.

"Cuma sebentar sakitnya, tahan."

Kyra masih tak menjawab. Ia membiarkan saja suasana aneh berada di sekitar mereka. Sepi dan dingin. Karena di ruang tamu itu, hanya tersisa mereka berdua kini. Mama Mona, Papa Shandi dan Gio sudah kembali ke rumah.

"Padahal aku bisa sendiri," ujar Kyra, sesaat setelah Ditto menyelesaikan pertolongan pertamanya dan menutup kotak obat. "Aku 'kan bukan bocah."

Ditto menghela napas, bangkit dan menjauh. Ia memilih duduk di sofa yang berseberangan dengan Kyra. Tangannya mengeluarkan ponsel dan sibuk menggulir layarnya, enggan menanggapi ucapan perempuan itu.

Kyra mendengus. Sebal karena merasa diabaikan.

"Bagaimana keputusan kamu akhirnya?" Ditto memulai percakapan setelah sesaat, memastikan tidak ada yang mendengar, baik mama, papa maupun adiknya. "Kamu harus cepat mengambil keputusan. Kasihan Mama berharap banyak."

Kyra tidak suka pada nada bicara laki-laki itu. Ketus, dingin, tidak menyenangkan untuk didengar. Tapi yang diucapkannya -sialnya- selalu benar. Ia tidak bisa terus mengulur waktu. Mama Mona bisa lebih kecewa andai jawabannya tidak sesuai harapan.

Harapan yang sudah terlanjur besar.

"Menurut Mas Ditto, kenapa mama mau aku jadi istri kamu? Maksudku ... there's nothing special about me. Mama Mona bisa dapat perempuan yang lebih oke untuk dijadikan menantu."

Ditto masih tidak memandang Kyra saat ia akhirnya meletakkan ponselnya. "Mungkin karena kamu sudah dianggapnya seperti anak mama."

Kyra mengernyit. "Kalau begitu, tetap nggak make sense. Sekalipun Mama Mona punya menantu, aku akan tetap bisa jadi anak angkatnya kok."

Ditto mengendikkan bahu. "Aku nggak tahu secara pasti, kenapa mama ngotot ingin kamu yang jadi calon istriku. Padahal seperti yang kamu bilang, there's nothing special about you." Dan Kyra mencebik kesal mendengarnya -padahal Ditto hanya mengulang ucapannya sendiri. Lanjut Ditto, "Tapi aku pikir, selama itu membuat mama bahagia, aku tidak punya alasan untuk mengatakan 'tidak' dan menolak."

Ditto menatap Kyra. Dalam. Enggan beralih. Membuat tidak nyaman.

Kyra kalah, ia yang akhirnya sibuk mengalihkan pandangan ke berbagai sudut rumah. Lalu terhenti pada figura berisi fotonya bersama ayah dan ibu, ketika ia berusia lima tahun. "Kamu benar, Mas. Aku juga nggak bisa mengatakan 'tidak' pada keinginan mama Mona. Bagaimanapun, yang aku punya saat ini cuma mama Mona."

Lalu kini, Kyra menatap Ditto dan si laki-laki pun demikin.

Saling beratatapan. Lama. Dalam diam.

"Oke ... ayo kita menikah, Mas Ditto."

Ditto masih memandang, tidak bereaksi apapun. Seperti sengaja menunggu lanjutan kalimat dari mulut Kyra.

"Pernikahan yang memiliki tujuan demi menyenangkan hati Mama Mona. Pernikahan yang berbeda dari orang-orang. Pernikahan yang isinya hanya sebuah sandiwara."

Dio mengangguk pelan. Ia menyetujui.

"Terima kasih, Kyra."

Laki-laki itu berterima kasih karena walau Kyra menerima segalanya dengan sangat terpaksa, setidaknya, ia masih memikirkan mamanya. Bagi Ditto, itu sudah cukup.

Kyra menunduk, menatap kakinya yang sudah dibalut dengan perban; rapi. "Jangan berterima kasih, Mas. Aku nggak melakukan apapun yang pantas dapat ucapan terima kasih. Aku membohongi mama."

Ditto tidak menjawab.

"Dan ... Mas," Kyra berhasil membuat atensi Ditto dipenuhi dirinya. "Tolong bujuk mama untuk membuat pernikahan kita hanya dihadiri kerabat saja. Jangan sampai teman-temanku dan orang kampus tahu. Mas Ditto bisa 'kan mengusahakan itu?"

Untuk beberapa detik yang dilewati dengan diamnya Ditto, membuat Kyra merasa menanti begitu lama. Hatinya berdebar, tapi bukan karena jatuh cinta. Debaran itu lebih mirip rasa takut. Karena ia akan melakukan hal yang tidak lumrah, tidak mudah dan memiliki resiko yang besar di dalamnya.

Termasuk dengan kehilangan Ikri.

"Iya, aku akan mengusahakan itu."

Lalu malam itu, lewat tatap-tatap yang lama dan lekat, keduanya bersepakat. Menjalani sebuah takdir yang ceroboh dan tidak patut ditiru. Membohongi orang tua dengan dalih membahagiakannya.

^^^^

Segalanya terasa cepat, seperti memang sudah dipersiapkan dengan matang oleh semesta. Bagaimana malam itu, Kyra dan Ditto mengejutkan sang mama dengan permintaan mereka terkait pernikahan yang sederhana. Berlanjut seminggu kemudian, setelah berbagai urusan berkas-berkas terselesaikan, keduanya akan bersanding di pelaminan.

Tak terlalu ramai, hanya kerabat dan tetangga sekitar yang diundang. Plataran Kinandari, di 15 Januari 2024 itu, nama Kyra dan Ditto yang menghiasi kaca akrilik berhias bunga di pintu masuknya. Nyatanya, Mama Mona tidak membiarkan permintaan keduanya terkabul dengan mudah. Tak ada sederhana seperti yang diminta, ia tetap dengan senang hati merogoh kocek lebih dari 70 juta rupiah dengan kapasitas tamu 50 orang, untuk hanya sekedar menyewa area outdoor di daerah Cilandak tersebut.

Ditto hanya bisa menghela napas; tak protes. Mamanya senang, bagi Ditto, lagi dan lagi, itu sudah cukup. Yang terpenting sekarang, janjinya pada Kyra untuk tidak mengundang banyak tamu -terutama orang kampus- terlaksanakan.

"Bagaimana, pengantin? Sudah siap?"

Pak penghulu bertanya pada Ditto yang nampak tenang dalam balutan beskap berwarna putih. Tidak terlihat, aura deg-degan di wajahnya sama sekali.

"Sudah, pak," jawab Ditto tenang.

"Mempelai perempuan ... sudah siap?"

Kini Pak penghulu, mengalihkan tanya pada Kyra. Perempuan berkebaya putih yang ayu dalam balutan siger sunda itu mengangguk pelan lantas tersenyum. Sebuah senyuman, yang diam-diam Ditto lihat, dengan ujung matanya.

Lalu dalam hati, laki-laki itu setuju dengan celotehan adiknya sekitar setengah jam lalu.

"Kyra cantik banget hari ini, Mas. Kalau aku yang lahir duluan dari Mas Ditto, kayaknya aku deh yang bakalan dijodohin sama dia. Dan kalau lagi mode waras kayak hari ini, Kyra memang cantik banget."

Dan Ditto setuju pada kalimat, Kyra cantik banget hari ini.

"Karena semua sudah siap, bisa kita mulai?"

Kyra dan Dito, juga para saksi menyetujui. Lalu setelahnya, Pak penghulu mulai menjabat tangan Ditto, melantunkan ijab qabul.

Hati Kyra -khususnya hari ini- sangat sedih sekali. Hal paling bersejarah dalam hidupnya, ia jalani tanpa kedua orang tua sekaligus untuk sebuah sandiwara, sebuah kepura-puraan. Padahal, yang jadi saksi bukan hanya manusia, melainkan malaikat-malaikat di langit yang tidak bisa dilihat oleh mata.

Kyra lantas mendengar sahutan suara Ditto. Menyebutkan namanya lengkap bersama nama mendiang sang ayah. Ucapan yang diluahkan dengan lantang, tegas dan penuh keyakinan. Dan Kyra semakin tercubit. Pedih sekali.

Pernikahan ini tidak berlandaskan cinta. Baik ia sendiri, tentu juga dengan si laki-laki. Mereka sama-sama terlampau mencintai Mama Mona dan mengutamakan kebahagiaan perempuan paruh baya itu di atas perasaan mereka masing-masing.

Terlebih untuk Kyra, yang di pundaknya bertumpuk hutang budi.

Hutang budi yang menyelamatkannya dari kesepian, kesendirian bahkan ... kematian.

Lalu setelahnya, terdengar sahutan suara para saksi yang mengatakan 'saaaaaahhh~' dengan riang dan penuh senang. Disesaki oleh ucapan lega dari yang menyaksikan dan doa-doa penuh pengharapan.

"Ayo, silakan. Mempelai wanita untuk mencium tangan suaminya."

Suami?

Kyra menatap laki-laki itu lekat. Pada matanya yang bulat dan selalu menatap sambil menilai, pada bibirnya yang seringkali membuat dia sebal karena kata demi kata yang terlewat sinis dan galak, lalu berhenti pada jemari tangannya yang ia raih. Ia kecup. Pelan dan lamat-lamat.

Satu, dua, air matanya menetes di punggung tangan laki-laki itu. Anehnya, tanpa pernah berkoordinasi soal ini sebelumnya, secara alamiah, Ditto menepuk-nepuk punggung Kyra lembut; mencoba menenangkan.

"Silakan mempelai laki-laki, dicium kening istrinya."

Ditto mendekat, mengecup kening Kyra saat perempuan itu spontan menutup matanya rapat. Lalu debar-debar jantung yang sebelumnya terasa tidak mungkin, sesaat saja, mendadak mampir.

Terlepas dari keduanya menjalani pernikahan ini hanya untuk bersandiwara, tetap saja, ini momen yang sakral. Bisa membuat siapapun terenyuh, termasuk hati sekeras batu seperti milik Kyra, atau perasaan sedingin kutub es milik Ditto.

"Selamat ya, nak. Selamat atas pernikahan kalian. Mama senang sekali melihat Kyra dan Ditto akhirnya akan saling menjaga sampai akhir hayat. Mama juga lega, sekarang Kyra nggak akan sendirian lagi. Akan ada yang selalu jagain Kyra, nemenin Kyra."

Mama Mona memeluk keduanya dan menangis penuh bahagia. Memaksa Ditto dan Kyra, turut riuh menitikkan air mata.

Mungkin karena perasaan bersalah.

Mungkin juga karena perasaan lega.

Entahlah.

^^^

To be continued

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 33

    CHAPTER 33Kata orang, regret, like a tail, comes at the end. Dia tidak memberi aba-aba di depan apalagi muncul. Selalu, setelah semunya terjadi, ia baru muncul untuk membuat manusia ingin berteriak kencang, mengutuk pada takdir lalu memohon agar waktu bisa diputar. Penyesalan selalu begitu.Kyra menyesal. Sangat.Ia seharusnya --sejak dulu-- tidak pernah mudah melepas pasang cincinnya. Toh, cincin yang dipakai di jari manis tidak selalu dianggap sebagai cincin pernikahan. Jadi sekalipun ia ingin menyembunyikan status pernikahan, ia tetap bisa dengan bebas memakai cincin itu. Sebab nyatanya, tidak ada satupun --dari temannya-- yang pernah menanyakan cincin yang kadang ia pakai dan kadang tidak itu.Benar. Seharusnya begitu."Mobil Ikri. Iya, mobil." Kyra akhirnya bangkit, mengempaskan penyesalan yang bercokol dan memilih berusaha menemukan benda kecil itu. Yang hilang entah di mana, di dunia seluas ini. "Aku harus telepon Ikri."Kyra bergegas turun dari lantai dua. Sesaat sibuk memang

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 32

    CHAPTER 32"Mas tunggu sebentar. Aku mau ngomong."Langkahnya kecil, jelas timpang bila mengejar langkah lebar milik Ditto. Ia tersaruk-saruk, mencoba menyamai laki-laki itu. Karena banyak sekali yang ingin ia ucapkan dan jelaskan, tentu saja. Sayangnya, Ditto memilih diam saja sampai akhirnya keduanya sampai di mana mobil Ditto di parkir."Mas." Kyra masih berusaha. Ia menahan lengan Ditto saat laki-laki itu memilih berjalan memutar dan membukakan Kyra pintu. "Aku harus jelasin sesuatu."Ditto masih diam. Ia hanya membuka pintu mobil menjadi lebih lebar, lalu melihat pada Kyra seolah menyuruh perempuan itu masuk tanpa suara. Dan pada akhirnya, dengan berat hati, Kyra menurut.Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Meniti jalan menuju rumah dengan sepi yang menyelubungi keduanya. Baik Ditto maupun Kyra, pada akhirnya tidak ada yang berusaha untuk menjadikan suasana menjadi ramai. Membiarkan saja satu-satunya suara yang ada di dalam mobil hanya alunan lagu Olivia Rodrigo dengan happier-

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 31

    Menanti seseorang itu sama seperti sedang berjalan di atas batu-batu kecil jalanan dengan bertelanjang kaki. Kulit bertemu permukaan kasar itu secara langsung. Rasanya tidak nyaman sekali.Ditto sedang berada dikeadaan itu detik ini. Dalam keadaan yang bercampur antara gelisah dan rasa was-was, sudah berulang kali ia melihat jam di dinding kafe dan pergelangan tangannya. Memastikan --sekali lagi-- bahwa jam tersebut sama.Sama-sama menunjukkan bahwa ia sudah empat jam lamanya menunggu. Sama-sama menunjukkan bahwa ia sudah menghabiskan dua gelas americano.Sama-sama menunjukkan bahwa Ditto sudah menyelesaikan tiga komik selama kurun waktu tersebut.Sekali lagi, ia menengok ke arah jendela besar yang menghadap ke halaman dan gerbang depan kafe. Di mana orang-orang yang datang dan keluar bisa dilihat dengan jelas. Mereka yang mengenakan kemeja, atau berambut panjang, atau tas berwarna pink.Dari sekian banyak itu, tidak ada satu di antaranya sosok itu adalah Kyra Aruma Wahid. Ia lalu me

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 30

    Hari yang mendebarkan itu datang lebih cepat dari dugaannya. Tahu-tahu, ia sudah berada di panggung sambil memegang gitar bersama dengan Nindy --yang menyanyi-- dan menampilkan perpaduan yang menarik antara musik dan rupawan yang enak dipandang. Keduanya berhasil membawakan dua lagu dan menyeret penonton dalam euforia. Apalagi di lagu terahir itu, mereka berdua berduet dengan Sheila on 7 yang semakin memeriahkan suasana.Semua berjingkrak, mengikuti hentak-hentak musik.Semuanya bergembira dan menyanyi.Semuanya, kecuali Ditto. Yang hanya berdiri sambil terus memandang ke arah Kyra dengan lengkungan senyuman yang tak pernah surut. Seolah, hiruk pikuk di sekelilingnya hanya desau angin. Tidak mengganggunya untuk terus menjadikan Kyra satu-satunya objek mata.Mungkin karena Kyra dengan rambut terurai, sedikit keringat yang meremang, dan memetik gitar adalah perpaduan yang sangat seksi. Atau mungkin karena --sesekali-- perempuan itu juga menatapnya. Dan tersenyum.Ah, entahlah. Ditto ti

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 29

    Ia mungkin tidak bisa mengamuk di kampus setelah dengan seenaknya didaftarkan pada seleksi tersebut. Bagaimanapun, ia masih ingin merahasiakan pernikahan itu dari siapapun manusia-manusia kampus, terlebih pacarnya, Zikri Ananda. Jadi setidaknya, butuh tiga jam sampai semua mata kuliah selesai dan ia kembali ke rumah. Untuk bertatap muka degan laki-laki itu. Dan meledak di sana."Kan aku sudah bilang nggak bisa, Mas!" Kyra menghentikan langkah Ditto saat akan menaiki anak-anak tangga. "Aku tuh nggak suka tampil di hadapan banyak orang."Ditto yang sebelumnya nampak terkejut karena tiba-tiba dihentikan oleh Kyra --yang entah datang dari mana-- akhirnya memilih menarik tangan perempuan itu dan membawanya duduk. Meski, ada yang aneh dengan duduk yang dimaksud."Lepasin, Mas. Aku mau ngomong serius.""Go ahead and talk."Kyra memukul bahu Ditto meski tak benar-benar bisa disebut memukul. Karena cenderung pelan. "Gimana mau ngomong kalau aku malah duduknya kayak begini," protes Kyra. "Aku b

  • ISTRI RAHASIA DOSEN MUDA   Chapter 28

    "Hai, i made you breakfast. Kamu hari ini masih belum ke kampus, kan?"Saat itu, ketika Ditto membuka pintu, untuk sesaat ia terpaku. Yang pertama dilakukannya adalah menoleh ke belakang, ke anak-anak tangga menuju lantai dua. Lalu setelah memastikan hal tersebut, Ditto kembali menoleh pada perempuan yang sudah menunjukkan sebuah paper bag berwarna cokelat di hadapannya."Oh, hai. Jadi ... kamu repot-repot sekali. Padahal aku sudah biasa memasak kok."Perempuan itu Nona Anjani Ratri. "Aku pikir kamu masih tinggal sama ibu kamu. Ternyata, bujang ini sangat mandiri ya," kekehnya pelan. "Aku boleh masuk, kan?"Benar. Dia Nona Anjani Ratri.Sejatinya Ditto ingin mengatakan tidak pada pertanyaan tersebut. Namun ternyata itu lebih sulit dari yang dibayangkan. Hingga yang dilakukannya --tentu saja, as always-- membuka pintu lebih lebar dan mempersilakan perempuan itu duduk di sofa."Biar aku saja yang ambil piringnya."Ditto benar-benar terlalu terkejut dengan sikap Nona. Ia yang baru saja

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status