Setelah mengetahui jika dirinya hamil, Kiara berusaha untuk tetap bertahan dengan rasa tidak nyaman akibat mual yang terus terjadi. Sehingga pertahanan tubuhnya kalah, saat berjaga di toko bunga ia jatuh pingsan.
Kiara dilarikan ke rumah sakit dan mendapat perawatan di bantu oleh wanita tua pemilik toko. Saat wanita tua itu keluar dari ruang perawatan, ia terkejut karena tiba-tiba saja seorang pria berwajah asing datang menghampirinya.
“Permisi, Nyonya, apa saya boleh bertanya?” Alex menatap dengan lekat.
“Ya, silahkan. Apa yang ingin anda tanyakan?” Rose, menatap Alex tak penuh selidik.
“Saya Alexander Marcow. Saya kemari untuk menjemput Kiara, dia mengandung dara daging saya.” Alex tidak suka bertele-tele, ia ingin secepatnya membawa Kiara pergi.
“Apa buktinya? Selama ini dia hanya seorang diri dan berjuang keras untuk hidupnya.” Rose tidak mau kalah. Ia tahu bagaimana Kiara berjuang, bekerja tanpa lelah untuk bisa bertahan.
“Biarkan saya masuk, dia akan mengenali saya.” Kelemahan Alex adalah bukti, ia sama sekali tidak memiliki apapun untuk membuktikan jika Kiara mengenalnya.
Rose tidak percaya begitu saja, namun melihat Alex yang terus menatap ruangan itu dengan tatapan sendu, akhirnya Rose mengajaknya masuk.
“Kiara.” Panggil Rose.
“Ya, Rose? Ada apa? Kenapa kamu kembali, bukankah kamu akan menutup toko.” Rose menghampiri Kiara, sedangkan Alex masih berdiri di ambang pintu.
“Ada yang ingin bertemu denganmu.” Wanita itu melirik ke arah pintu, dalam hati ia berdoa semoga Alex bukanlah orang jahat.
“Denganku?” ulang Kiara. “Tapi siapa Rose?”
Kembali Kiara melirik ke arah pintu, dalam hati ia bertanya-tanya, apa mungkin Bima yang datang untuk menjemputnya? Namun yang ia lihat justru bayangan seseorang bertubuh tinggi, sampai akhirnya sosok Alex muncul.
“Aku!” suara barithon itu cukup mengejutkan Kiara.
Untuk sesaat Kiara terdiam, ia menatap pria bertubuh tinggi dengan jambang tipis di wajahnya, sama persis seperti hari itu. Ya! Alex tetap sama dengan gayanya yang cool dan rapi. Bahkan Kiara terpana dengan penampilan pria itu.
“Apa kamu mengenalnya, Kiara?” tanya Rose, wanita itu menatap Kiara dengan lekat, mencoba melihat rasa takut atau kekhawatiran, namun ia sama sekali tidak merasakannya.
“Iya, aku mengenalnya. Rose, bisa tolong tinggalkan kami berdua. Aku ingin bicara dengannya.” Kiara melirik Alex dengan begitu tenang. Ia bingung harus bersikap seperti apa, di saat ia berharap untuk mati Alex justru hadir seperti malaikat yang akan mengakhiri mimpi buruknya.
Setelah Rose pergi, Kiara menatap Alex penuh tanya. Bagaimana tidak, pria itu tiba-tiba saja datang di hadapannya dengan begitu sempurna, saat ia merasa jika hidupnya sama sekali tidak berarti.
"Dari mana kamu tahu aku ada di sini? Lalu apa tujuanmu mencariku, Alex?" pertanyaan itu keluar begitu saja, setidaknya Kiara tahu apa keinginan pria yang sekarang berdiri di hadapannya itu.
Tidak ada senyum di wajah pria itu saat menatap Kiara dengan penampilan yang sangat sederhana. Bahkan Alex yakin jika bobot tubuh Kiara berkurang banyak, sejak terakhir mereka bertemu. Alex maju beberapa langkah.
"Kau hamil dan itu anakku!" seru Alex tak terbantahkan.
Kiara terkejut, matanya terbelalak dengan sempurna mendengar perkataan Alex, tidak ada orang lain yang tahu mengenai kehamilannya. Namun hal itu tidak berlangsung lama, Kiara kembali membuat ekspresinya terlihat normal.
"Kenapa kamu berpikir jika ini adalah anakmu?" Kiara memperbaiki posisi duduknya agar terlihat kuat. “Kita tidak saling mengenal dan tidak pernah bertemu kembali setelah hari itu, bisa saja aku sudah menikah.”
“Kau lebih tahu jawabannya, Kiara.” Alex masih menatap Kiara yang sekarang memalingkan wajahnya.
“Ini bukan anakmu!” Kiara belum bisa mengakuinya, ia ingin sejauh mana Alex yakin jika janin itu adalah darah dagingnya.
"Karena kamu hanya pernah tidur bersamaku dan itu adalah yang pertama untukmu!" Tegas Alex.
Kiara kembali memalingkan muka, ia tidak mungkin lagi untuk mengelak karena semua yang dikatakan oleh Alex semua benar. Sekarang tidak ada lagi alasan untuk Kiara berbohong.
“Apa selama ini kamu memata-mataiku?” tanya Kiara pelan. Namun Alex sama sekali tidak menjawabnya.
"Ikutlah denganku! Kita menikah dan balas semua rasa sakit hatimu!" Alex menggenggam tangan Kiara yang sekarang terpasang infus.
"Aku mampu berdiri dengan kakiku sendiri!" Di sisi lain, Kiara sangat bahagia atas kehadiran Alex, namun di sisi lain ia khawatir jika kembali salah mengambil keputusan.
"Kau yakin?" Tanya Alex. "Tapi aku akan tetap membawamu, dengan atau tanpa seizinmu!" ucapnya dengan penuh penekanan.
“Ikut bersamaku dengan sukarela, atau aku akan memaksamu!” perkataan itu lebih cocok sebagai ancaman daripada perintah menurut Kiara.
Entah harus bahagia atau sedih, Kiara masih bingung dengan dirinya sendiri, hormon kehamilan benar-benar membuatnya dilema. Di satu sisi ia ingin mempertahankan egonya, namun di sisi lainnya ia membutuhkan sosok ayah untuk anaknya.
Kiara masih membisu, ia masih butuh waktu untuk berpikir sebelum mengambil keputusan. Selain itu, Kiara sama sekali tidak mengenal siapa Alex. Bagaimana jika pria itu adalah seorang penjahat atau mafia kejam. Apa yang akan terjadi padanya nanti.
"Berikan aku waktu."
"24 jam!” ucap Alex. “Besok, di jam yang sama aku akan kembali!" Alex merogoh saku jas dan mengeluarkan kartu nama beserta sebuah ponsel. Tanpa bicara sepatah katapun ia pergi begitu saja.
***
Sesuai dengan perkataannya, Alex kembali di jam yang sama dengan penampilan yang lebih santai. Namun hal itu membuatnya terlihat semakin sempurna sebagai seorang pria.
“Apa jawabanmu?” Alex langsung mengajukan pertanyaan yang membuat ia tidak bisa tidur semalaman. Bukan karena cinta, melainkan darah daging yang sekarang tumbuh dalam rahim milik Kiara.
“Aku akan pergi bersamamu. Tapi—“ Kiara terdiam sesaat, ia merindukan ayahnya. “Aku ingin bertemu dengan ayahku dulu sebelum kita menikah.”
“Untuk bertemu dengan ayahmu kita harus pergi ke Indonesia dan menunggu waktu yang tepat. Bima tidak bisa kita temui.” Alex sangat yakin jika Kiara sama sekali tidak tahu apa yang terjadi pada ayahnya.
Anak buah Alex mengatakan jika Kiara mendapat kabar mengenai ayahnya yang jatuh sakit dari seorang teman lamanya. Namun sayang, Rama menyumpal mulut teman Kiara agar tidak lagi memberikan kabar pada wanita itu.
“Ayahku jatuh sakit. Tapi dia baik-baik saja sekarang.”
Mendengar itu Alex hanya memberikan senyum mengejek pada Kiara yang begitu polos dan percaya pada orang lain dengan begitu mudah.
“Leo Andreas! Kau pikir dia baik?” Alex menunggu reaksi Kiara. “Dia lawan, bukan kawan, Kiara!”
“Bagaimana mungkin?” Kiara menggelengkan kepalanya pelan. Ia tidak percaya.
“Itu mungkin saja, karena Rama yang sekarang duduk di singgahsana milik ayahmu. Dia jadi penguasa setelah menikah dengan Bella.” Alex tahu semuanya.
Kiara menatap Alex dan berusaha untuk mencari kebohongan dari setiap perkataannya. Sampai berbagai pertanyaan mulai bercokol dalam kepalanya yang mulai terasa berdenyut nyeri.
“Jangan coba-coba untuk menipuku, Tuan Alex. Jangan pernah!” Ada kemarahan dalam nada bicara Kiara kali ini. Bahkan Alex bisa melihat jika tangan Kiara mengepal kuat hingga infus itu sedikit mengeluarkan darah.
Alex tertawa. “Keuntungan apa yang aku dapatkan dengan menipumu?”
“Buka matamu! Selama ini mereka hanya menjadikanmu dan Bimia sebagai boneka mainan.”
Alex mengurai kepalan tangan Kiara dengan pelan. Ia sadar jika sekarang Kiara mulai terpancing, satu demi satu ingatannya mengenai Soraya dan Rama berkelebat. Semua yang terjadi benar-benar menyakiti hatinya, mereka yang terlihat baik ternyata menusuknya, bahkan dari depan dan secara terang-terangan.
“Tolong selamatkan ayahku dari mereka! Sebagai balasannya aku siap menikah denganmu.” Tidak ada keraguan sedikitpun dalam sorot mata Kiara.
“Good girl! Kita akan pergi hari ini juga!”
“Lalu ayahku?” Kiara tidak ingin jatuh dilubang yang sama, ia harus bisa memastikan jika sang ayah akan selamat.
“Anak buahku akan mengurus semuanya!”
Kiara akhirnya mengangguk, meskipun hatinya masih belum tenang karena belum ada bukti nyata yang menunjukkan jika Alex bisa menyelamatkan Bima dari manusia-manusia seperti Soraya.
“Tolong tunggu Rose kembali, aku ingin berpamitan dulu padanya. Dia adalah orang baik dan aku tidak mau menjadi manusia tidak tahu balas budi dengan pergi begitu saja.”
Alex hanya mengangguk pelan dan menghubungi anak buahnya untuk mulai bergerak. Kiara sudah setuju untuk pergi bersamanya dan anak buahnya akan langsung mengurus Bima dan membuat pria itu lenyap tanpa jejak.
“Jangan meninggalkan jejak sedikitpun!
“Aku akan pergi.” Alex mengatakan itu saat mereka sedang duduk berdua pagi ini.“Pergi? Kemana?” Kiara menghentikkan gerakan tangannya yang sedang memegang garpu. “Berapa lama kamu pergi?”Alex mengatakan kemana ia pergi. “Mungkin tiga hari, jika pekerjaan di sana tidak berjalan lancar kemungkinan aku akan lebih lama.”Kiara terdiam, ia merasa tidak rela jika Alex pergi. Ia sudah terbiasa dengan kehadiran suaminya itu, meskipun tidak selama 24 jam bersama. Hanya saja ia merasa kosong saat berjauhan. Ini mungkin cinta, namun Kiara selalu menyangkalnya karena bayangan pernghianatan Rama masih menjadi momok yang mengerikan untuknya.“Apa tidak bisa Jeremy saja yang pergi?” Kiara berusaha mencari jalan lain agar Alex tetap disisinya.“Sayangnya tidak bisa. Selama aku pergi, Bima akan menjagamu di sini, kalian bisa pergi ke beberapa tempat tentunya di temani Ken. Nikmati waktu kebersamaanmu dengannya, karena saat aku kembali Bima akan pulang.”Tidak ada protes lagi, yang dikatakan oleh Al
“Kiara.” Suara yang sangat dirindukan Kiara terdengar nyata ditelinganya.Kiara belum berbalik, ia masih menatap Alex yang tetap dengan ekspresi santai. Ketika Alex melihat ke sumber suara, barulah ibu hamil itu mengikuti arah pandangannya.“A-ayah.” Kiara sedikit gugup. Ia kembali menatap suaminya penuh tanya. Melihat binar kebahagiaan di mata istrinya, Alex langsung mengangguk dan melepaskan genggaman tangannya.Dengan perasaan haru, Kiara berjalan pelan mendekati Bima yang sekarang terlihat baik dan sehat. Bahkan pria yang sudah dinyatakan mengalami stroke itu kini berdiri dengan tegap di hadapannya.“Aku merindukan ayah selama ini.” Kiara memeluk Bima, air matanya sudah tidak bisa dibendung lagi saat cinta pertamanya hadir di depan mata.“Ayah juga sangat merindukanmu, Nak. Maafkan ayah karena telah melakukan kesalahan besar padamu.”Kepala Kiara menggeleng kuat. “Lupakan hari itu!”“Kapan ayah datang kemari? Apa ini alasan kenapa ponsel ayah mati?” Kiara mengusap air matanya dan
Kiara cukup terkejut karena selama ini ia hanya tahun jika pria yang berstatus sebagai suaminya itu kaku. Namun malam ini hal itu lenyap. Alex memperlakukan Kiara dengan begitu lembut dan romantis.“Alex, siapa yang mengajarimu semua ini?” tanya Kiara pelan. “Maaf, tapi selama ini kamu sangat kaku dan—“Alex berdeham pelan. “Aku manusia. Kaku, bukan berarti tidak mampu untuk bersikap lebih baik.”Oke! Kiara salah bertanya.“Bukan seperti itu, kenapa selama ini kamu tidak pernah bersikap romantis. Aku menyukai malam ini.” Akhirnya pujian itu keluar, paling tidak malam ini mood keduanya harus terjaga.Alex hanya menatap istrinya sekilas kemudian kembali diam. “Lusa aku akan pergi. Ken akan berjaga 24 jam di rumah kita. Jangan pernah pergi tanpa meminta ijinnya selama aku tidak ada!”“Kamu akan pergi kemana?” Ada perasaan tidak rela mendengar pria itu berpamitan. Entahlah, setiap kali jauh dari Alex, Kiara merasa gelisah. “Berapa lama kamu pergi?”“Tiga hari!”Kiara hanya mengangguk, nam
Kiara tersenyum penuh arti. “Aku tidak akan merusak mimpimu, Barbara. Kau akan tetap bisa terbang tinggi, tanpa harus bersama Alex dan mengusikku!”Wanita itu hanya berdecak kesal, kemudian pergi dengan perasaan marah karena ia tidak bisa melawan Kiara. Wanita hamil yang ia anggap lemah ternyata bisa membuang ia kalah telak.Alex menatap wanita yang selalu mengusiknya itu dengan wajah datar, tidak ada rasa belas kasihan atau simpati. Apalagi saat sebuah fakta muncul dari tangan Kiara, membuat rasa tidak suka itu semakin nyata.“Alex, bisakah kamu mengatur agar Barbara menjauh tapi namanya bisa tetap eksis di dunia modeling. Itu lebih baik untuknya.”“Akan aku atur! Ayo kita pulang.”Kiara berdiri, kemudian mengambil benda elektronik miliknya yang sudah rusak tersebut. Alex terus saja memperhatikan tingkah istrinya, masih banyak hal yang belum ia mengerti dari sosok Kiara. Terlihat lemah, namun ternyata ada hal istimewa yang tidak pernah muncul jika bukan karena tekanan besar.“Ayo.” K
“Ingat, Kiara! Jika dia macam-macam, tekan tombol pada jam tangan ini!” Alex menatap ibu hamil itu dengan lekat.“Astaga, kamu sudah mengatakan itu sebanyak 10 kali, Alex. Kenapa kamu harus sekhawatir ini, tok kamu dan Jeremy juga akan ada di sana.”Ya! Alex akhirnya setuju dengan rencana Kiara yang ingin bertemu dengan Barbara. Meskipun sulit untuk mengatakan iya, tetap saja Alex kalah pada istrinya.“Aku hanya tidak ingin kamu melupakan hal penting!”Kiara tersenyum. “Aku tidak akan melupakan apa-apa, jadi jangan berlebihan. Lagu pula waktuku bertemu dengan Barbara hany 10 menit, sisanya aku akan pergi dan dia sendiri merenungi semuanya.”“Sebenarnya apa yang kamu rencanakan?” Alex masih penasaran karena Kiara menutup rapat rencananya.“Tidak ada!” jawab Kiara santai sambil menebar senyum.Alex hanya mengangguk dan tidak berniat memaksa istrinya. Ia melirik jam tangannya dan menganggukan kepalanya, mereka sekarang akan pergi ke rumah lama Alex, sengaja pria itu membuat janji temu di
“I love u.” Alex ingin sekali mengucapkan tiga kata itu, namun semua terkunci di tenggorokannya.“Tidak apa-apa, aku harap kamu tidak kecewa dengan batalnya kepergian kita ke Indonesia.” Alex kembali fokus pada pekerjaannya, ia berusaha untuk meredam semua debaran dalam dadanya.“Tidak masalah. Selama komunikasiku dengan ayah tidak dibatasi, rasa rindu itu bisa sedikit terobati.” Kiara tersenyum kemudian keluar dari ruangan Alex dan memilih kembali ke kamarnya yang sepi dan sunyi.Kali ini Kiara akan berpikir bagaimana cara untuk bisa menyingkirkan Barbara. Ia benci hidup terkekang seperti sekarang, meskipun ia memiliki segalanya namun bukan berarti ia akan rela bertahan selamanya dirumah dan tidak melihat dunia luar.Banyak hal yang ingin Kiara lakukan dimasa kehamilannya ini, paling tidak ia bisa memiliki kenangan indah jika suatu saat dipisahkan dari kedua putranya. Sampai detik ini hanya itulah yang Kiara pikirkan, berandai-anda pada hal yang seharusnya tidak ia pikirkan.“Barbara