Satu bulan kemudian ...
Pagi ini Kiara terbangun dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya, kepalanya terasa begitu berat karena ia pulang larut malam setelah ada pekerjaan tambahan di kafe tempat ia bekerja. Sejak semua fasilitasnya dicabut, Kiara langsung diberhentikan oleh perusahaan tempat ia bekerja. Semua atas perintah dari Bima.
“Sepertinya aku kelelahan, pekerjaan semalam sangat banyak.” Kiara berusaha untuk duduk, diam sejenak sampai rasa pusing di kepalanya sedikit berkurang.
Ia menarik laci dan mengambil sebuah botol obat dan meminumnya satu butir. Sejak ia kembali ke London, semua berubah. Ia tidak lagi ditinggal di apartemen milik sang ayah dan menyewa sebuah kamar untuk dirinya. Bekerja keras demi kelangsungan hidupnya dan ia bisa bertahan sejauh ini.
“Ayo Kiara! Bukan waktunya untuk bermalas-malasan, kamu harus bisa hidup nyaman di sini. Aku harus bisa membuktikan pada papah dan manusia toxic itu.” Kiara bangkit dan membersihkan diri, hari ini ia akan bekerja di sebuah toko bunga hingga pukul 12.00 siang.
Namun hal serupa kembali terjadi, kepalanya kembali sakit dan perutnya bergejolak. Satu minggu terakhir Kiara merasakan hal tersebut, ia hanya beranggapan hal itu wajar karena ia kelelahan selama bekerja. Pola makannya pun tidak sebaik dulu, hal itu menjadi penyebab asam lambungnya naik, pikirnya.
“Sepertinya aku harus pergi ke dokter. Lambungku bermasalah karena pola makanku berantakan.” Bibirnya berkata demikian, namun hatinya mulai dilanda rasa khawatir.
Dengan sangat terpaksa Kiara libur bekerja hari ini, ia benar-benar harus pergi memeriksakan dirinya. Namun saat melihat kalender kecil yang ia simpan di atas meja jantungnya seperti berhenti berdetak.
“Tidak!” Kiara menggelengkan kepalanya. “Tidak mungkin aku hamil!” Untuk memutus keraguannya, Kiara membeli sebuah alat tes kehamilan. Beruntung tempat itu tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya sekarang.
“Semoga aku sakit dan bukan hamil!”
Kiara memejamkan mata saat mencoba alat tes kehamilan tersebut. Rasanya ia tidak sanggup untuk melihat kenyataan yang ada di hadapanya. Sebelum benar-benar membuka mata, Kiara menarik napas begitu dalam untuk menerima kenyataan apa pun yang ada.
Melihat garis dua pada alat tes kehamilan tersebut tubuh Kiara lemas seketika. Tangannya bergetar hebat dan ia menangis seorang diri.
“Ga-garis dua. A-aku hamil, bagaimana mungkin? Aku hanya melakukannya satu kali.” Kiara mengusap wajahnya dengan kasar.
Bayangan kedua orang tuanya melintas, ia yang selalu menjadi kebanggan Bima kini tidak ada bedanya seperti sampah. Hamil diluar nikah, yang lebih menyakitkan lagi adalah kemana Kiara harus mencari pria itu.
Untuk beberapa saat Kiara hanya diam dengan tatapan kosong, hampa dalam kebingungan. Kemana ia harus mengadu dan meminta pertolongan, sampai terbersit dalam kepalanya untuk melenyapkan janin tersebut.
“Aku tidak bisa melakukan itu. Tidak! Anak ini sama sekali tidak bersalah.” Kiara bangkit, ia akan segera pergi ke dokter untuk memeriksakan kandungannya. Ia masih memiliki sisa tabungan.
Kiara pergi menggunakan taxi, ia berharap kehamilannya tidak bermasalah, karena untuk bisa bertahan ia harus bekerja keras.
Tanpa Kiara sadari, selama satu bulan terakhir setiap gerak-geriknya selalu diawasi oleh anak buah Alex. Ya! Pria itu ternyata tidak melepaskan Kiara begitu saja, namun bertahannya perempuan itu tidak lepas dari campur tangan Alex.
“Hallo, Tuan! Dia pergi ke sebuah rumah sakit. Sepertinya dugaan anda benar.”
‘Aku ingin memastikan sendiri hasilnya!’
“Baik, Tuan!”
Mobil itu terus melaju mengikuti Kiara yang sekarang benar-benar berada di rumah sakit. Bersama seorang wanita, ia keluar dan mendekati tempat Kiara duduk.
Tidak lama kemudian seorang suster keluar dan meminta Kiara masuk. Pria itu hanya mengamati sekeliling. Dengan sabar ia menunggu sampai Kiara keluar dengan sebuah map kecil berwarna biru. Pria itu masuk dan memberi isyarat pada wanita itu untuk ikut bersamanya.
Sementara itu, Alex yang baru saja tiba di kota kelahirannya tersenyum melihat sebuah notifikasi di ponselnya. “Panggil Jeremi kemari!”
“Baik, Tuan!”
Sebagai pria yang belum menikah Alex berharap menemukan seorang wanita yang bisa menggetarkan hatinya. Serta bisa memberikan ia keturunan yang baik. Semua itu ia dapatkan dari Kiara, wanita polos yang terluka karena dihianati kekasihnya sendiri.
***
Satu jam kemudian ...
“Permisi, Tuan, Jeremi sudah sampai.”
Alex hanya mengangguk dengan gaya pongahnya. Ia tersenyum tipis melihat Dokter tampan yang sejak lama menjadi salah satu kepercayaannya. Selain Dokter pribadi, Jeremi juga merupakan salah satu penasehat Alex.
“Kali ini wanita mana yang akan masuk dalam daftar hitammu, Alex? Aku lelah berhadapan dengan mereka.” Jeremi tidak basa-basi, ia sudah sangat mengenal seperti apa seorang Alex.
Mendengar itu Alex sama sekali tidak tersinggung. “Apa kau akan bekerja sambil berdiri, Jeremi? Duduklah, aku rasa sofa mahalku tidak akan menolak untuk kau duduki.”
“Periksa berkas ini dan bacakan hasilnya!” Alex menjadi tidak sabaran, ia membalikkan laptop miliknya pada Jeremi. Tidak ada basa-basi, kali ini Alex benar-benar penasaran dan berharap hal baik.
“Wow! Apa sekarang kau sudah menemukan wanita pujaanmu? Aku jadi penasaran seperti apa dia.” Jeremi kembali tertawa karena nama ‘Kiara Larasati’ begitu jelas di sana.
Wajah pria itu tiba-tiba saja berubah serius, senyum mengejek yang sejak awal ia tunjukkan kini lenyap tidak terlihat lagi.
“Apa hasilnya?” tanya Alex.
“Dia hamil, usia kehamilannya 9 minggu. Ada kemungkinan ia mengandung bayi kembar. Jadwal pemeriksaan selanjutnya adalah tiga minggu ke depan.” Jeremi menatap Alex penuh tanya.
Alex terdiam mendengar penjelasan Jeremi. Ada perasaan aneh yang muncul secara tiba-tiba, membuat pria itu kehilangan kata-kata.
“Siapa dia? Apa aku pernah bertemu dengannya?” desak Jeremi.
Alex hanya menggelengkan kepalanya. “Bukan siapa-siapa.”
Menurut Alex, belum waktunya Jeremi mengetahui semuanya. Ia harus menyusun rencana lebih dulu untuk bisa membawa Kiara ke istananya. Wanita itu mengandung darah dagingnya, tidak boleh ada yang kurang dalam kehidupannya.
“Alex! Dimana dia?” Jeremy sangat penasaran karena tidak biasanya Alex mencari tahu suatu hal mengenai wanita.
“London!” jawab Alex santai.
Pria bertubuh kekar itu menatap Jeremy dengan tajam, berharap mendapatkan sebuah ide untuk bisa membawa Kiara. Melihat sikapnya saja Alex sudah mengerti jika Kiara adalah wanita terhormat, hidup dengan didikan yang baik.
“Apa dia bersama keluarganya?”
Alex hanya menggeleng, ia tahu semua yang terjadi pada Kiara dan keluarganya. Bahkan mengenai kondisi Bima pun Alex tahu.
“Sebelum kau menyesal, segera bawa dia kemari!” seru Jeremy.
“Jemput Kiara!” perintah Alex pada anak buahnya.
“Hey, Dude! Harusnya kau yang melakukan itu, bukan anak buahmu!” Jeremy menggelengkan kepalanya. Ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Alexander.
“Ayolah Alex, wanita itu memiliki urusan denganmu. Jika anak buahmu yang pergi, belum tentu dia mengenali mereka dan mau mengikuti semua sesuai perintahmu.”
“Kau benar, aku akan pergi sendiri!”
“Aku akan pergi.” Alex mengatakan itu saat mereka sedang duduk berdua pagi ini.“Pergi? Kemana?” Kiara menghentikkan gerakan tangannya yang sedang memegang garpu. “Berapa lama kamu pergi?”Alex mengatakan kemana ia pergi. “Mungkin tiga hari, jika pekerjaan di sana tidak berjalan lancar kemungkinan aku akan lebih lama.”Kiara terdiam, ia merasa tidak rela jika Alex pergi. Ia sudah terbiasa dengan kehadiran suaminya itu, meskipun tidak selama 24 jam bersama. Hanya saja ia merasa kosong saat berjauhan. Ini mungkin cinta, namun Kiara selalu menyangkalnya karena bayangan pernghianatan Rama masih menjadi momok yang mengerikan untuknya.“Apa tidak bisa Jeremy saja yang pergi?” Kiara berusaha mencari jalan lain agar Alex tetap disisinya.“Sayangnya tidak bisa. Selama aku pergi, Bima akan menjagamu di sini, kalian bisa pergi ke beberapa tempat tentunya di temani Ken. Nikmati waktu kebersamaanmu dengannya, karena saat aku kembali Bima akan pulang.”Tidak ada protes lagi, yang dikatakan oleh Al
“Kiara.” Suara yang sangat dirindukan Kiara terdengar nyata ditelinganya.Kiara belum berbalik, ia masih menatap Alex yang tetap dengan ekspresi santai. Ketika Alex melihat ke sumber suara, barulah ibu hamil itu mengikuti arah pandangannya.“A-ayah.” Kiara sedikit gugup. Ia kembali menatap suaminya penuh tanya. Melihat binar kebahagiaan di mata istrinya, Alex langsung mengangguk dan melepaskan genggaman tangannya.Dengan perasaan haru, Kiara berjalan pelan mendekati Bima yang sekarang terlihat baik dan sehat. Bahkan pria yang sudah dinyatakan mengalami stroke itu kini berdiri dengan tegap di hadapannya.“Aku merindukan ayah selama ini.” Kiara memeluk Bima, air matanya sudah tidak bisa dibendung lagi saat cinta pertamanya hadir di depan mata.“Ayah juga sangat merindukanmu, Nak. Maafkan ayah karena telah melakukan kesalahan besar padamu.”Kepala Kiara menggeleng kuat. “Lupakan hari itu!”“Kapan ayah datang kemari? Apa ini alasan kenapa ponsel ayah mati?” Kiara mengusap air matanya dan
Kiara cukup terkejut karena selama ini ia hanya tahun jika pria yang berstatus sebagai suaminya itu kaku. Namun malam ini hal itu lenyap. Alex memperlakukan Kiara dengan begitu lembut dan romantis.“Alex, siapa yang mengajarimu semua ini?” tanya Kiara pelan. “Maaf, tapi selama ini kamu sangat kaku dan—“Alex berdeham pelan. “Aku manusia. Kaku, bukan berarti tidak mampu untuk bersikap lebih baik.”Oke! Kiara salah bertanya.“Bukan seperti itu, kenapa selama ini kamu tidak pernah bersikap romantis. Aku menyukai malam ini.” Akhirnya pujian itu keluar, paling tidak malam ini mood keduanya harus terjaga.Alex hanya menatap istrinya sekilas kemudian kembali diam. “Lusa aku akan pergi. Ken akan berjaga 24 jam di rumah kita. Jangan pernah pergi tanpa meminta ijinnya selama aku tidak ada!”“Kamu akan pergi kemana?” Ada perasaan tidak rela mendengar pria itu berpamitan. Entahlah, setiap kali jauh dari Alex, Kiara merasa gelisah. “Berapa lama kamu pergi?”“Tiga hari!”Kiara hanya mengangguk, nam
Kiara tersenyum penuh arti. “Aku tidak akan merusak mimpimu, Barbara. Kau akan tetap bisa terbang tinggi, tanpa harus bersama Alex dan mengusikku!”Wanita itu hanya berdecak kesal, kemudian pergi dengan perasaan marah karena ia tidak bisa melawan Kiara. Wanita hamil yang ia anggap lemah ternyata bisa membuang ia kalah telak.Alex menatap wanita yang selalu mengusiknya itu dengan wajah datar, tidak ada rasa belas kasihan atau simpati. Apalagi saat sebuah fakta muncul dari tangan Kiara, membuat rasa tidak suka itu semakin nyata.“Alex, bisakah kamu mengatur agar Barbara menjauh tapi namanya bisa tetap eksis di dunia modeling. Itu lebih baik untuknya.”“Akan aku atur! Ayo kita pulang.”Kiara berdiri, kemudian mengambil benda elektronik miliknya yang sudah rusak tersebut. Alex terus saja memperhatikan tingkah istrinya, masih banyak hal yang belum ia mengerti dari sosok Kiara. Terlihat lemah, namun ternyata ada hal istimewa yang tidak pernah muncul jika bukan karena tekanan besar.“Ayo.” K
“Ingat, Kiara! Jika dia macam-macam, tekan tombol pada jam tangan ini!” Alex menatap ibu hamil itu dengan lekat.“Astaga, kamu sudah mengatakan itu sebanyak 10 kali, Alex. Kenapa kamu harus sekhawatir ini, tok kamu dan Jeremy juga akan ada di sana.”Ya! Alex akhirnya setuju dengan rencana Kiara yang ingin bertemu dengan Barbara. Meskipun sulit untuk mengatakan iya, tetap saja Alex kalah pada istrinya.“Aku hanya tidak ingin kamu melupakan hal penting!”Kiara tersenyum. “Aku tidak akan melupakan apa-apa, jadi jangan berlebihan. Lagu pula waktuku bertemu dengan Barbara hany 10 menit, sisanya aku akan pergi dan dia sendiri merenungi semuanya.”“Sebenarnya apa yang kamu rencanakan?” Alex masih penasaran karena Kiara menutup rapat rencananya.“Tidak ada!” jawab Kiara santai sambil menebar senyum.Alex hanya mengangguk dan tidak berniat memaksa istrinya. Ia melirik jam tangannya dan menganggukan kepalanya, mereka sekarang akan pergi ke rumah lama Alex, sengaja pria itu membuat janji temu di
“I love u.” Alex ingin sekali mengucapkan tiga kata itu, namun semua terkunci di tenggorokannya.“Tidak apa-apa, aku harap kamu tidak kecewa dengan batalnya kepergian kita ke Indonesia.” Alex kembali fokus pada pekerjaannya, ia berusaha untuk meredam semua debaran dalam dadanya.“Tidak masalah. Selama komunikasiku dengan ayah tidak dibatasi, rasa rindu itu bisa sedikit terobati.” Kiara tersenyum kemudian keluar dari ruangan Alex dan memilih kembali ke kamarnya yang sepi dan sunyi.Kali ini Kiara akan berpikir bagaimana cara untuk bisa menyingkirkan Barbara. Ia benci hidup terkekang seperti sekarang, meskipun ia memiliki segalanya namun bukan berarti ia akan rela bertahan selamanya dirumah dan tidak melihat dunia luar.Banyak hal yang ingin Kiara lakukan dimasa kehamilannya ini, paling tidak ia bisa memiliki kenangan indah jika suatu saat dipisahkan dari kedua putranya. Sampai detik ini hanya itulah yang Kiara pikirkan, berandai-anda pada hal yang seharusnya tidak ia pikirkan.“Barbara