Pandu sampai di rumahnya dan Ghiana saat hampir tengah malam, laki-laki itu sudah kehabisan akal untuk bertahan di rumah Maira tanpa membuat istri rahasiannya itu besar kepala. Pandu menyampirkan jas kerjanya di lengan sebelum membuka pintu kamarnya yang temaram.
“Wah, kamu lagi ngerayain sesuatu Ghi?” tanya Pandu melihat Ghiana di kelilingi botol anggur, makeup di wajah perempuan itu berantakan.
“Kamu melakukannya mas?” tanya Ghiana dengan suara serak?”
“Melakukan?”
“Kamu tidur sama pelayan sialan itu?” Pandu tersenyum miring sembari membuka kancing-kancing kemeja.
“Gimana aku bisa nolak kan? Dia cukup cantik untuk sekedar jadi alat pelepas penat”
“Mas!”
“Jangan salahkan aku, kamu yang ngasih pelayan itu kesempatan untuk ngegoda suami kamu ini.”
“Aku kirim dia bukan untuk kamu tiduri!”
“Oh, ayolah Ghi. Ini bukan k
“Jadi lo enggak yakin bisa lolos?” Maira yang sedang menggigiti sedotan minumannya menganggukan kepala lemas, perempuan itu baru saja menyelesaikan wawancara kerjanya satu jam yang lalu dan sekarang sedang menikmati makan siangnya tanpa gairah bersama Sam.“Jangan pesimis lah, pasti lolos.” Ucap Sam sembari meringis lucu, Maira jelas akan lolos karena Pandu sendiri yang menjaminnya.“Susah banget ya sekedar mau jadi tukang bersih-bersih di kota.” Ratap Maira, perempuan itu sama sekali tidak keberatan dengan jabatan sebagai cleaning service yang di tawarkan Sam. Ia cukup tau diri, dengan latar belakang Pendidikan dan pengalamannya pekerjaan itu adalah pekerjaan terbaik yang bisa ia dapatkan untuk mencari uang tambahan.“Udah, enggak usah terlalu di pikirin. Kalau memang yang ini enggak dapet, nanti gue bantu cari kerjaan yang lain.” Maira kembali menganggukan kepala, perempuan itu mulai menyantap bakso malang di man
Pandu membatalkan niatnya untuk keluar, laki-laki itu kembali duduk di kursi kebesarannya sembari bertopang dagu. Pandu seolah baru saja menyadari sikap tidak biasanya di kantin karyawan tadi. Sebenarnya ia sedang melakukan peninjauan, dan kantin adalah tempat peninjauan terakhirnya. Biasanya Pandu hanya akan mengamati dari jauh, menunggu laporan dan kemudian pergi.Tapi kali ini sosok Maira yang sedang duduk berdua dengan asisten pribadinya membuat Pandu gerah, laki-laki itu bahkan tidak bisa mendengarkan laporan dari pengelola kantin dengan jelas. Pandu meninggalkan laki-laki tua itu dan langsung melangkah menghampiri Maira dan Sam di meja mereka.“Sialan.” Desis laki-laki itu sembari menggebrak meja, Maira benar-benar berhasil mengusiknya. Pandu yang mulai kelabakan karena merasa tidak lagi mengenal dirinya sendiri mulai mengambil tindakan, di tekannya interkom yang langsung tersambung ke meja Dara dengan cepat.“Dar, booking kamar di hotel
“Selamat pagi semua, saya Maira. Karyawan baru di divisi cleaning, mohon bantuannya.” Maira memperkenalkan diri kepada rekan-rekan kerjanya, hari ini adalah hari pertamanya bekerja di perusahaan Sore Corporation.“Oke Maira, selamat bergabung dan mari bekerja dengan baik.”“Siap pak!”“Oke, kalau gitu saya tinggal ya. selamat bekerja.” Maira langsung mendekati salah satu perempuan yang akan menjadi partnernya hari itu.“Siap-siap Mai, kita bakalan bersihin ruangan paling atas.”“Iya mba.” Maira mencoba tidak gugup ketika harus memasuki kotak besar yang di sebut lift oleh rekan kerjanya.“Kamu ini beneran baru dateng dari kampung ya?”“Hehehe iya mba.”“Ck, hati-hati loh Mai. Kalau kamu keliatan banget polosnya nanti sering di kibulin orang.”“Hehe iya mba, enggak akan gitu lagi.” Pintu lift ter
Sam menguap di depan lift yang akan membawanya ke lantai paling atas Sore Corporation, di sampingnya Dara juga melakukan hal yang sama. Selama dua bulan ini rutinitas pagi mereka menjadi lebih cepat karena Pandu mendadak menjadi sangat rajin datang ke kantor. Sebenarnya, jam kerja mereka di mulai pukul sembilan pagi, akan tetapi belakangan ini jam kerja karyawan Sore Corporation lebih maju satu jam yaitu pukul delapan pagi. Mengikuti Pandu yang memang biasanya sudah ada di ruangannya di waktu tersebut.“Sampe kapan tuhan, gue harus bangun jam empat dini hari untuk nyatok sama dandan terus berdiri di depan lift jam setengah delapan.” Dara menggerutu, sejak Pandu selalu datang lebih awal Sam dan Dara berusaha mengimbangi atasannya itu dengan datang lebih pagi juga.“Gue ngantuk!”“Berisik Dar.”“Lo tau, orang-orang sibuk ngegosip kalau pak Pandu jadi rajin dateng awal ke kantor gara-gara adik lo yang selalu ke bagia
“Hei.. kalian beneran ada di dalem sana?” Pandu mengernyit, suara bisik-bisik seorang perempuan terus saja menganggu tidurnya.“Eng, makan yang tadi gimana rasanya? Kalian suka?” Pandu menajamkan telinga, tangannya juga mulai meraba sekeliling kasur khusus penunggu pasien untuk mencari ponselnya. Begitu berhasil menemukannya Pandu langsung melihat jam, pukul 01.00.“Haah, baik-baik ya kalian di sana. Sehat-sehat, enggak perlu khawatirin apapun karena keluarga yang ngasuh kalian nanti orang baik. Mereka juga punya banyak uang, jadi kalian enggak perlu takut kelaparan atau takut hidup di kejar-kejar rentenir hehehe.” Hening, Pandu lagi-lagi mengernyit. Ia penasaran kenapa suara Maira tidak lagi terdengar.“Pak pandu?”“Astaga!” Pandu langsung melonjak kaget saat mendengar bisikan pelan di telinganya, sejak tadi ia memang tidur dengan posisi membelakangi Maira.“Kamu mau bikin saya jant
Manja Jelita Grup “Hot News!” Dara menambahkan banyak tanda seru untuk menarik perhatian anggota grup.“Apaan? Ada apa?”“Gue punya kabar baru, guys. Tapi kalau kalian mau denger, masing-masing transfer dulu ke rekening gue. Seratus ribu.”“Si kampret!”“Dar! lo ah.” Dara terkikik membaca gerutuan teman-temannya, tapi apa pedulinya. Hidup itu keras.“Noh udah gue transfer.”“Yang lain belum, berarti gue personal chat aja ke lo ya Ndo?”“Ih si kampret, nih gue transfer.”“Dar..dar.. tiati karma lo.”“Ck, mau gosip enggak? Kalau mau transfer, kalau enggak diem aja.” ketik Dara dengan kesal.“Udah gue transfer.” Dara memeriksa satu persatu jumlah penghuni grup dan juga saldo yang baru masuk ke rekeningnya, setelah di rasa sama perempuan itu mulai membagikan ceri
“Mai! Ada titipan paket nih, buat lo.” Salah satu rekan kerjanya mengacungkan sebuah bungkusan makanan, Maira kembali bekerja setelah satu bulan beristirahat dengan total di rumah sakit dan satu minggu tambahan di rumahnya.“Loh, tapi aku enggak pesen makanan.”“Tuh, ada catetannya. Di liat aja, siapa tau gebetan baru lo. Hahaha.” Maira selalu mendapat ledekan seperti itu sejak kembali bekerja, terlebih lagi sejak ia tidak lagi pernah di minta membersihkan ruangan Pandu seperti dulu.“Jadi Maira ada main sama pak Pandu itu beneran ya?”“Kayaknya, buktinya sekarang dia udah enggak pernah lagi di minta ngebersihin lantai atas kan semenjak ibu Ghiana hamil.”“Duh, kasian. Langsung di buang gitu ya?”“Harus hati-hati nih, siapa tau Maira abis ini cari target baru.”“Bener, duh enggak nyangka ya. Waktu pertama dateng polos banget, enggak taunya doyan
“Maira! Astaga, akhirnya kamu sadar juga.” Sam langsung menekan tombol pemanggil perawat di samping ranjang perempuan itu.“Sam.. pak Pandu?”“Nanti ya, biar dokter pastiin keadaan kamu dulu.”“Tapi..”“Nanti Maira, biar dokter periksa kamu dulu.” Maira tidak lagi membantah, terlebih tidak beberapa lama kemudian dokter datang dan menanyainya beberapa hal.“Bu Maira kurangin setresnya ya, jangan banyak pikiran. Kasian si bayi, untung kali ini enggak sampe pendarahan loh.” Ucap si dokter sembari sibuk dengan catatannya.“Masnya ini?”“Saya asisten suaminya ibu Maira dok, pak Pandu masih di jalan.”“Oh, oke. kalau gitu nanti di sampaikan aja ke suaminya ya kalau istrinya ini enggak boleh banyak pikiran, terus pola makannya di perhatikannya. Berat si ibu terlalu kurus soalnya, saya khawatir itu nanti bisa berpengaruh buruk untuk si