Share

Bab 3

Penulis: Mutiara Sukma
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-03 12:27:21

DESAHAN DI KAMAR PRIBADI SUAMIKU 3

(judul di KBM app : Istri Tanpa Nafkah Bathin)

Aku mendobrak kencang kamar Mas Hendra. Namun sama sekali tak mempengaruhi. Emosi menguasai, sekuat tenaga kuhantam kayu yang menutupi ruangan yang menjadi tempat dia melarikan diri dari masalah itu. Selama ini aku selalu berusaha memahami, mungkin disana Mas Hendra dapat menenangkan pikiran. Tapi, makin kesini, lelaki itu makin betah berlama-lama di dalam sana. Bahkan tega meninggalkan aku tidur sendiri. 

"Mas! buka!" teriakku. Kesabaranku benar-benar diuji. Sejam aku menunggunya, sengaja memakai pakaian dengan lengan terbuka dan berbahan tipis untuk memancing jiwa kelelakiannya. Namun, Mas Hendra seakan sengaja menghindar. Apa yang kulakukan tak mengubah apa-apa, pintu itu kokoh berdiri seperti biasa. Sesak di dada kian terasa, aku hanyalah seorang wanita, pintu berbahan jati ini tak akan mampu aku taklukkan sendiri.

Beberapa menit berlalu pintu perlahan terbuka. Wajah Mas Hendra memerah, keringat mengucur di pelipisnya.

"Sedang apa kamu di dalam Mas?" tanyaku tajam, lalu memaksa masuk sehingga tubuh Mas Hendra terdorong ke tepi.

"Mas sedang kerja. Kamu lihat sendiri kan?"

Aku berjalan pelan, memperhatikan setiap sudut ruangan itu, semua terlihat rapi tak ada yang mencurigakan, lagi pula apa yang aku curigakan? tak mungkin Mas Hendra dikamar ini dengan seorang perempuan kan? Laptopnya terlihat menyala di atas meja. Selain sprei yang tampak acak-acakan semua normal normal saja. Mungkin Mas Hendra tiduran disana sehingga tempat tidurnya berantakan. Jendela juga terkunci rapat.

"Maaf, Mas tadi ketiduran sebentar." ujarnya sambil membereskan alas tidur.

"Ada apa, Dek?" tanyanya. Mata itu tak berani menatapku.

Aku mendekat, memangkas jarak dengan laki-laki yang terlihat salah tingkah itu. Sengaja kukalungkan kedua tangan dilehernya, rambut yang tergerai panjang kugoyangkan perlahan. 

"Kamu tak tergoda sama sekali denganku, Mas?" ujarku manja tapi penuh penekanan.

Mas Hendra gelagapan, berusaha melepaskan diri dari pagutanku.

"Apa-apaan sih, Dek?" 

Aku tak memperdulikan, diri ini sudah sangat lelah dengan lelaki yang setahun ini hidup bersamaku.

"Hayo lah, Mas. Kita ini sudah halal. Aku risih terus-terusan ditanya kapan punya anak oleh orang-orang?" aku terus memagut Mas Hendra. Lelaki itu berusaha melepaskan tanganku, wajahnya memerah. Aku tau dia antara sedang menahan diri dan ingin melepaskan hasr*t.

"Apa kamu tak malu, kalau orang tau jika aku masih peraw*n, Mas? apa kamu seorang g*y Mas! sehingga tak bisa memberikan nafkah batin padaku? kamu h*m*, apa begitu?!" kali ini rasa sakit mengalahkan akal sehatku aku tak peduli racauanku menyakiti hatinya. Serangan demi serangan terus aku lancarkan, meski sebenarnya aku merasa menjatuhkan harga diriku sebagai wanita.

"Cukup Melody!" bentaknya.

Mas Hendra mendorongku kasar hingga tubuhku terjengkang ke ranjang. Lelaki itu mendengus kemudian berlalu tanpa berkata sepatah katapun. Aku tergugu, baru kali ini rasanya benar-benar tak punya harga diri. Mengemis demi mendapatkan sesuatu yang seharusnya sudah menjadi hakku. Aku remuk, hatiku hancur. Hidup ini terasa tak ada artinya.

Aku terisak menahan emosi yang kian meledak-ledak. Entah sudah berapa lama aku menangis, kepala terasa berat. Tapi, tak ada tanda-tanda Mas Hendra akan menemuiku sekedar minta maaf atau apalah itu. Akhirnya dengan langkah berat aku meninggalkan kamar, dan pindah ke sebelah. Ruang tamu sepi, lampu juga sudah mati. Entah kemana perginya Mas Hendra, aku tak peduli lagi. Segera merebahkan diri dan menarik selimut untuk menutupi tubuhku yang masih tertutup pakaian tipis yang sengaja kubeli secara online untuk menyenangkan hati suami. Namun, nyatanya hanya membuat luka dihatiku kian mengangga.

****

Aku terbangun ketika matahari mulai meninggi. Lekas beranjak ke kamar mandi. Berwudhu lalu menunaikan shalat subuh meski waktunya sudah terlewati. Tapi, menurut ceramah yang aku dengar kita boleh tetap shalat jika benar-benar ketiduran atau memang dalam udzur yang dibenarkan.

Usai sholat gegas keluar kamar, tak ada Mas Hendra. Aku membuka kamar sebelah, tapi sudah terkunci seperti biasa jika dia sedang pergi. Katanya kamar itu kamar pribadinya, selain untuk membersihkan, aku tak boleh masuk. Tapi, tetap saja aku tak pernah punya kesempatan berlama-lama disana, karena kamar itu selalu dibersihkan sendiri oleh Mas Hendra. Kuncinya pun aku tak tau dia simpan dimana, atau memang selalu dibawa. 

Aku meraih ponselku. Beberapa kali pesan kutulis lalu kuhapus kembali. Gengsi rasanya lebih dahulu menanyakan keberadaannya. Walau aku sangat penasaran kemana dia semalam, dan pagi ini pergi tanpa membangunkanku terlebih dahulu. Kuusap wajahku kasar. Apa terlalu berlebihan kata-kataku semalam?

Tiba-tiba saja penyesalan menyusup dalam. Aku merasa telah begitu tega melukai hati suamiku sendiri. Walau diri ini sejatinya lebih dirundung nestapa. Aku menghela napas panjang, baiklah aku mengalah. Untuk menebus kesalahan, aku berniat memasak ayam bakar kesukaan Mas Hendra dan mengantarkannya ke kantor. Sengaja aku tak mengabari dirinya. Biar menjadi kejutan nantinya.

Meski masih sedikit pusing, aku memaksakan diri untuk belanja lalu mengolahnya menjadi masakan penuh cinta.

Tepat jam sebelas masakanku selesai, gegas kumasukkan ke dalam kotak makanan. Tak lupa memasukkan beberapa buah yang sudah kupotong ke dalamnya. Tinggal mandi dan dandan sederhana saja.

Setelah semua dirasa cukup, aku memesan taksi online. Tak menunggu lama, mobil yang kusewa datang. Hati ini rasanya berdebar, setelah semalam aku merendahkan diri kini aku kembali menurunkan ego agar masalah ini tak berkepanjangan. Aku cukup sadar, aku hanyalah seorang istri yang sedang berusaha menaklukkan hati lelaki yang ridho-nya menjadi sebuah syarat untuk masuk ke Syurga.

Sejam perjalanan taksi pun sampai di depan sebuah gedung tinggi, dimana Mas Hendra bekerja sebagai seorang akuntan.

Beberapa karyawan tampak keluar dari gedung itu, sepertinya pas sekali jamnya makan siang. Setelah membayar taksi aku bergegas turun dan berjalan menuju lantai lima dimana Mas Hendra bekerja.

Berkali-kali aku tersenyum sendiri. Mungkin tepatnya sedang menertawai kebod*han diri ini. Bagaimanapun aku tak bisa berbuat sesuai nafsuku. Rumah tangga ini harus tetap utuh, meski hati tak lagi sesempurna dulu. Apa jadinya jika aku menyerah, pasti banyak yang akan aku kecewakan.

Saat hendak mengetuk pintu ruangan Mas Hendra.

"Mbak Melody mencari Pak Hendra, ya?" sapa seorang perempuan yang sudah kukenal sebelumnya. Dia Mbak Indah, teman kerja suamiku aku pernah kenalan saat perusahaan mengadakan family gathering beberapa bulan lalu.

"Iya, Mbak. Apa Mas Hendranya ada?"

"Oh, baru saja keluar. Sepertinya buru-buru, apa Mbak tidak mengabari Pak Hendra dulu sebelum ke sini?"

Aku menggeleng lemah. Harapan melihat Mas Hendra makan dengan lahap, musnah sudah. Pasti dia sedang makan siang saat ini.

"Kalau begitu, Mbak tunggu didalam saja." tawarnya.

Aku mengangguk mengucapkan terima kasih.

Masuk ke ruangan itu, aku langsung menjatuhkan bobot tubuh di kursi dimana Mas Hendra biasa duduk. Sebuah komputer tergeletak di atas meja. Buku-buku dan alat tulis tertata rapi. Memang Mas Hendra orangnya bersih dan tak suka berantakan. Bosan hanya menunggu aku memilih memainkan ponsel.

"Terima kasih sudah menjadi tempatku berkeluh kesah." story W******p dari Rasti. Pasti dia sudah berbaikan dengan suaminya. Senyum tipis terukir begitu saja. Baru hendak menanggapi status wa Rasti, pintu terbuka.

"Dek?" Mas Hendra masuk.dengan seorang laki-laki, mereka menatapku kaget. Lalu entah bicara apa laki-laki itu mengatakan sesuatu dengan pelan lalu mereka saling mengangguk tak lama dia menepuk pundak Mas Hendra pelan, kemudian menatapku, memberikan senyuman lalu pergi ke luar. Siapa dia? aku baru melihatnya di kantor ini? apa karyawan baru?

"Aku datang membawakan ayam bakar kesukaan kamu, Mas. Tapi, sepertinya kamu sudah makan siang, aku lebih baik pulang saja." tuturku mengiba.

"Eh, gapapa kok. Kita makan berdua. Mas juga tadi makan sedikit." cegahnya. Masalah semalam menguap begitu saja, seperti yang sudah-sudah.

Mas Hendra mengajakku duduk di sofa yang tersedia disana. Aku tak menolak. Setidaknya dia menghargai usahaku datang kemari.

"Wangi sekali, Dek." ujarnya ketika kotak yang berisi ayam bakar kubuka.

"Semoga rasanya enak ya, Mas."

"InsyaAllah, pasti enak." sahutnya cepat.

Dengan semangat Mas Hendra menyendokkan nasi yang sudah kusiapkan, ke mulutnya. Lalu merogoh saku mengambil sebuah waslap dan mengelap bibirnya yang belepotan.

Tunggu, seperti aku kenal sapu tangan itu. Mas Hendra tak pernah punya sapu tangan bercorak bunga mawar itu. 

"Boleh lihat sapu tangannya, Mas?"

Mas Hendra tampak salah tingkah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
matilah kau dg semua penerimaan dan kepasrahanmu,dek. nafsu besar tapi otak kurang berisi. makanya cari kesibukan dan jgn cuma ngangkang aja berharap dijamah.
goodnovel comment avatar
Nunyelis
knp gk pasang cctv aja sih .....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    TAMAT

    POV author"Melody?"Rasti terhenti. Matanya yang cekung menatap Melody dengan tatapan tak percaya. "Siapa yang sakit, Mel?"tanyanya lagi."Mas Hendra. Kamu sendiri siapa yang berobat kesini?"Rasti tersenyum tipis. Tak tampak lagi wajah yang dulu glowing, bibir yang selalu berwarna merah dan alis mata yang indah. Keadaan Rasti benar-benar terlihat memprihatinkan dimata Melody."Aku yang sakit." lirih Rasti. Sejak di vonis terkena virus HIV Aids itu, Rasti menjadi pesakitan yang mulai dijauhi orang-orang. Bahkan laki-laki yang dulu memakai jasanya pun satu persatu menghilang. Ada yang ketularan penyakit itu, ada juga yang kabur takut terkena juga.Melody sungkan bertanya, sehingga dia hanya mengangguk saja."Oh, ya Hendra sakit apa?" Melody tak mungkin menceritakan semuanya pada Rasti. Memang mereka dulu sahabat, tapi apa yang pernah terjadi membuat Melody menganggap Rasti hanya orang lain. Cukup dia merasa bod*h karena membawa masuk wanita lain dalam hidupnya."Kecelakaan." jawabny

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    bab 61

    POV authorSeminggu sudah Hendra dirawat, luka serius dikepalanya akibat jatuh dari gedung lantai tiga itu membuatnya koma begitu lama. Beruntung Hendra selamat, meski sempat kritis. Kaki Hendra mengalami patah tulang yang mungkin akan membuat dia harus duduk di kursi roda kelak. Nada yang kenal dengan pemilik perusahaan tempat Ata bekerja yang mengabarkan pada pihak keluarga. Kebetulan perempuan muda itu baru saja ada meeting di perusahaan tersebut.Rusdi dan Fatma sangat syok atas kejadian itu yang menimpa anak lelakinya itu. Terlebih saat tau penyebabnya dari penjelasan saksi dan cerita dari Dahlan sahabatnya."Kasian sekali kamu, Nak." tangis Fatma ketika melihat keadaan anaknya."Ini semua karena kita, Ma. Kita yang menyebabkan Hendra seperti ini. Jika saja kita lebih hati-hati dulu. Anak kita tak akan seperti ini." sahut Rusdi yang melihat Hendra dengan infus terpasang ditangannya dan juga beberapa alat medis yang masih menempel ditubuh sang anak."Sudah, Ma, Pa. Kita fokus deng

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 60

    Ancaman Ata ternyata bukan isapan jempol belaka. Beberapa saat setelah kejadian di puncak, lelaki lucknut itu benar-benar mengirimkan foto-foto yang dia ambil saat aku dalam keadaan tak berdaya. Melody yang baru saja melahirkan anak pertama kami terlihat syock. Meski aku berusaha menjelaskan tapi Melody tak mau percaya. Terlebih ada sekotak tissu magic berada dalam tasku. Entah itu milik siapa, yang jelas aku tak pernah memakai barang itu, buat apa? Jangankan untuk memakainya terpikirkan saja tidak. Aku sudah meyakinkan diri untuk menunggu Melody sembuh dulu baru kami akan melakukan hal itu lagi. Dengan menyibukkan diri, banyak membaca buku-buku agama dan rutin membaca Al Qur'an, Alhamdulillah nafsuku bisa terbendung. Sakit di kepala juga sudah sembuh total, karena setiap terasa sedikit saja nyeri, aku langsung meruqyahnya sendiri.Namun, apa yang terjadi saat ini dengan rumah tanggaku membuat jiwa ini seakan terguncang.'Kenapa saat aku sudah bertaubat dengan sebenarnya taubat, Eng

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 59

    POV Hendra.Tak ada yang dapat kuucapkan selain kata syukur yang berlimpah untuk kenikmatan yang telah Allah berikan saat ini. Memiliki istri yang bisa menjadi selimut untuk menutupi aib-aibku di masa lalu. Bahkan mau menerimaku kembali dengan hati yang lapang.Aku akan berusaha menjaga dia dan berjanji untuk menjadi suami yang baik bagi Melody, terlebih istriku itu sedang hamil saat ini, mengandung buah cinta kami.Hari itu ada rapat penting yang dilakukan perusahaan tempat kubekerja dengan beberapa klien dari perusahaan lain. Aku yang dipilih untuk memimpin rapat itu. Tanpa diduga, aku bertemu lagi dengan Ata. Teman masa lalu, yang sempat dekat kembali denganku beberapa waktu lalu. Namun, setelah aku tahu Ata punya kelainan orientasi seksual, aku menjauh. Aku saja mati-matian untuk sembuh dari kebiasaan buruk itu. Jangan sampai terjerumus dalam keburukan lain yang jelas lebih menyeramkan."Hend, gimana kabar kamu?" Ata dan dua orang temannya menyalamiku. Riko dan Denis nama temannya

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 58

    "Bu, mau Bibik buatkan teh?" Bik Milah mungkin melihatku yang sedang termenung dengan tatapan kosong di ruang tengah."Ga usah, Bik. Tolong jagain Alif saja, Bik."Bik Milah mengangguk dan langsung berlalu ke kamar dimana Alif sedang ditidurkan. Kalau bukan karena Alif, aku rasanya ingin pergi jauh saja. Buat apa lagi bertahan. Setengah jam kemudian Mas Hendra datang. Suamiku itu membawa seorang laki-laki bersamanya. Pakaiannya rapi, tampak terlihat tegas. Sesekali mereka melempar tawa saat keluar dari mobil dan berjalan menuju rumah.Bukan dia yang aku cari. Laki-laki yang tidur bersama Mas Hendra di puncak itu bukan ini. "Assalamu'alaikum ..."Mas Hendra masuk, sembari mengajak tamunya mengikuti dari belakang."Wa'alaykumussalam ..." jawabku singkat. "Dek, ini Pak Ardi, rekan kerja Mas. Kebetulan Mas hari ini tak balik lagi ke kantor, jadi Pak Ardi sekalian ikut untuk mengambil map yang ketinggalan." jelasnya.Lelaki yang bernama Ardi tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Aku

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 57

    "Bu, mau Bibik buatkan teh?" Bik Milah mungkin melihatku yang sedang termenung dengan tatapan kosong di ruang tengah."Ga usah, Bik. Tolong jagain Alif saja, Bik."Bik Milah mengangguk dan langsung berlalu ke kamar dimana Alif sedang ditidurkan. Kalau bukan karena Alif, aku rasanya ingin pergi jauh saja. Buat apa lagi bertahan. Setengah jam kemudian Mas Hendra datang. Suamiku itu membawa seorang laki-laki bersamanya. Pakaiannya rapi, tampak terlihat tegas. Sesekali mereka melempar tawa saat keluar dari mobil dan berjalan menuju rumah.Bukan dia yang aku cari. Laki-laki yang tidur bersama Mas Hendra di puncak itu bukan ini. "Assalamu'alaikum ..."Mas Hendra masuk, sembari mengajak tamunya mengikuti dari belakang."Wa'alaykumussalam ..." jawabku singkat. "Dek, ini Pak Ardi, rekan kerja Mas. Kebetulan Mas hari ini tak balik lagi ke kantor, jadi Pak Ardi sekalian ikut untuk mengambil map yang ketinggalan." jelasnya.Lelaki yang bernama Ardi tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Aku

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 56

    Aku terbangun dalam ruangan bercat putih. Memicingkan mata karena silau yang menerpa."Alhamdulillah ....kamu sudah sadar, Dek. Alhamdulillah ..." Wajah Mas Hendra yang pertama kali kulihat tampak begitu senang."Anak kita gimana, Mas?"Mas Hendra meraih tanganku yang masih terpasang jarum infus lalu menciumnya."Anak kita selamat, Dek. Laki-laki, hidungnya mancung seperti hidung Mamanya."Aku tersenyum membayangkan anak yang baru saja aku lahirkan. Meski harus lewat operasi Caesar karena aku yang tiba-tiba saja mengalami pendarahan. Mungkin karena kelelahan dalam acara pernikahan Mbak Nada kemarin.Tak lama Mama, Papa, Ayah, Mbak Widya, Mbak Nada juga suaminya masuk ke ruanganku."Kami baru saja mengintip bayi kamu di ruang perawatan bayi, kulitnya bersih, matanya bening, mana cakep banget, MasyaAllah." ucap Mama."Selamat ya, Sayang. Makasih sudah memberikan Mama seorang cucu. Mama senang sekali."Mama mengusap kepalaku, aku terharu. Akhirnya kasih sayang Mama bisa juga aku dapatka

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 55

    Mas Hendra pulang, sorot matanya memperlihatkan kebahagiaan. Tapi, tak bisa dipungkiri, dari wajah dia terlihat sangat lelah."Kita istirahat dulu disini ya, Mas. Besok baru pulang. Mas sepertinya lelah sekali." ujarku.Saat ini Mas Hendra sedang tiduran di kamar, Ayah setelah tadi ngobrol sebentar dengannya, sudah pergi ke Pondok."Jangan, Dek, kita langsung pulang saja. Mas gapapa kok. Sejam lagi kita berangkat ya, Mas mau tiduran sebentar."Aku mengangguk, melihat Mas Hendra sudah memejamkan mata aku bergegas merapikan barang-barang milikku. Meski tertartih karena perut yang besar ini."Pulang hari ini juga, Nak?" tanya Ayah yang baru pulang. "Jadi, Yah." jawabku pelan. Aku yang sedang duduk di sofa karena merasa lelah, tersenyum."Apa tidak besok saja, kasian Hendra baru pulang.""Mas Hendra minta sekarang aja, Yah. Mungkin dia masih kuat."Ayah mengangguk-anggukan kepalanya. Tak lama Mas Hendra bangun. Lalu mengajakku segera pulang ke rumah kami. Mata Ayah berkaca-kaca, lelaki y

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 54

    Aku menoleh."Kang Hanif, ini mau istirahat dulu." sahutku sopan."Oh iya, saya yang minta maaf malam-malam ganggu. Cuma sebentar saja kok, ada perlu sama Pak Haji." tuturnya."Iya, Kang silahkan. Saya pamit masuk dulu."Lelaki itu tersenyum lalu mengangguk. Meski dulu aku selalu memanggilnya 'Hanip' tidak pakai embel-embel didepan namanya, sekarang ada rasa sungkan terlebih kami sudah sama-sama dewasa. Setidaknya untuk menghormati dirinya yang juga seorang ustadz disini.Aku merebahkan diri di atas ranjang. Perut yang kian membuncit membuat gerakanku agak terbatas. Mencoba memejamkan mata, tapi kelopak ini sama sekali tidak mau diajak kompromi. Pikiran justru melayang pada Mas Hendra. Sedang apa dia? sudah jam delapan malam tapi belum ada kabar darinya. Aku meraih ponsel yang berada di sampingku. Mas Hendra aktif beberapa jam lalu. Apa kucoba menghubunginya saja. Baru saja hendak menekan tanda telepon hijau di layar ponsel. Panggilan dari Mas Hendra tertera di sana."Assalamu'alaiku

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status