Ini tidak mungkin.
Berulang kali, Vivian meyakinkan dirinya kalau ini mustahil. Mantan pacarnya yang sudah dia buang mendadak jadi bos besar?Tidak pernah terpikirkan sebelumnya kalau ini sunguhan. Pria yang dulu dia remehkan, dia buang karena terlalu miskin untuk memenuhi kehidupa hedonnya adalah seorang CEO Sunmart?Perusahaan ritel yang menaungi ratusan cabang Supermarket Sunmart di seluruh negeri itu?Vivian tak mau percaya. "Gimana mungkin kamu jadi CEO-nya Sunmart? Kamu itu cuma yatim piatu, orang miskin! Ini cuma bohongan, iya 'kan? Kamu pikir aku nggak tahu, CEO jaringan ritel Sunmart itu Pak Tonny Hardana, fotonya tersebar di seluruh situs Sunmart.""Itu pamanku, aku dulu cuma main-main saja. Aku bosan hidup enak, jadi aku ingin tahu rasanya hidup sangat miskin .... sepertimu." Vito tersenyum palsu, senang bisa membalikkan hinaan Vivian barusan. Dengan bangga, dia kembali berkata, "kalau kamu nggak percaya, coba buka saja situs atau media sosial Sunmart, akan terlihat siapa CEO yang sekarang."Vivian mengambil ponselnya, kemudian melihat postingan terbaru dari media sosial Sunmart.Berita terbaru menunjukkan ucapan selamat bagi CEO baru Sunmart, Vito Vincent Ravello.Di situ juga terpajang foto Vito. Kolom komentar dipenuhi pujian dari para wanita yang tak mengira CEO Sunmart masih terbilang muda dan tampan."Kamu ..." Vivian memandangi Vito. "Kamu melakukan ini semua karena menginginkanku 'kan?""Menginginkanmu?""Kamu menikahi Elitta! Kamu melakukannya agar bisa dekat denganku. Iya 'kan?""Enggak.""Jangan bohong kamu. Aku tahu kamu tergila-gila denganku."Vito menunjukkan pandangan meremehkannya kepada Vivian. Dia seperti ingin tertawa melihat betapa menyesalnya wanita yang pernah menghinanya secara keji setahun silam itu."Kenapa kamu diam aja, Vito? Kamu emang menginginkanku. Ini bukan kebetulan. Aku menikahi ayah Elitta, jadi kamu menikahi Elitta agar bisa dekat denganku.""Ini cuma kebetulan aja."Vivian mendekati pria itu. Raut wajahnya terlihat memelas. Dia selalu melalukan itu ketika ingin menaklukkan hati pria manapun. "Maafkan aku, Vito.""Untuk apa? Kenapa tiba-tiba minta maaf?""Aku dulu meninggalkanmu, tapi itu bukan keinginanku, aku terpaksa. Aku dari dulu menyukaimu, kamu itu ganteng banget. Kalau saja kamu nggak perlu pura-pura miskin, kita pasti bahagia bersama.""Aku nggak pura-pura miskin, emangnya aku bilang kalau aku miskin dulu? Kamu yang nganggap aku cuma pria kampung miskin.""Maaf. Aku butuh uang dulu ... kamu tahu 'kan, kebutuhanku banyak dulu.""Nggak usah minta maaf, sudah aku bilang ... aku cuma main-main dulu, tapi kamu memberiku pengalaman bagus. Aku harusnya hati-hati kepada wanita."Vivian tidak suka dipandangi hina begitu. Dia menyentuh dada Vito, membelainya perlahan, berharap diberikan kesempatan untuk menunjukkan rasa sesalnya. "Vito, aku tahu kamu pasti sakit hati dulu, maaf, sungguh ... aku bukannya mau menghina kamu miskin, aku memang butuh uang. Siapa sih yang nggak butuh uang? Kosmetik sekarang itu mahal. Wajar 'kan dulu aku marah waktu kamu bilang nggak ada uang untuk membelikanku barang-barang yang kumau. Semua wanita cantik itu butuh uang.""Iya kamu benar, semua wanita cantik itu butuh uang. Sekarang singkirkan tanganmu dariku, aku suami Elitta, aku eksklusif untuk istriku, jangan coba-coba menyentuhku." Vito menyingkirkan tangan Vivian dari dadanya. Dia mundur selangkah sambil merapikan jas.Vivian cemburu mendengar perkataan itu. Dia bertekad untuk memiliki Vito lagi. Daripada kekayaan ayah Elitta, kekayaan Vito jauh lebih baik. Selain itu, Vito juga masih muda, sangat tampan, bertubuh bagus, dan berkelas.Dia mendekati mantan pacarnya itu sambil merayu, "jadi, kamu masih dendam sama aku? Udahlah, nggak usah menyakiti hati Elitta hanya untuk membuatku cemburu. Aku minta maaf ninggalin kamu.""Udah aku bilang, kita kebetulan ketemu. Aku nggak peduli sama kamu. Aku bahagia menikahi Elitta.""Bohong! Aku tahu kamu masih sayang sama aku! Ini cuma akal-akalan kamu aja pengen dekat sama aku. Iya 'kan?""Sayang? Emangnya kamu itu siapaku?""Vito, tega banget kamu."Tak ada ucapan apapun yang keluar dari mulut Vito. Raut wajahnya masih sedatar dan sedingin tembok. Dia sama sekali tidak memiliki perasaan tertentu terhadap Vivian. Tidak benci, tidak suka, tidak peduli.Tak berselang lama, Elitta memasuki ruangan itu lagi. Dia curiga dengan mimik wajah Vivian yang sedang ngambek ke Vito. Iya, seolah-olah mereka saling kenal."Sedang apa kalian?" Dia bertanya.Otot kaku di wajah Vito perlahan menjadi lemas. Dia berjalan melewati Vivian seakan tak menganggapnya ada, lalu mendekati sang istri. "Nggak ada apa-apa. Ibu tiri kamu ini berkata kalau mengenalku, padahal mana mungkin aku kenal dengan wanita murahan. Iya 'kan?""Kamu bisa aja." Baru kali in, Elitta tersenyum ketika mendengar orang lain dihina.Vivian murka. Kebenciannya bertambah begitu menatap Elitta. Dia tidak terima, kenapa harus Elitta yang mendadak jadi istri bos besar ini? Sementara dirinya terjebak dengan pengusaha tua bangka, Elitta mendapatkan CEO tampan?Dia sudah susah payah membuatnya batal menikah dengan Leon yang seorang pengusaha muda, lalu menikahi ayahnya juga— semua itu agar Elitta tak punya apapun, tak berdaya.Tapi, keberuntungan seolah berpihak padanya terus. Ini tidak adil.Elitta bicara ke suaminya, "kamu ditunggu papa ke ruang tamu depan, ini bawa berkasnya, aku akan nyusul setelah nyari berkas lain di bekas kamarku.""Jangan lama-lama, cepat susul.""Iya."Vito pergi meninggalkannya tanpa mengatakan apapun lagi.Kedua tangan Vivian mengepal, begitu marah dan cemburu. Dia bagaikan bola api yang disiram minyak tanah— kobarannya semakin hebat. Tekadnya sudah bulat, tidak akan dia biarkan Elitta menang darinya.***Vivian masih menatap Elitta dengan perasaan cemburu sekaligus dengki. Sejak SMA, dia sudah sangat iri dengannya. Selain karena selalu dikalahkan dalam hal akademis, dulu orang yang dia sukai malah menyukai Elitta.Elitta sama sekali tidak takut dengan pandangannya. Dia sudah muak dihina dan dipermalukan terus. "Kenapa tadi kamu lihat suamiku sampai kayak gitu?""Memangnya kenapa?""Dia suamiku! Jangan macam-macam.""Sekarang aku paham. Niatmu dari tadi cuma mau sombong 'kan?""Sombong apa?""Kamu pikir kamu itu cantik karena sudah berhasil nikah sama CEO Sunmart? Dia itu cuma mau main-main sama kamu. Palingan sebulan, kamu dibuang. Orang kaya 'kan memang begitu.""Jangan bicara buruk tentang suamiku.""Kamu bahkan nggak kenal sama dia, mau-maunya aja dinikahi. Wanita normal nggak bakalan mau nikah sama pria yang baru dikenal, kecuali kalau dia emang kaya raya ...""Aku dilamar oleh Vito, aku percaya sama dia, dan aku mengira keluarga Vito adalah kenalan Papa. Aku terpaksa buru-buru ni
Mantan?Mantan pacar Vivian?Hati Elitta mendadak diselimuti rasa takut, sesak sekali. Berkat ulah VIvian yang selalu merenggut pria yang pernah cintainya, dia menjadi sedikit tidak percaya diri. Apa dosanya sangat banyak sehingga orang-orang yang dia cintai selalu pergi?Vivian tersenyum melihatnya. "Kenapa? Syok sampai nggak bisa ngomong? Sekarang kamu pasti ngerti 'kan kenapa Vito nikahin kamu? makanya jangan sok cantik, sudah jelas siapa yang dia incar?"Tak diduga, Pak Derry datang di waktu yang tak tepat itu. Dia sedikit mendengarkan ucapan istri mudanya. "Siapa mantan pacar yang kamu maksud?"Vivian kaget. Dia menoleh, lalu menghampiri suaminya itu sambil menunjukkan raut wajah manja. "Sayang, kamu dengar semua? Ini nggak seperti yang kamu dengar, kok ...""Apanya, sih? Mantan pacar apa? Kamu barusan bicara apa? Kamu kenapa masih di sini? Debat sama Elitta belum kelar?""Oh." Vivian lega suaminya tak mendengar apapun. Dia mengomporinya lagi, "marahi itu anak kamu, masa dia mara
Elitta mengurungkan niat untuk pulang ke rumah Vito, dan memilih pergi ke rumah teman masa SMA-nya, Rena.Hatinya terluka. Air mata tak kunjung berhenti menetes. Malam ini akan terasa panjang untuknya.Tidak mungkin dia bisa menghadapi suaminya sendiri setelah apa yang dia dengar dari mulut Vivian. Apa benar dia hanya dimanfaatkan pria itu untuk membuat Vivian cemburu?"Elitta? kamu kenapa ..." Rena melihat Elitta saat membuka pintu rumah. Yang membuatnya cemas adalah betapa merah kedua mata wanita itu— sudah jelas karena terlalu banyak menangis di perjalanan."Apa aku boleh nginap di rumah kamu malam ini?""Tentu saja, ayo masuk." Rena mempersilakannya masuk. Dia sudah sering melihat Elitta menangis. Semua alasannya selalu sama, dikhianati pria yang sudah dia cintai. "Duduklah dulu, aku buatkan teh hangat.""Nggak perlu. Aku nggak mau merepotkan kamu lagi. Kamu lanjut aja kegiatan kamu, aku cuma mau istirahat.""Vivian lagi? Ada apa?"Elitta menahan diri untuk tidak buang-buang air
Vito sampai di rumah sesuai dengan alamat yang dikirimkan oleh anak buahnya. Alamat itu merupakan milik Rena. Dia memarkirkan mobil di halaman depan, lalu keluar dan mendekati rumah tersebut.Para tetangga yang masih beraktifitas bertanya-tanya, siapa tamu Rena yang membawa mobil sport? Apa mungkin pacar Rena? Atau malah Rena adalah perempuan tidak benar yang mengundang pria ke rumah?Vito tahu sedang diperhatikan. Bertamu malam-malam di rumah wanita itu masih tabu di kawasan ini. Akan tetapi, dia tidak peduli dan tetap mengetuk pintu.Pintu dibuka.Rena kaget melihat kedatangan Vito. Dia hendak menutup pintu, tapi ditahan oleh Vito."Mana istriku?" tanya Vito dengan ekspesi wajah yang datar.Rena buru-buru mejawab, "mana kutahu.""Aku tahu dia pasti nemuin kamu 'kan?""Enggak."Vito mendorong pintunya sampai terbuka lebar, lalu dia main masuk ke dalam— melihat sekitarnya. Samar-sama
Di rumah, Elitta masuk ke dalam kamar tidurnya. Kemudian, Vito menyusul masuk. Setelah pernikahan kemarin, Vito langsung bekerja— jadi, ini pertama kalinya mereka satu kamar berdua.Elitta sedikit gugup. Bisa dibilang, ini adalah malam pengantin mereka. Akan tetapi, usai mengetahui Vito adalah mantan pacar dari Vivian, dia sedikit canggung. Rasanya sangat berbeda dari kemarin.Vito terlihat santai memasuki walk in closet, ruangan yang ada di dalam kamarnya, ruangan dengan deretan lemari besar berisi pakaian dan aksesoris miliknya, seperti sepatu, jam tangan, dan lain-lain. Di tengah ruangan itu ada meja berlaci banyak. Di atasnya terdapat beberapa kotak-kotak aksesoris yang belum dibereskan.Elitta menengok dari luar pintu. Semalam, dia sudah berada di kamar ini, tapi tak berani melihat isi dari walk in closet suaminya. Vito tampak berdiri di depan lemari yang terbuka sembari melepaskan jam tangan.Tanpa melihat, dia sadar sedang diperhatikan. "Ada apa?""Aku boleh masuk ke dalam?"
"Nanti kamu buat surat untuk Pak Harry, kirim sebelum jam empat sore.""Iya, Pak.""Terus jam sebelas siang nanti, ikut saya ke restoran Jepang, saya harus ketemu Pak Tonny buat makan siang sama bahas direktur pemasaran yang kemarin dipecat itu.""Pak Tonny, Paman Bapak?""Iya.""Tapi nanti jam sebelas, bapak ada jadwal meeting sama divisi pemasaran.""Batalkan semua, atur ulang lusa.""Baik, Pak.""Ya udah, saya mau masuk ruangan saya, jangan ganggu sampai jam sebelas, kamu kembali ke meja kamu.""Iya."Vito terlihat serius. Ketika sudah menyangkut pekerjaan, dia tak peduli yang lain. Dia memperlakukan sekretaris penggantinya alias istri sendiri, Elitta, itu sama seperti karyawan lain.Elitta senang. Dia lebih suka diperlakukan sebagai karyawan saat berada di kantor pusat Sunmart ini. Untungnya, tak ada karyawan yang tahu kalau dia adalah istri Vito, atasan mereka.Iya, wajar saja, berita pernikahan mereka tidak tersebar luas. Jadi, semua orang masih menganggap Vito lajang.Karena it
Untuk kedua kalinya Vito melihat jam tangan. Sudah hampir lima belas menit berlalu, tapi tak ada tanda-tanda sang istri akan kembali."Ada apa? Kamu kelihatannya gelisah sekali?" Pak Tonny berhenti makan, lalu menatap Vito."Empat belas menit.""Apanya?""Istriku pergi sudah empat belas menit.""Ya terus kenapa?""Om, toiletnya itu dekat, nggak mungkin selama ini.""Dia 'kan wanita, biasanya juga lama kalau ke toilet. Siapa tahu dandan dulu?""Bentar, Om, aku mau cek dulu." Vito makin gelisah. Dia memutuskan untuk berdiri, lalu segera pergi keluar tanpa menoleh pada sang paman.Pak Tonny terdiam sebentar. Dia semakin yakin kalau keponakannya itu sangat menyukai Elitta.***"Aku bilang lepasin!"Sekuat tenaga, Elitta berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan Leon. Akan tetapi, apa daya— kekuatan pria itu jauh lebih unggul darinya.Dan sial, toilet yang mereka datangi tak ada siapapun, baik itu karyawan ataupun pelanggan. Elitta tak mau membuat kegaduhan restoran seperti ini— takut
Vito datang tepat waktu.Pria itu masuk ke dalam toilet dalam kondisi sudah panas. Kedua tangannya pun telah siap menghajar Leon.Leon melepaskan Elitta. Dia berbalik badan dengan tampang menantang, tak takut sama sekali. Malahan, dia muak sekaligus cemburu. Orang yang mendapatkan Elitta ada di depan mata."Oh ini dia selingkuhan Elitta ..." ucapnya.Malas menanggapi perkataan ngawur itu, Vito maju sambil mengayunkan tinju— yang langsung menghantam wajah Leon. Tak hanya sekali, dia mengulangnya sampai tiga kali."Brengsek!" Leon menyambar kerah kemeja Vito, lalu melayangkan tinju ke wajah pria itu.Beruntung, Vito mampu menghindar. Dia sudah terbiasa dengan segala jenis perkelahian, jadi menghindari pukulan-pukulan semacam itu begitu mudah."Stop! Kalian ini apa-apaan!" Elitta memberanikan diri untuk pergi ke sisi Vito, lalu menggenggam tangannya. Dia menyeret pria itu untuk mundur. "Kamu jangan kayak gini— ini kekerasan."Vito mau melepaskan Leon.Leon memanfaatkan situasi. Dia menga