Vivian masih menatap Elitta dengan perasaan cemburu sekaligus dengki. Sejak SMA, dia sudah sangat iri dengannya. Selain karena selalu dikalahkan dalam hal akademis, dulu orang yang dia sukai malah menyukai Elitta.
Elitta sama sekali tidak takut dengan pandangannya. Dia sudah muak dihina dan dipermalukan terus. "Kenapa tadi kamu lihat suamiku sampai kayak gitu?""Memangnya kenapa?""Dia suamiku! Jangan macam-macam.""Sekarang aku paham. Niatmu dari tadi cuma mau sombong 'kan?""Sombong apa?""Kamu pikir kamu itu cantik karena sudah berhasil nikah sama CEO Sunmart? Dia itu cuma mau main-main sama kamu. Palingan sebulan, kamu dibuang. Orang kaya 'kan memang begitu.""Jangan bicara buruk tentang suamiku.""Kamu bahkan nggak kenal sama dia, mau-maunya aja dinikahi. Wanita normal nggak bakalan mau nikah sama pria yang baru dikenal, kecuali kalau dia emang kaya raya ...""Aku dilamar oleh Vito, aku percaya sama dia, dan aku mengira keluarga Vito adalah kenalan Papa. Aku terpaksa buru-buru nikah, itu pun karena tekanan darimu dan papa. Tapi, aku tahu Vito baik, dan aku nggak menyesal."Vivian tertawa, padahal hatinya begitu cemburu dan tidak terima. Dia mengejek, "baik, baik, Halah ... kalau dia cuma bagian cleaning service, palingan kamu nangis di rumah. Iya, dia baik soalnya CEO, iya 'kan? Dasar wanita murahan, mau-maunya aja disuruh nikah."Mata Elitta terasa panas, air matanya tergenang lagi. Dia menahan diri agar tidak terlalu sedih. "Ada apa denganmu? Ucapanmu jahat banget. Aku nggak ngerti kenapa kamu sejahat ini sama aku. Aku nggak pernah jahat sama kamu.""Nggak usah drama kamu. Asal kamu tahu, Vito itu cuma pura-pura baik sama kamu. Lihat aja nanti, dia bakalan tidur sama aku sebulan lagi.""Apa katamu?""Dari awal dia itu milikku, dan nggak akan kuserahin sama kamu.""Apa maksudmu dari awal milikmu?""Beneran mau tahu? Kalau aku yang ngasih tahu kamu, nanti kamu jadi nggak enak makan. Jadi, mending kamu tanya sendiri ke suami kamu.""Aku nggak ngerti kamu ngomong apa, tapi jangan coba-coba mendekati suamiku.""Takut ya? Wajar sih, kamu kalah cantik dariku. Pria yang suka kamu itu sebenarnya cuma main-main, ujung-ujungnya suka sama aku 'kan? Kayak mantan pacar kamu dulu ... Alvaro, terus tunangan kamu ... Leon. Mereka cinta matinya sama aku."Hati Elitta terluka kembali. Padahal dia merasa sudah menerima nasibnya yang dua kali diselingkuhi, tapi tetap saja rasanya begitu menyakitkan. Apalagi, selingkuhan orang-orang yang pernah dia kasihi sekarang ada di depan mata.Vivian tertawa kecil. Dia senang melihat Elitta tertekan batinnya. "Makanya jangan sok cantik. Dari SMA, kamu itu sok cantik ... sok-sok bangga punya pacar ketua tim basket, si Alvaro, padahal dia sukanya sama aku 'kan?""Diam kamu.""Leon ... padahal udah mau nikah sama kamu, eh ... tetap pengennya tidur sama aku.""DIAM!""Papa kamu ngusir kamu demi aku.""Aku bilang, diam!""Sekarang, Vito, suami kamu, lihat saja nanti, aku akan membuatnya menceraikan kamu, soalnya dia sukanya sama aku. Kalau nggak percaya, tanya saja padanya.""Kamu mau ngerusak hubunganku lagi? Mau merebut suamiku?""Merebut apa? Kalau suami kamu suka sama aku, berarti ya emang faktanya kamu jelek, aku yang cantik dan bisa buat dia bahagia, jadi jangan salahin aku, dong.""Tega banget kamu ngomong kayak gitu.""Nggak usah sok yang paling tersakiti, kamu itu jelek. Orang jelek nggak usah banyak drama."Elitta mengangkat tangan, hendak menampar wanita itu, tapi tak jadi. Dia hanya akan membuat masalah lagi kalau ayahnya sampai tahu.Vivian tersenyum penuh kemenangan. Dia menunjukkan pipinya, lalu menantang, "kenapa Elitta Sayang? Ayo tampar ini pipi mama tiri kamu yang cantik ini! Takut ya sama papa kamu?"Saking fokusnya melihat Vivian, Elitta sampai baru sadar kalau sang suami sudah ada di dekat mereka. "Vito ..."Mantan pacarnya dipanggil, Vivian spontan menoleh. Dia menunjukkan senyum termanis khasnya saat merayu setiap pria. Akan tetapi, Vito sama sekali tidak melihatnya.Vito hanya memandangi Elitta. Dengan nada lembut, dia berkata, "aku sudah bilang jangan lama-lama, kenapa kamu masih betah di sini sendirian? Ayo ke ruang tamu, Papa kamu menunggu.""Sendirian?" ulang Vivian tak terima. Dia menyambar lengan baju Vito, memaksa pria itu untuk melihatnya. Dia sangat haus perhatian. "Vito, kamu jangan pura-pura nggak kenal gitu sama aku. Kamu mau aku bilang ke istrimu tentang kita?""Jangan berani menyentuhku." Vito menarik lengannya sampai lepas dari cengraman Vivian. Dia melirik wanita itu dengan pandangan tajam dan tak menyenangkan.Elitta bertanya, "apa maksud ucapannya, Vito? Tentang kita? Tentang apa?"Vivian yang menjawab, "Aku sebenarnya nggak mau bilang, aku maunya Vito sendiri yang bilang sama kamu, Elitta, tapi kayaknya suami kamu ini pengen bikin aku cemburu, makanya sok perhatian sama kamu di depanku. Kami ini dulu berpacaran, dia mantan pacarku.""Apa?"Otot-otot wajah Vito menegang lagi. Padahal, dia sebisa mungkin tak membuat masalah di rumah mertuanya. Dia hanya berniat membawa Elitta pulang, tapi siapa yang mengira wanita barbar dari masa lalunya itu banyak bicara?***Mantan?Mantan pacar Vivian?Hati Elitta mendadak diselimuti rasa takut, sesak sekali. Berkat ulah VIvian yang selalu merenggut pria yang pernah cintainya, dia menjadi sedikit tidak percaya diri. Apa dosanya sangat banyak sehingga orang-orang yang dia cintai selalu pergi?Vivian tersenyum melihatnya. "Kenapa? Syok sampai nggak bisa ngomong? Sekarang kamu pasti ngerti 'kan kenapa Vito nikahin kamu? makanya jangan sok cantik, sudah jelas siapa yang dia incar?"Tak diduga, Pak Derry datang di waktu yang tak tepat itu. Dia sedikit mendengarkan ucapan istri mudanya. "Siapa mantan pacar yang kamu maksud?"Vivian kaget. Dia menoleh, lalu menghampiri suaminya itu sambil menunjukkan raut wajah manja. "Sayang, kamu dengar semua? Ini nggak seperti yang kamu dengar, kok ...""Apanya, sih? Mantan pacar apa? Kamu barusan bicara apa? Kamu kenapa masih di sini? Debat sama Elitta belum kelar?""Oh." Vivian lega suaminya tak mendengar apapun. Dia mengomporinya lagi, "marahi itu anak kamu, masa dia mara
Elitta mengurungkan niat untuk pulang ke rumah Vito, dan memilih pergi ke rumah teman masa SMA-nya, Rena.Hatinya terluka. Air mata tak kunjung berhenti menetes. Malam ini akan terasa panjang untuknya.Tidak mungkin dia bisa menghadapi suaminya sendiri setelah apa yang dia dengar dari mulut Vivian. Apa benar dia hanya dimanfaatkan pria itu untuk membuat Vivian cemburu?"Elitta? kamu kenapa ..." Rena melihat Elitta saat membuka pintu rumah. Yang membuatnya cemas adalah betapa merah kedua mata wanita itu— sudah jelas karena terlalu banyak menangis di perjalanan."Apa aku boleh nginap di rumah kamu malam ini?""Tentu saja, ayo masuk." Rena mempersilakannya masuk. Dia sudah sering melihat Elitta menangis. Semua alasannya selalu sama, dikhianati pria yang sudah dia cintai. "Duduklah dulu, aku buatkan teh hangat.""Nggak perlu. Aku nggak mau merepotkan kamu lagi. Kamu lanjut aja kegiatan kamu, aku cuma mau istirahat.""Vivian lagi? Ada apa?"Elitta menahan diri untuk tidak buang-buang air
Vito sampai di rumah sesuai dengan alamat yang dikirimkan oleh anak buahnya. Alamat itu merupakan milik Rena. Dia memarkirkan mobil di halaman depan, lalu keluar dan mendekati rumah tersebut.Para tetangga yang masih beraktifitas bertanya-tanya, siapa tamu Rena yang membawa mobil sport? Apa mungkin pacar Rena? Atau malah Rena adalah perempuan tidak benar yang mengundang pria ke rumah?Vito tahu sedang diperhatikan. Bertamu malam-malam di rumah wanita itu masih tabu di kawasan ini. Akan tetapi, dia tidak peduli dan tetap mengetuk pintu.Pintu dibuka.Rena kaget melihat kedatangan Vito. Dia hendak menutup pintu, tapi ditahan oleh Vito."Mana istriku?" tanya Vito dengan ekspesi wajah yang datar.Rena buru-buru mejawab, "mana kutahu.""Aku tahu dia pasti nemuin kamu 'kan?""Enggak."Vito mendorong pintunya sampai terbuka lebar, lalu dia main masuk ke dalam— melihat sekitarnya. Samar-sama
Di rumah, Elitta masuk ke dalam kamar tidurnya. Kemudian, Vito menyusul masuk. Setelah pernikahan kemarin, Vito langsung bekerja— jadi, ini pertama kalinya mereka satu kamar berdua.Elitta sedikit gugup. Bisa dibilang, ini adalah malam pengantin mereka. Akan tetapi, usai mengetahui Vito adalah mantan pacar dari Vivian, dia sedikit canggung. Rasanya sangat berbeda dari kemarin.Vito terlihat santai memasuki walk in closet, ruangan yang ada di dalam kamarnya, ruangan dengan deretan lemari besar berisi pakaian dan aksesoris miliknya, seperti sepatu, jam tangan, dan lain-lain. Di tengah ruangan itu ada meja berlaci banyak. Di atasnya terdapat beberapa kotak-kotak aksesoris yang belum dibereskan.Elitta menengok dari luar pintu. Semalam, dia sudah berada di kamar ini, tapi tak berani melihat isi dari walk in closet suaminya. Vito tampak berdiri di depan lemari yang terbuka sembari melepaskan jam tangan.Tanpa melihat, dia sadar sedang diperhatikan. "Ada apa?""Aku boleh masuk ke dalam?"
"Nanti kamu buat surat untuk Pak Harry, kirim sebelum jam empat sore.""Iya, Pak.""Terus jam sebelas siang nanti, ikut saya ke restoran Jepang, saya harus ketemu Pak Tonny buat makan siang sama bahas direktur pemasaran yang kemarin dipecat itu.""Pak Tonny, Paman Bapak?""Iya.""Tapi nanti jam sebelas, bapak ada jadwal meeting sama divisi pemasaran.""Batalkan semua, atur ulang lusa.""Baik, Pak.""Ya udah, saya mau masuk ruangan saya, jangan ganggu sampai jam sebelas, kamu kembali ke meja kamu.""Iya."Vito terlihat serius. Ketika sudah menyangkut pekerjaan, dia tak peduli yang lain. Dia memperlakukan sekretaris penggantinya alias istri sendiri, Elitta, itu sama seperti karyawan lain.Elitta senang. Dia lebih suka diperlakukan sebagai karyawan saat berada di kantor pusat Sunmart ini. Untungnya, tak ada karyawan yang tahu kalau dia adalah istri Vito, atasan mereka.Iya, wajar saja, berita pernikahan mereka tidak tersebar luas. Jadi, semua orang masih menganggap Vito lajang.Karena it
Untuk kedua kalinya Vito melihat jam tangan. Sudah hampir lima belas menit berlalu, tapi tak ada tanda-tanda sang istri akan kembali."Ada apa? Kamu kelihatannya gelisah sekali?" Pak Tonny berhenti makan, lalu menatap Vito."Empat belas menit.""Apanya?""Istriku pergi sudah empat belas menit.""Ya terus kenapa?""Om, toiletnya itu dekat, nggak mungkin selama ini.""Dia 'kan wanita, biasanya juga lama kalau ke toilet. Siapa tahu dandan dulu?""Bentar, Om, aku mau cek dulu." Vito makin gelisah. Dia memutuskan untuk berdiri, lalu segera pergi keluar tanpa menoleh pada sang paman.Pak Tonny terdiam sebentar. Dia semakin yakin kalau keponakannya itu sangat menyukai Elitta.***"Aku bilang lepasin!"Sekuat tenaga, Elitta berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan Leon. Akan tetapi, apa daya— kekuatan pria itu jauh lebih unggul darinya.Dan sial, toilet yang mereka datangi tak ada siapapun, baik itu karyawan ataupun pelanggan. Elitta tak mau membuat kegaduhan restoran seperti ini— takut
Vito datang tepat waktu.Pria itu masuk ke dalam toilet dalam kondisi sudah panas. Kedua tangannya pun telah siap menghajar Leon.Leon melepaskan Elitta. Dia berbalik badan dengan tampang menantang, tak takut sama sekali. Malahan, dia muak sekaligus cemburu. Orang yang mendapatkan Elitta ada di depan mata."Oh ini dia selingkuhan Elitta ..." ucapnya.Malas menanggapi perkataan ngawur itu, Vito maju sambil mengayunkan tinju— yang langsung menghantam wajah Leon. Tak hanya sekali, dia mengulangnya sampai tiga kali."Brengsek!" Leon menyambar kerah kemeja Vito, lalu melayangkan tinju ke wajah pria itu.Beruntung, Vito mampu menghindar. Dia sudah terbiasa dengan segala jenis perkelahian, jadi menghindari pukulan-pukulan semacam itu begitu mudah."Stop! Kalian ini apa-apaan!" Elitta memberanikan diri untuk pergi ke sisi Vito, lalu menggenggam tangannya. Dia menyeret pria itu untuk mundur. "Kamu jangan kayak gini— ini kekerasan."Vito mau melepaskan Leon.Leon memanfaatkan situasi. Dia menga
"Haaalooo~"Suara Vivian yang khas itu melengking di seluruh ruangan. Melihatnya datang sudah membuat nafsu makan Elitta menurun. Dia baru ingat kalau istri muda papanya itu ada di sini.Vito meliriknya. "Beraninya kamu masuk ke ruang private ini?"Vivian mengedipkan sebelah mata untuk pria itu. Dia berkata dengan manja, "Emangnya kenapa? Kita 'kan keluarga sekarang, masa nggak boleh aku ikutan makan dengan kalian?"Perasaan Elitta campur aduk, apalagi setelah bicara dengan Leon tadi. Cobaan ini cukup berat.Dia tak sanggup melihat orang-orang yang terus menyakitinya itu. Akan tetapi— di sisi lain, dia tak bisa bermusuhan dengan Vivian demi sang ayah.Vivian mendekat ke tepian meja, mengambil garpu, dan menyomot salah satu irisan daging yang sudah matang dari atas panggangan. Dia memakannya tanpa rasa sungkan sedikit pun.Vito geram. Dia berdiri. "Keluar dari ruangan kami. Kamu itu orang asing. Cepat keluar atau aku akan panggil petugas keamanan sekarang.""Jangan begitu dong, Menantu