Share

06. Merebut Suamiku?

Vivian masih menatap Elitta dengan perasaan cemburu sekaligus dengki. Sejak SMA, dia sudah sangat iri dengannya. Selain karena selalu dikalahkan dalam hal akademis, dulu orang yang dia sukai malah menyukai Elitta.

Elitta sama sekali tidak takut dengan pandangannya. Dia sudah muak dihina dan dipermalukan terus. "Kenapa tadi kamu lihat suamiku sampai kayak gitu?"

"Memangnya kenapa?"

"Dia suamiku! Jangan macam-macam."

"Sekarang aku paham. Niatmu dari tadi cuma mau sombong 'kan?"

"Sombong apa?"

"Kamu pikir kamu itu cantik karena sudah berhasil nikah sama CEO Sunmart? Dia itu cuma mau main-main sama kamu. Palingan sebulan, kamu dibuang. Orang kaya 'kan memang begitu."

"Jangan bicara buruk tentang suamiku."

"Kamu bahkan nggak kenal sama dia, mau-maunya aja dinikahi. Wanita normal nggak bakalan mau nikah sama pria yang baru dikenal, kecuali kalau dia emang kaya raya ..."

"Aku dilamar oleh Vito, aku percaya sama dia, dan aku mengira keluarga Vito adalah kenalan Papa. Aku terpaksa buru-buru nikah, itu pun karena tekanan darimu dan papa. Tapi, aku tahu Vito baik, dan aku nggak menyesal."

Vivian tertawa, padahal hatinya begitu cemburu dan tidak terima. Dia mengejek, "baik, baik, Halah ... kalau dia cuma bagian cleaning service, palingan kamu nangis di rumah. Iya, dia baik soalnya CEO, iya 'kan? Dasar wanita murahan, mau-maunya aja disuruh nikah."

Mata Elitta terasa panas, air matanya tergenang lagi. Dia menahan diri agar tidak terlalu sedih. "Ada apa denganmu? Ucapanmu jahat banget. Aku nggak ngerti kenapa kamu sejahat ini sama aku. Aku nggak pernah jahat sama kamu."

"Nggak usah drama kamu. Asal kamu tahu, Vito itu cuma pura-pura baik sama kamu. Lihat aja nanti, dia bakalan tidur sama aku sebulan lagi."

"Apa katamu?"

"Dari awal dia itu milikku, dan nggak akan kuserahin sama kamu."

"Apa maksudmu dari awal milikmu?"

"Beneran mau tahu? Kalau aku yang ngasih tahu kamu, nanti kamu jadi nggak enak makan. Jadi, mending kamu tanya sendiri ke suami kamu."

"Aku nggak ngerti kamu ngomong apa, tapi jangan coba-coba mendekati suamiku."

"Takut ya? Wajar sih, kamu kalah cantik dariku. Pria yang suka kamu itu sebenarnya cuma main-main, ujung-ujungnya suka sama aku 'kan? Kayak mantan pacar kamu dulu ... Alvaro, terus tunangan kamu ... Leon. Mereka cinta matinya sama aku."

Hati Elitta terluka kembali. Padahal dia merasa sudah menerima nasibnya yang dua kali diselingkuhi, tapi tetap saja rasanya begitu menyakitkan. Apalagi, selingkuhan orang-orang yang pernah dia kasihi sekarang ada di depan mata.

Vivian tertawa kecil. Dia senang melihat Elitta tertekan batinnya. "Makanya jangan sok cantik. Dari SMA, kamu itu sok cantik ... sok-sok bangga punya pacar ketua tim basket, si Alvaro, padahal dia sukanya sama aku 'kan?"

"Diam kamu."

"Leon ... padahal udah mau nikah sama kamu, eh ... tetap pengennya tidur sama aku."

"DIAM!"

"Papa kamu ngusir kamu demi aku."

"Aku bilang, diam!"

"Sekarang, Vito, suami kamu, lihat saja nanti, aku akan membuatnya menceraikan kamu, soalnya dia sukanya sama aku. Kalau nggak percaya, tanya saja padanya."

"Kamu mau ngerusak hubunganku lagi? Mau merebut suamiku?"

"Merebut apa? Kalau suami kamu suka sama aku, berarti ya emang faktanya kamu jelek, aku yang cantik dan bisa buat dia bahagia, jadi jangan salahin aku, dong."

"Tega banget kamu ngomong kayak gitu."

"Nggak usah sok yang paling tersakiti, kamu itu jelek. Orang jelek nggak usah banyak drama."

Elitta mengangkat tangan, hendak menampar wanita itu, tapi tak jadi. Dia hanya akan membuat masalah lagi kalau ayahnya sampai tahu.

Vivian tersenyum penuh kemenangan. Dia menunjukkan pipinya, lalu menantang, "kenapa Elitta Sayang? Ayo tampar ini pipi mama tiri kamu yang cantik ini! Takut ya sama papa kamu?"

Saking fokusnya melihat Vivian, Elitta sampai baru sadar kalau sang suami sudah ada di dekat mereka. "Vito ..."

Mantan pacarnya dipanggil, Vivian spontan menoleh. Dia menunjukkan senyum termanis khasnya saat merayu setiap pria. Akan tetapi, Vito sama sekali tidak melihatnya.

Vito hanya memandangi Elitta. Dengan nada lembut, dia berkata, "aku sudah bilang jangan lama-lama, kenapa kamu masih betah di sini sendirian? Ayo ke ruang tamu, Papa kamu menunggu."

"Sendirian?" ulang Vivian tak terima. Dia menyambar lengan baju Vito, memaksa pria itu untuk melihatnya. Dia sangat haus perhatian. "Vito, kamu jangan pura-pura nggak kenal gitu sama aku. Kamu mau aku bilang ke istrimu tentang kita?"

"Jangan berani menyentuhku." Vito menarik lengannya sampai lepas dari cengraman Vivian. Dia melirik wanita itu dengan pandangan tajam dan tak menyenangkan.

Elitta bertanya, "apa maksud ucapannya, Vito? Tentang kita? Tentang apa?"

Vivian yang menjawab, "Aku sebenarnya nggak mau bilang, aku maunya Vito sendiri yang bilang sama kamu, Elitta, tapi kayaknya suami kamu ini pengen bikin aku cemburu, makanya sok perhatian sama kamu di depanku. Kami ini dulu berpacaran, dia mantan pacarku."

"Apa?"

Otot-otot wajah Vito menegang lagi. Padahal, dia sebisa mungkin tak membuat masalah di rumah mertuanya. Dia hanya berniat membawa Elitta pulang, tapi siapa yang mengira wanita barbar dari masa lalunya itu banyak bicara?

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
amymende
makin dibaca makin maless baca kalimatnya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status