Usai mandi, Vito melihat istrinya sedang duduk di tepian ranjang. Iya, Elitta tengah memeriksa semua baju yang sudah dibeli. Vito sedikit kaget melihat gaun yang tadi dipilih ternyata dibeli juga. "Oh, kamu beli itu juga?"Elitta tersentak. Dia tak mengira suaminya sudah selesai mandi. Saking sibuknya melihat-lihat, dia tak mendengar suara pintu terbuka.Malu, dia segera menyembunyikan dress-dress mini ke dalam kantong belanjaan."Nggak apa-apa, aku juga nggak tahu kenapa ini ikutan kebeli," katanya ngawur."Masa?" Vito menahan tawa."Apa? Nggak percaya?" Elitta meliriknya. Dia masih malu kalau melihat pria itu keluar kamar mandi bertelanjang dada, bagian bawah pun hanya terlilit handuk.Dia memalingkan pandangan sambil meminta, "oh iya, aku 'kan udah bilang, selesai mandi langsung pakai pakaian dari kamar mandi, jangan keluar nggak pakai apa-apa.""Nggak bisa, aku punya ruang khusus ganti baju. Aku nggak suka ganti baju di kamar mandi.""Ya udah, cepetan kamu pakai baju, terus kita
Selama beberapa hari kemudian, Elitta menjalankan dua peran sekaligus. Ketika di rumah, dia akan menjadi istri yang baik— menyiapkan baju untuk suami, membantu asisten rumah tangga mengurus dapur, dan lain-lain, sementara saat berada di kantor, dia akan menjadi sekretaris teladan.Pekerjaan sekretaris untuk Vito sedikit berat. Bagaimana pun, pria itu adalah pimpinan yang membawahi banyak sekali cabang usaha ritel Supermarket Sunmart. Setiap hari, jadwalnya memang ketat, tak jarang harus terjun ke lapangan jika ada proyek supermarket baru.Setelah mengetahui seluruh kegiatan Vito, Elitta semakin paham, pria itu memamg sangat sibuk. Tak heran sampai meninggalkannya di malam pernikahan. Melewatkan satu meeting saja bisa membuat seluruh jadwal berantakan, kerugian besar juga.Rapat dilakukan hampir setiap hari. Elitta selalu setia menemani Vito di lokasi manapun yang dijadikan tempat rapat. "Aaah ... akhirnya selesai ..." Vito duduk di kursi ruang kerjanya lagi. Setelah seharian bekerja,
Elitta memaklumi kecurigaan dan kemarahan dari bibi Vito. Siapa yang tidak curiga melihat keponakannya yang kaya raya dan punya bibit, bobot, bebetnya bagus ini— malah menikah dengan wanita yang masih belum dikenal baik?Lebih parahnya, anak dari pria yang kalah taruhan dengannya. Elitta juga masih tidak percaya, awal mula perkenalan Vito dengan sang ayah adalah di meja billyard. Sampai sekarang pun, dia penasaran— kenapa Vito mau menikahinya? Masa iya dia langsung mau saat ditawari menikah? Kenapa seolah-olah Vito sudah lebih lama mengenalnya? Apa mereka pernah bertemu sebelum berkenalan waktu itu?Elitta sama sekali tidak ingat. Kalaupun dahulu pernah bertemu, apa yang membuat Vito ingin menikahinya?Masa remaja Elitta tidaklah spesial, dia hanyalah gadis biasa yang bersekolah di tempat biasa. Semua serba biasa.Tak ada yang tahu kalau dia adalah putri dari Pak Derry yang terkenal konglomerat.Iya, wajar saja— pria itu tidak mau dikenali sebagai ayah dari Elitta."Kenapa kita mal
Elitta tidak betah melihat tampang wanita itu. Begitu pula dengan Vivian, dia muak terhadap Elitta."Kenapa kamu bohong ke Tante Rosa?" Elitta mulai bicara lagi.Vivian memasang wajah tanpa salah. Dia bertanya balik, "bohong apa?""Semuanya, tentang hubunganmu sama Vito, tentang papaku— kenapa kamu tega banget ngomong kayak gitu?""Aku nggak bohong, kok.""Pembohong, kamu juga ngasih tahu Tante Rosa tentang hutang papa, tapi kamu salah. Ini namanya fitnah. Kamu selalu kayak gini.""Apa buktinya kalau fitnah, apapun yang aku katakan itu sesuai fakta. Kamu itu sadar diri, dong! Kamu nikahin Vito karena papa kamu punya hutang, tapi nggak mau bayar, jadi dia ngasih kamu. Aku paham niat Vito, dia cuma mau seneng-seneng doang sama kamu, ntar sebulan lagi juga kamu dicerai.""Jangan ngomong sembarangan! Ucapan kamu waktu itu cuma bohong! Vito beneran sayang sama aku— daripada kamu ngehina aku terus, mending ngaca, suamiku nggak ada perasaan sama kamu, jadi jauhi dia.""Oh ... makin berani ka
Usai makan malam, Elitta menemani Vito dalam memantau kesiapan pembukaan cabang supermarket baru di pinggiran kota.Perjalanan untuk ke sana saja memakan waktu sejam. Vito kelihatan masih segar, belum lelah sama sekali, padahal sudah menyetir selama itu.Saat mereka sampai, Vito keluar dari mobil sembari sedikit meregangkan otot pinggangnya.Elitta memperhatikan tingkah suaminya tersebut. "Kamu capek?"VIto melihat jam tangannya sambil menjawab, "Iya, sedikit, tapi untungnya kita sampai sebelum jam sembilan ... tapi kayaknya kita nggak bisa pulang malam ini, nanti kita nginap di hotel aja, ya?""Iya. Aku nggak mau mati kecelakaan soalnya suamiku workaholic keras kepala."Vito tersenyum menatap sang istri. Setelahnya, dia kembali menatap ke depan— tepat di mana berdiri bangunan besar dengan banyak kaca, lalu papan nama besar bertuliskan:SUNMARTBerhubung tempat ini belum beroperasi, jadi sekitar bangunan ini masih tertutup oleh pagar setinggi dua meter.Pencahayaan di sini sedikit bur
Bagaimana ini?Elitta baru sadar Vito berkata jujur. Gaun tidur dari hotel ini memang bagus, tapi terlalu tipis. Apa jangan-jangan Vito yang meminta bajunya yang begini? "Mending aku pakai bathrobe daripada piyama-nya," katanya masih enggan melepaskan jubah mandi untuk ganti baju tidur. Tetapi, yang benar saja memakai handuk untuk tidur?Tak lama kemudian, suara ketukan pintu kamar mandi ini terdengar. Vito terus saja mengetuk."Elitta, lama banget kamu— aku mau mandi ini, buruan keluar!" teriaknya."Bentar! Jangan cerewet!“ Elitta agak kesal. Dia tahu kalau suaminya cuma ingin melihatnya memakai baju tidur, lalu menggodanya. Tapi, mau tidak mau, dia harus berganti pakaian.Usai beberapa menit, dia selesai berpakaian, lalu keluar dari kamar mandi. Gaun tidur putih yang sedikit transparan itu melekat di tubuhnya.Vito mundur beberapa langkah, membiarkan sang istri keluar dari kamar mandi. Bibirnya menyeringai— mata memandangi wanita itu dari atas sampai bawah."Apa!" Elitta resah kare
Vito bercerita tentang masa lalunya yang dijodohkan dengan Vivian. Tetapi, dia tidak pernah memberitahu Vivian kalau dirinya adalah keponakan dari Tante Rosa. "Intinya dahulu aku cuma main-main, aku penasaran dengan reaksi Vivian kalau didekati oleh pria miskin, aku ingin tahu kenapa Tante Rosa suka pada wanita itu— tapi ternyata Vivian itu mirip ular, mulutnya berbisa, licik sekali," katanya.Elitta memahami perasaan Vito. Dia mengangguk. "Iya, aku tahu. Dia teman sekolahku. Sejak dahulu, dia memang seperti itu. Aku saja nggak ngerti kenapa dia sepertinya dendam sama aku, tapi kata Rena ...“"Rena teman kamu waktu kabur kemarin itu?”"Iya. Katanya Vivian itu cemburu soalnya dulu aku pacaran sama orang yang dia sukai, sejak saat itu dia merasa tersaingi. Aku nggak paham— kenapa sampai segitunya cuma gara-gara laki-laki?“"Kan udah aku bilang, jangan bahas dia. Dia itu wanita gila.”"Tapi kamu tetap berpacaran sama Vivian 'kan?“"Iya, tapi aku nggak terlalu peduli sama dia. Dia suka b
Keesokan harinya ...Elitta dan Vito pulang setelah menginap di hotel. Setelah apa yang diobrolkan semalam, hubungan mereka jauh lebih dekat.Hari ini adalah hari libur, tapi hanya Elitta yang diminta untuk di rumah. Sementara itu, Vito melakukan pertemuan dengan sang paman. Elitta sudah memaksa ikut, tapi Vito tetap tak memperbolehkannya.Elitta menghabiskan setengah hari dengan beres-beres kamar. Sejak menikahi Vito, dia melarang semua asisten rumah tangga untuk masuk ke ruang pribadi mereka. Dia sendiri yang membereskannya.Saat semua sudah dibereskan, Elitta teringat akan rekaman suara pembicaraan Tante Rosa bersama Vivian. Itu bisa menjadi bukti kalau Vivian memang tidak pernah tulus menikahi ayahnya.Tetapi, kalau dia menyerahkan rekaman itu, apa mungkin sang ayah juga ikut marah terhadap Tante Rosa? Ada beberapa ucapannya yang terdengar kasar.Apa yang harus dilakukan?Tak berselang lama, ada panggilan telepon dari nomer tak dikenal. Ketika dia mengangkatnya, ternyata suara Viv